Budidaya Ikan Air Tawar, Bupati Lay Tabur 60 Ribu Benih Lele
Laporan Yansen Bau
Atambua, NTTOnlinenow.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu budidaya ikan air tawar. Budidaya ikan lele dengan pola kolam terpal pertama kali digalakkan di Propinsi NTT khususnya di wilayah Belu, perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Budidaya ikan lele program Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen Perikanan Budidaya Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar pertama di provinsi NTT dengan total dana 400 juta berlokasi di Pokdakan Cempaka Lalosuk, Desa Manleten, Kecamatan Tasifeto Timur.
Penebaran benih pada percontohan budidaya lele sistem bioflok langsung oleh Bupati Belu, Willybrodus Lay dengan menabur 60 ribu ekor benih ikan lele secara simbolis pada 20 kolam dari terpal didampingi Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Subiakto, Sabtu (30/9/2017).
Menurut Bupati Lay, budidaya lele sistem bioflok sangat membantu warga masyarakat di Kabupaten Belu. Dengan adanya budidaya ini selain tingkatkan ekonomi warga juga warga mudah mendapatkan salah satu ikan yang mengandung sumber protein tinggi.
“Hal ini sangat membantu kami, dan kalau bisa disetiap Desa ada budidaya ikan lele. Kenapa, karena ini mengandung salah satu sumber protein,” ujar dia.
Baca juga : Karateka Inkai Belu Gashuku Persiapan Ujian Kenaikan Tingkat
Dia menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dirjen yang telah membantu dengan program budidaya ikan air tawar. Teknologi bioflok ikan ini sangat luar biasa bagi kami. Ini menjadi pilot project bagi kami, daripada kami mengirim warga masyarakat ke Sukabumi untuk belajar.
“Saya juga punya perhatian untuk budidaya. Ini budidaya ikan air tawar, kalau bisa ada budidaya ikan air laut dan kepiting. Kita punya potensi yang besar hanya kita tidak punya teknologi dan pengetahuannya. Terimakasih Pak Dirjen telah datang ke Atambua membawa teknologi ini,” kata Lay.
Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Subiakto menuturkan, biofrok merupakan budidaya dengan memberi pakan berupa mikro organisme antara lain plankton dan phytoplankton yang mampu menguraikan makanan menjadi siap santap oleh lele.
“Nanti yang lain bisa menyusul, asalkan percontohan ini jadi dan berkembang, baru nanti untuk kegiatan-kegiatan yang lain. Faktor utama yang mahal adalah pakannya, kalau warga kelompok berhasil baru berikutnya kita kirim alat mesin pembuat pakannya,” janji dia.
Selain itu juga pembenihan lele atau ikan. Karena lele disini didatangkan dari Jawa, kedepannya kita akan datangkan bibit lelenya, sehingga warga bisa memiliki benih sendiri tanpa didatangkan dari luar daerah. “Disini saya lihat masih apa adanya, tapi harus ada sentuhan teknologi, nanti kita akan buat model pembibitan yang betul agar bisa jadi panutan atau percontohan bagi yang lain,” pungkas Slamet.