UGM Buka Sekolah Adat di TTS

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Pihak Universitas Gajah Mada (UGM) bersama organisasi masyarakat adat Pokja OAT (Kelompok Kerja Organisasi A’Taimamus) membuka sekolah adat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketua Organisasi Masyarakat Adat Pokja OAT, Aleta Baun menyampaikan ini kepada NTTOnline di Kupang, Sabtu (21/01/2017).

Aleta mengatakan, sebanyak lima orang perwakilan dari UGM yang membidangi penelitian tentang perempuan, kebudayaan dan lingkungan, pada tanggal 15-17 Januari 2017 telah datang ke TTS dan membuka dengan resmi sekolah adat di daerah tersebut.

Menurut Aleta, tujuan sekolah adat itu adalah untuk menciptakan generasi muda adat yang kreatif dan berbudaya. Sekolah adat juga berusaha untuk menggali kembali sejarah komunitas adat, mempertahakan kearifan lokal serta bahasa daerah ditengah arus moderenisasi.

“Sekolah adat ini dimaksudkan untuk menggali dan melestarikan kembali budaya lokal yang terancam lunah, sehingga pemuda masa kini tidak melupakan budaya atau kearifan lokal yang ada di daerahnya,” katanya.

Aleta yang juga dikenal sebagai pejuang lingkungan dari tanah Mollo itu mengungkapkan, sebelum sekolah diresmikan, terlebih dahulu dilakukan diskusi bersama masyarakat dan para tokoh adat di TTS yang dihadiri oleh 35 tokoh adat setempat, membahas tentang apa yang akan dilakukan kedepannya dengan sekolah adat yang akan dibangun tersebut.

“Dalam diskusi itu kemudian dispakati bahwa nantinya yang akan diterapkan pada sekolah adat tersebut adalah sekolah non formal, karena para pengajar nantinya adalah para tokoh adat dari daerah itu sendiri. Murid-murid pun juga adalah masyarakat setempat,” ungkapnya.

Dia berpendapat, sekolah ini berbeda dengan sekolah formal pada umumnya yang menerapkan kurikulum nasional. Jika pada formal diajarkan tentang baca, tulis dan lainnya, sementara yang diterapkan disekolah adat ini adalah sistem tutur dan menghafal.

Baca : Masyarakat Adat TTS Rayakan Natal Bersama di Puncak Fatu Nausus

“Dari pihak UGM juga melakukan pendekatan dengan pihak Pemerintah Kabupaten TTS, dalam hal ini dinas pendidikan dan kebudayaan dan juga dinas terkait guna membangun kerja sama terkait sekolah adat dimaksud,” ujarnya.

Aleta yang juga Anggota DPRD NTT ini menyampaikan, lokasi sekolah adat tersebut dibangun di puncak bukit Fatu Nausus, Mollo, karena tempat itu selama ini digunakan sebagai tempat belajar bagi masyarakat adat di daerah setempat.

Dalam proses belajar mengajar pun nantinya, para pelajar tidak diharuskan selalu datang dan belajar di gedung sekolah tersebut, tetapi para tutor atau guru-guru adat akan mengorganisir para pelajar untuk melakukan aktifitas belajar secara berkelompok di masing-masing wilayah.

Kemudian pada waktu-waktu tertentu sesuai kesepakatan bersama maka seluruh guru maupun pelajar akan mengadakan belajar bersama di gedung sekolah yang disediakan, untuk melakukan evaluasi atau sharing bersama.

“Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pengetahuan para pelajar terhadap apa yang telah didapatkan dalam proses belajar di masing-masing wilayah,” katanya.

Lanjut dia. “Sehingga mereka mampu memahami bahwa keberadaan manusia dalam peradabannya tidak terlepas dari adat budaya, berbicara soal adat maka ada keterkaitannya dengan pemberdayaan, dan berbicara tentang tradisi seni, budaya berarti bicara soal manusia,” katanya.

Aleta menguraikan, sekolah adat tersebut telah resmi di buka dan untuk proses belajar mengajar direncanakan akan segera mulai pada awal Februari 2017 mendatang. Terkait siswa atau pelajar, sambung dia, banyak peminat yang sudah siap belajar di sekolah dimaksud.

“Organisasi masyarakat adat Pokja OAT sudah punya sejumlah kelompok pemuda yang akan menjadi pelajar di sekolah itu, yakni kelompok pemuda Desa Kuale’u, pemuda Desa Bestobe, Desa Tune, dan kelompok pemuda di desa Boking,” urainya.

Selain itu, tambah dia, pemuda gereja dari sembilan mata jemaat di daerah itu sudah menyatakan siap untuk belajar. Sekolah ini tidak memberikan batasan usia, sehingga semua kalangan dapat belajar, baik anak-anak, pemuda maupun orang tua.