Perempuan Siap Jadi Pemimpin dan Menentukan Pembangunan di NTT

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mengakses keadilan dalam berbagai bidang kehidupan dan menikmati hasil pembangunan. Karena itu selain laki-laki, perempuan juga turut menentukan pembangunan

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana (Fisip Undana) Kupang, Balkis Soraya Tanof sampaikan ini dalam seminar nasional yang digelar Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Aula El Tari, Kupang, Sabtu (3/3/2018).

Menurut Balkis, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, namun dalam perannya, perempuan memiliki sejumlah kelebihan dibanding pria, karena perempuan dapat menjalankan sejumlah perannya sekaligus, yakni peran produktif, reproduktif dan peran kemasyarakatan.

“Satu kelebihan perempuan adalah dikaruniai rahim, sedangkan laki-laki tidak memilikinya. Karena itu perempuan juga bisa menjadi pemimpin dalam menentukan arah kebijakan pembangunan,” kata Balkis.

Balkis mengatakan, perempuan butuh kebebasan dari kultur yang patriarkis dengan sistem yang kapitalis. Perempuan harus tampil sebagai pemimpin di eksekutif dan legislatif karena selama ini pemimpin yang ada adalah bergaya militer maskulin, perintah, dan kendali.

Karena itu, Balkis berharap pemimpin Nusa Tenggara Timur (NTT) ke depannya adalah perempuan yang memiliki karakter keibuan atau feminisasi kepemimpinan yang berani, tegas, santun, dan demokratis, serta harus ada emansipasi rasa, solidaritas rasa, dan toleransi rasa.

Tokoh Perempuan NTT, Yovita Mitak yang juga adalah mantan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi NTT ini mengatakan, perempuan NTT harus siap menjadi pemimpin dan terlibat dalam pembangunan di daerah itu.

“Perempuan NTT harus mempersiapkan diri agar ikut tampil dalam mengisi demokrasi, karena berangkat dari dilema kondisi riil yang terjadi dimana kaum perempuan di-subordinasikan, atau boleh dikata perempuan hanya diposisikan pada peran-peran kodrati semata,” katanya.

Yovita mengungkapkan, demokrasi menghargai hak setiap individu termasuk hak perempuan, sehingga perlu didorong agar perempuan bisa keluar dari kondisi dilematis yang dialami dan fokus mempersiapkan diri tampil sebagai pemimpin. Apalagi jumlah perempuan di NTT melebihi kaum pria.

“Jumlah penduduk di NTT sebanyak 5 juta lebih, yang mana jumlah perempuan mencapai 2,6 juta, dibanding laki-laki hanya 2,5 juta jiwa. Karena itu, perempuan harus siap menjadi pemimpin atau pengambil kebijakan di daerah ini,” ujarnya.

Seminar dengan tema “Dilema Perempuan dalam Pusaran Demokrasi” itu dipandu oleh Aktivis Perempuan NTT, Anna Djukana dan dihadiri 1.400 peserta yang didominasi kaum perempuan