SETARA Institute : Alasan Dakwah Internal Tidak Bisa Dibenarkan, Dahulukan Proses Teguran Dan Minta Maaf
Jakarta, NTTOnlinenow.com – Ustadz Abdul Somad yang akrab dipanggil dengan inisial UAS tengah menjadi bahan perbincangan di ruang publik dikarenakan potongan vidio ceramahnya yang beredar tepat di hari kemerdekaan Indonesia (17/8/2019). Pro kontrapun tak terbendung baik dari masyarakat umum maupun kelompok masyarakat Kristiani yang merasa tersinggung dengan ucapan “Patung dan Salib Jin Kafir” oleh UAS.
SETARA Institute yang selama ini terus mengkritisi kegiatan yang berbau intoleransi dan diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat memberikan tanggapan dan solusi penyelesaian kasus “Salib Jin Kafir” yang disampaikan UAS tersebut.
SETARA menilai menghina salib dan Yesus yang disalib merupakan tindakan yang merendahkan keyakinan orang lain dan mengganggu kerukunan antarumat beragama. Namun Hendardi termasuk yang menentang penggunaan delik penodaan agama untuk menghakimi tindakan hukum semacam itu.
Menurut Hendardi, alasan dakwah internal tidak bisa dibenarkan karena makna “menyampaikan di muka umum” sebagai batasan larangan menghina dan merendahkan adalah kondisi dimana pernyataan itu disampaikan pada situasi yang memungkinkan orang lain dapat mendengar. Jadi jelas apa yang disampaikan UAS memenuhi unsur di muka umum.
Jikapun UAS dilaporkan dengan delik penodaan agama, saya mendorong agar proses teguran dan tuntutan minta maaf serta janji tidak mengulangi didahulukan dan ditempuh, sebagaimana yang diatur dalam UU nomor 1/1966 PNPS. Sehingga, jika itu dipenuhi, tidak perlu diproses secara hukum, lanjut Ketua SETARA Institute.
Peristiwa ini merupakan pembelajaran bagi semua pihak untuk menikmati kebebasan berekspresi, berpendapat dan berbicara secara bertanggung jawab. Tetapi saya juga tidak setuju segala pernyataan yang dianggap menyinggung perasaan kelompok tertentu selalu diselesaikan dengan pendekatan hukum, karena akan berpotensi memasung kebebasan, lanjut Hendardi.
Sementara itu Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) menyanyangkan beredarnya konten tersebut, terlebih disampaikan oleh seorang tokoh agama yang justru sebenarnya diharapkan memberikan kesejukan dan mampu mengayomi agama dan kepercayaan lainnya.
Menurut Ketua Presidim ISKA Hargo Mandiraharjo, beredarnya konten tersebut ke publik mencederai semangat dan usaha menjaga toleransi antar pemeluk agama. Toleransi merupakan modal dasar keberlangsungan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Untuk itu komitmen merawat kebangsaan Indonesia merupakan tanggung jawab moral kita bersama tanpa harus mempertimbangkan kuantitas.
Dalam keyakinan terang iman Katolik maka baiknya seluruh elemen dan umat Katolik untuk bersikap secara proporsional dan bijaksana dalam mensikapi konten tersebut, lanjut Hargo.
Untuk itu sebagai Ketua Presidium ISKA, “kami mengintruksikan kepada jaringan ISKA diseluruh Indonesia Indonesia untuk bisa ikut aktif mengantisipasi efek negative yang ditimbulkan akibat beredarnya konten tersebut. Antisipasi bisa dilakukan dengan mengintensifkan komunikasi yang saling menghormati dengan berbagai pihak yang memiliki komitmen kuat merawat kebangsaan Indonesia yang majemuk”, tuturnya.