Pemuda Lintas Agama di Perbatasan Belu-Timor Leste Kecam Video Viral Ustad Somed

Bagikan Artikel ini

Laporan Yansen Bau
Atambua, NTTOnlinenow.com – Video Ustad Abdul Somed (UAS) yang viral di berbagai akun media sosial terkait Salib Umat Kristen Katolik mendapat kecaman keras dari Forum Pemuda Lintas Agama (Forpelita) Kabupaten Belu.

Pasalnya masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dan agama serta menjunjung tinggi sikap toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ketua Forpelita Belu Hironimus Mau Luma didampingi pengurus Jamli Lukrianto dan Nur Ahmad kepada awak media, Senin (19/8/2019) di Hotel Timor Atambua, Timor Barat wilayah perbatasan RI-RDTL.

Menurut Mau Luma, ucapan yang terlontar dari mulut UAS dalam cuplikan video tersebut sangat menyinggung dan menciderai perasaan umat Kristen dan Katolik yang sangat menghargai simbol Salib karena dinilai ada jin kafir yang mendiami patung yang tergantung pada salib tersebut.

Lanjut dia, terhadap cuplikan video UAS itu pihaknya mendesak UAS untuk segera memberikan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada umat Kristen dan Katolik.

Mau Luma mengatakan, pihaknya juga meminta Kepolisian segera menindaklanjuti laporan dari berbagai elemen masyarakat yang merasa dirugikan secara kelembagaan atas postingan video UAS tersebut.

Jamli Lukrianto selaku Wakil Ketua I Forum Pemuda Agama Kabupaten Belu menegaskan bahwa postingan video tersebut tidak berpengaruh terhadap kerunanan umat beragama yang hidup di Kabupaten Belu.

“Tanah Belu dihuni oleh masyarakat yang majemuk yang menjunjung tinggi toleransi antar beragama, sehingga aksi apapun tidak akan mempengaruhi toleransi masyarakat Belu yang selama ini terjalin mesra,” tandas dia.

Sementara itu Nur Ahmad meminta kepada semua pemuka agama agar tidak mengajak umatnya menaruh rasa benci kepada agama lain karena berdampak pada terganggunya kerukunan beragama masyarakat Indonesia.

Tidak saja itu, pihaknya juga meminta agar lembaga agama mengawasi ajaran setiap pemuka agamanya dan tetap mengutamakan pesan-pesan kedamaian, dan bukan kebencian.

Lanjut dia, bagi para penceramah yang naik ke atas mimbar tidak perlu mengeluarkan bahasa yang memicu kericuhan di kalangan umat yang berdampak luas dan menyinggung perasaan penganut agama lain dan memicu terganggunya ketertiban umum, sebab Indonesia sebagai negara yang bersatu di atas segala perbedaan, dan menjunjung tinggi pesatuan bangsa.