Putusan Inkracht Gugatatan Lahan Kantor DPRD Nagekeo bersifat Declaratoir
Laporan Marten Don
Nagekeo, NTTOnlinenow.com-Polemik antara Pemerintah Nagekeo bersama Remi Konradus di Pomamela , Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagekeo tentang kepemilikan lahan yang diklaim pemerintah dengan membangun Kantor DPRD Nagekeo telah dinyatakan Inkracht setelah menang kasasi dan bahkan sampai pada upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Namun rupanya putusan itu belum bisa memberikan angin segar bagi Konradus. Sebab ternyata lahan yang terperkara itu secara hukum tidak bisa dieksekusi pemiliknya.
Pasalnya, putusan perkara tersebut mulai dari tingkat pengadilan pertama sampai kasasi hanya bersifat putusan declaratoir atau deklaratif, yaitu putusan yang tidak bisa dieksekusi.
Terkecuali putusan itu bersifat condemnatoir, yaitu putusan yang memuat amar yang menghukum salah satu pihak yang berperkara.
Menurut M. Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, 2005: 337–341), putusan yang bersifat declaratoir bisa dieksekusi dengan jalan upaya gugatan baru atas putusan perkara tersebut.
Karena putusan sebelumnya, tidak bisa dieksekusi, maka Remi Konradus seharusnya mengajukan gugatan baru agar putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang bersifat desklaratif tersebut bisa dieksekusi.
Penggugat mengajukan gugatan baru di PN Bajawa pada 5 November 2012 dengan nomor 14/Pdt.G/2012/PN.BJW. Pada, 31 Juli 2013 majelis hakim PN Bajawa memutuskan, (1) menolak eksepsi yang diajukan para tergugat. (2) Mengabulkan gugatan penggugat. (3) Putusan perkara tersebut yang bersifat declaratoir yang telah berkuatan hukum tetap, tetap dapat dieksekusi (condemnatoir).
Selanjutnya, menghukum para tergugat untuk menyerahkan tanah terperkara kepada penggugat atau mengosongkan tanah terperkara atau membongkar semua gedung apa saja yang terdapat di atas tanah milik penggugat tersebut dalam keadaan kosong dan tanpa syarat, dan jika perlu dengan bantuan aparat keamanan.
Putusan perkara yang sudah inkracht itu semula banyak pihak menilai termasuk pihak pengadilan belum bisa dieksekusi karena masih bersifat declaratoir, tetapi dengan putusan PN Bajawa dengan nomor 14/ Pdt.G/2012/PN.BJW tertanggal 31 Juli 2013 yang membatalkan putusan perkara itu dari yang bersifat declaratoir menjadi bersifat condemnatoir, maka putusan perkara tersebut sudah bisa dieksekusi.
Kronologi perkara sengketa lahan DPRD Nagekeo seluas 15.000 m2 (1,5 ha). Pertama, pada awal 2008, Efraim Fao tiba-tiba menguasai lahan seluas 1,5 ha milik Remi Konradus d i Pomamela , Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagekeo. Lahan tersebut dimiliki Remi Konradus atas pemberian Tetua Adat Kelurahan Lape , Kecamatan Aesesa, Nagekeo.
Baca juga : DPD NasDem Manggarai Yakin Memenangkan Pilkada NTT 2018 dan Pileg 2019 Mendatang
Kemudian tiba-tiba Efraim Fao mengklaimnya, lalu menjualnya kepada Pemerintah Kabupaten Nagekeo yang saat itu sampai sekarang bupatinya adalah Elias Djo.
Mengetahui itu, Remi Konradus bersama kuasa hukumnya mendatangi Elias Djo sebagai bupati di kantornya untuk memberitahukan, bahwa lahan yang dijual Efraim Fao dengan surat perjanjian jual beli tertanggal 28 April 2008 itu adalah miliknya (Remi Konradus).
Namun, bupati Djo seolah tak menggubrisnya, malah Ia menyerahkan lahan itu ke pihak DPRD Nagekeo, dan oleh pihak DPRD Nagekeo kemudian membangun gedung DPRD yang sampai sekarang gedung itu tidak bisa digunakan.
Karena itulah, pada 2009 silam, Remi Konradus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bajawa dengan nomor Perkara Perdata No. 2/Pdt.G/2009/PN. BJW.
Dalam gugatannya, penggugat menempatkan Efraim Fao sebagai tergugat I, Bupati Nagekeo Elias Djo sebagai tergugat II, dan Ketua DPRD Nagekeo waktu itu sebagai tergugat III.
Atas gugatan penggugat ini, majelis hakim PN Bajawa, pada 4 September 2009 dalam putusannya menerima gugatan penggugat dengan amar putusan (1) mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. (2) Menyatakan tanah yang terletak di Kelurahan Lape, seluas 1,5 ha adalah tanah milik penggugat yang diperoleh atas penyerahkan Ketua Lembaga Adat dan Ketua-ketua Suku dalam persekutuan Adat Lape.
Selanjutnya, majelis hakim mengatakan, ditarik masuk dan didudukannya Efraim Fao sebagai tergugat I, Pemerintah atau Bupati kabupaten Nagekeo sebagai tergugat II, Ketua DPRD Nagekeo sebagai tergugat III, adalah sah dan beralasan menurut hukum.
Menurut Majelis Hakim, perbuatan Efraim Fao menyerahkan tanah milik penggugat seluruhnya maupun sebagiannya kepada tergugat II pada 28 April 2008 adalah benar-benar perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu, perbuatan tergugat II (bupati Nagekeo) menerima penyerahan tanah milik penggugat dari tergugat I (Efraim Fao) adalah benar -benar perbuatan melawan hukum pula. Karena perbuatan perbuatan tergugat I dan II tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, maka perbuatan tergugat III yang membangun gedung DPRD Nagekeo atau membangun apa saja di atas tanah tersebut adalah benar-benar perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya ditegaskan, surat penyerahan tanah antara tergugat I sebagai penyerah dan bupati Nagekeo (sebagai penerima) pada 28 April 2008 adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kedua, pihak tergugat tidak menerima putusan PN Bajawa tersebut. Karena itu para tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Kupang, dengan nomor perkara 21/ PDT/2010.
Pada 12 Juli 2010 lalu, PT Kupang memutus perkara tersebut dan menolak permohonan banding para tergugat.
Ketiga, para tergugat tidak menerima putusan banding tersebut. Karena itu, selanjutnya para tergugat mengajukan kasasi dengan nomor perkara kasasi 1302 K/PDT/2011.
Pada 6 Desember 2011, majelis kasasi memutus perkara itu dengan amar putusan menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi.
Keempat, selanjutnya para terggugat mengajukan PK, namun PK mereka juga ditolak.