PLN dan Dinas ESDM Sinergi Naikkan Rasio Elektrifikasi di NTT

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Manajemen PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTT bersepakat untuk bersinergi menaikkan rasio elektrifikasi (RE) dan jumlah desa berlistrik (rural electrification) di daerah itu.

Kesepakatan itu diawali dengan rapat koordinasi bersama kedua belah pihak yang dilaksanakan di aula Flobamora Kantor Unit Induk Wilayah PLN NTT, Kamis (7/2/2019).

General Manager (GM) PLN UIW NTT, Ignatius Rendroyoko mengatakan, rasio elektrifikasi Provinsi NTT saat ini sebesar 62,88 persen atau yang terendah di Indonesia. Menteri ESDM meminta rasio elektrifikasi NTT untuk tahun 2019 mencapai harus 90 persen.

“Untuk itu PLN UIW NTT dan Dinas ESDM NTT bersepakat bersinergi untuk mewujudkan target yang diminta Menteri ESDM,” ungkap Yoko, sapaan untuk Ignatius Rendroyoko.

Yoko mengungkapkan, dari total rumah tangga di NTT sebagaimana data BPS NTT, yakni sebanyak 1.163.007 rumah tangga (RT), yang sudah menikmati listrik sebanyak 731.268 RT, atau sebesar 62,88 persen.

Sedangkan dari total desa di NTT sebanyak 3.353 desa, yang sudah berlistrik sebanyak 2.571 desa, atau sebesar 76,68 persen desa yang sudah berlistrik.

“Untuk tahun 2019, PLN NTT merencanakan akan melistriki sebanyak 600 desa baru,” ujar Yoko.

Dia menjelaskan, untuk meningkatkan rasio elektrifikasi tersebut, PLN membangun melalui program listrik perdesaan yang secara simultan melistriki desa-desa yang belum terjangkau listrik di semua kabupaten di NTT.

“Selain itu, juga melalui program perluasan jaringan yang dilaksanakan semua unit PLN di kabupaten-kabupaten,” tandas Yoko.

Yoko menambahkan, salah satu kendala lambatnya kenaikan rasio elektrifikasi di NTT adalah rendahnya kemampuan ekonomi warga desa. PLN sudah membangun listrik berjaringan di banyak desa, tetapi masyarakat tidak mampu membayar biaya penyambungan listrik.

Kepala Dinas ESDM NTT, Boni Marisin mengatakan, PLN NTT dan ESDM NTT perlu melakukan koordinasi terus-menerus di semua tingkatan, baik di tingkat manajeman maupun tingkat teknis agar pekerjaan di lapangan tidak tumpang tindih.

“Terdapat sejumlah kendala yang harus diatasi baik oleh instansi masing-masing maupun secara bersinergi antara PLN dan ESDM,” bebernya.

Menurut Boni, program kelistrikan bisa dilakukan dengan membangun listrik secara berjaringan oleh PLN, atau membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM), menggunakan tenaga surya (PLTS) baik secara komunal dan tersebar.

“Bahkan, kita juga harus berkoordinasi dengan instansi lainnya, seperti dinas nakertrans, kementrian daerah tertinggal, yang juga memiliki program kelistrikan, berupa pembangunan listrik tenaga surya,” ungkap Boni.

Sejumlah kendala yang terungkap dalam rapat koordinasi tersebut, antara lain mengenai jumlah desa yang terus mengalami pemekaran. Data potensi desa NTT sebelumnya sebanyak 3.270 desa, kemudian berubah menjadi 3.353 desa setelah terjadi pemekaran desa sesuai Permendagri. Juga pola pemukiman yang terpencil dan menyebar menjadi tantangan dalam menyediakan listrik.

Selain itu, ada banyak fasilitas listrik tenaga mikrohydro yang dibangun ESDM dan telah dihibahkan pengelolaannya kepada masyarakat setempat, kemudian diketahui tidak lagi beroperasi karena rusak. Warga di desa setempat yang semula tercatat sudah menikmati listrik, ternyata sudah lama hidup tanpa listrik.

Boni menambahkan, solusi untuk mengatasi masalah tersebut, bisa direncanakan program diskon seperti yang sudah sering dilakukan PLN, atau Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten merancang program pasang baru gratis dengan pendanaan melalui APBD.