Sengketa Kepemilikan Lahan Kantor DPRD Nagekeo, Diduga Ada Indikasi Korupsi, KPK Diminta Periksa Bupati Djo

Bagikan Artikel ini

Laporan Marten Don
Nagekeo, NTTOnlinenow.com – Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali didesak agar segera mengeksekusi hasil putusan perkara Perdata Nomor 2/Pdt.G/2009/PN.BJW yang sudah inkracht tentang sengketa lahan milik Remi Konradus yang diklaim Pemerintah Nagekeo dengan membangun gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nagekeo di Pomamela, Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagekeo, Flores, NTT.

Putusan perkara tersebut sudah dikuatkan oleh putusan kasasi (inkracht).

Semula banyak pihak menilai termasuk pihak pengadilan belum bisa dieksekusi karena masih bersifat declaratoir, namun dengan putusan PN Bajawa dengan nomor 14/ Pdt.G/2012/PN.BJW tertanggal 31 Juli 2013 yang membatalkan putusan perkara itu dari yang bersifat declaratoir menjadi bersifat condemnatoir, maka putusan perkara tersebut sudah bisa dieksekusi.

“Pihak PN Bajawa sendiri yang sudah membatalkan putusan yang tidak bisa dieksekusi menjadi bisa dieksekusi, lalu kenapa tidak dieksekusi sekarang? Apa karena telah disuap pihak Pemerintah Kabupaten Nagekeo?,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, Kamis (12/10).

Senada dengannya, Koodinator Save NTT, Servas Manek, juga berpendapat bahwa, PN Bajawa mestinya harus segera mengekseksekusi perkara itu.

Menurutnya, tujuan pihak PN Bajawa segera mengeksekusi perkara itu antara lain kepastian hukum, pemanfaatan hukum dan pendidikan hukum kepada masyarakat.

Baca Juga : Putusan Inkracht Gugatatan Lahan Kantor DPRD Nagekeo bersifat Declaratoir

“Ingat kalau putusan yang berkuatan hukum tetap dan bersifat condemnatoir tidak dieksekusi membuat masyarakat selanjutnya tidak taat hukum,” pungkasnya.

Informasi yang berhasil dihimpun media ini, dari sumber terpercaya menyebutkan, ada dua kerugian negara dalam kasus tersebut, yaitu pertama, Pemkab Nagekeo mengeluarkan uang untuk membeli lahan tersebut sebesar Rp 350 juta untuk lahan seluas 1,5 hektare itu. Kedua, DPRD Nagekeo membangun gedung DPRD dengan menelan biaya Rp. 10,3 miliar, namun sampai saat ini tidak bisa digunakan berdasarkan audit BPK.

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas Bupati Nagekeo dan DPRD Nagekeo selain melanggar hukum perdata juga melakukan tindak pidana korupsi dan turut serta melakukan penyerobotan lahan milik, Remi Konradus.

Sebelumnya, Forum Pemuda Adat Lape, 6 dan 25 April 2017 lalu, mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Mereka melaporkan Bupati Nagekeo, Elias Djo dan jajarannya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung DPRD Kabupaten Nagekeo tersebut.

Sejak awal lahan itu bersengketa, Bupati Nagekeo, Elias Djo, tetap ngotot melakukan pembayaran kepada orang yang bukan pemilik lahan.

Dengan demikian, patut diduga, disini terjadi kolusi dan korupsi. Karena itu, KPK harus segera turun tangan dan memeriksa Bupati Elias Djo, desak Petrus Selestinus.