Tuan Guru Bajang Ajak Perangi Hoax dengan Aktifkan Instrumen Kultural
Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) mengajak seluruh komponen masyarakat untuk memerangi penyebaran berita atau informasi yang tidak benar atau bohong (Hoax) dengan salah satu cara yaitu mengaktifkan instrumen kultural.
Ajakan ini disampaikan TGB saat menjadi nara sumber pada acara Youth Conference Kupang 2018, yang digelar Perkumpulan Circle Imagine Society (CIS) Timor bekerja sama dengan Komunitas Peacemaker Kupang ( Kompak) dan didukung Oxfam, Selasa (11/12/2018) di Kupang.
Konferensi yang digelar pada 11-12 Desember 2018, mengangkat tema “Kabar Bohong dan Ujaran Kebencian Tidak Keren!: Anak Muda Bersama Melawan Kabar Bohong dan Ujaran Kebencian untuk Indonesia Damai” yang diikuti ratusan anak peserta dari berbagai daerah di NTT maupun dari luar seperti Aceh, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pada kesempatan itu, TGB Zainul Majdi mengatakan, selain pendekatan struktural untuk menyelesaikan masalah berita hoax yang luar biasa, maka perlu juga menggunakan instrumen budaya atau kultural. Karena Indonesia memiliki sistem nilai budaya dan juga sistem nilai agama.
“Mari kita aktifkan sistem itu, karena ketika kita aktifkan sistem nilai itu maka saya yakin itu akan menjadi filter terhadap terhadap praktek-praktek yang tidak baik di ruang publik. Karena kita akan segan menyebarkan berita hoax, sebab kita tahu bahwa hal itu bertentangan dengan sistem nilai agama dan sistem budaya kita,” paparnya.
TGB Zainul Majdi menjelaskan, di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dulunya terkenal dengan maraknya konflik horisontal atau konflik antar kampung, meski pihak keamanan turun tangan tapi konflik tetap saja ada. Penanganan yang digunakan adalah dengan pendekatan struktural maupun legal formal, namun tidak berdampak pada pengurangan kuantitas konflik.
“Karena itu, saya berembug dengan teman-teman untuk mencarikan solusi terhadap persoalan ini, kemudian kami bersepakat menggunakan pendekatan sistem nilai agama dan budaya, dan ternyata berhasil,” jelasnya.
Bekas Gubernur NTB dua periode itu berargumen, Indonesia memiliki kekayaan budaya, bahasa, dan keberagaman yang tak dimiliki oleh negara lain. Namun Indonesia bisa kokoh dalam persatuan yang terikat kuat dalam satu bangsa. Hal ini karena Indonesia memiliki sesuatu yang disebut intangible asset atau aset tak berwujud.
“Indonesia itu perbedaannya sangat luar biasa, tetapi kenapa kita masih tetap satu bangsa, karena kita memiliki yang namanya intangible asset, atau kekayaan yang tidak terlihat, tidak kasat mata. Kalau yang kasat mata ini, seperti keindahan di NTT, alamnya luar biasa, samudera, danau Kelimutu dan segala macam, itu terlihat atau tangible, tapi yang menyatukan Indonesia itu adalah intangible asset, yaitu persaudaraan, rasa saling menghormati, kita memiliki rasa yang sama di tengah perbedaan yang ada,” urainya.
TGB Zainul Majdi menambahkan, hoax yang marak saat ini tidak hanya menyasar aset bangsa, tetapi yang paling berbahaya adalah membuat sesama anak bangsa merasa jauh satu dengan yang lainnya. “Membuat kita yang berbeda agama kemudian tiba-tiba saling benci, padahal kita tidak pernah dibesarkan dengan nilai saling membenci,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Polisi Jules Abraham Abast dalam paparannya mengatakan, saat ini hoax berkembang dengan sangat cepat, dan tidak terkait hanya dengan berita bohong atau fitnah saja tetapi menyangkut Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (Sara). Karena itu, pihak kepolisian memiliki peranan dalam menangani persoalan penyebaran berita atau informasi yang bersifat bohong atau fitnah.
“Peran kepolisian sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2012, yang mana dalam penanggulangan hoax Polri lebih mengutamakan pre-emtif dan preventif, kita juga lebih mengedepankan kegiatan pencegahan dan pembinaan, jadi upaya yang terakhir adalah tindakan represif atau penegakan hukum,” katanya.
Dia menjelaskan, terkait penyebaran berita hoax maka upaya yang dilakukan Humas Polri adalah memonitor setiap berita, postingan, atau konten negatif maupun positif. Humas Polri dari 34 Polda di Indonesia telah membentuk tim cyber group, untuk memonitor dan mengawasi informasi maupun komunikasi di dunia maya.
“Artinya polisi di dunia nyata ada, dan di dunia cyber atau cyber space juga ada, yang tujuannya untuk mengeliminisir terjadinya hoax dan penyebaran konten negatif dan lainnya. Jika ditemukan berita hoax, yang kami lakukan adalah memberi stempel hoax pada berita tersebut dengan nama Humas Polri, dan tentunya dengan menggunakan akun asli, kemudian kami sebarkan lagi bahwa berita tersebut adalah hoax,” paparnya.