Mahasiswa Asal NTT Wakili Jakarta Pusat Menggelar Hari Puisi Indonesia

Bagikan Artikel ini

Jakarta, NTTOnlinenow.com – Sekelompok mahasiswa asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tergabung dalam Dapur Theater sastra Indonesia-IKWJ menggelar Peringatan Hari Puisi Indonesia 2017, bertempat di Taman Suropati, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2017). Kegiatan ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Puisi Indonesia 2017 yang puncaknya akan jatuh pada bulan Oktober mendatang.

Siaran Pers yang diterima redaksi NTTOnlinenow.com mejelaskan, kegiatan yang ditaja oleh Dapur Theater Sastra Indonesia yang bernaung di bawah Ikatan Keluarga Besar Welak Jakarta-yang sering dikenal IKWJ tersebut di-koordinir oleh Rikard Djegadut selaku ketua pelaksana HPI Jakarta Pusat dan Pendiri DTSI.

Dalam sambutannya, Rikard Djegadut menyampaikan sebuah kilas balik perayaan Hari Puisi Indonesia yang selama lima tahun terakhir rutin dirayakan serta terpilihnya Dapur Theater sastra Indonesia-IKWJ mewakili Jakarta Pusat dalam menaja kegiatan hari puisi tersebut. Dia juga mengungkapkan, kegiatan ini digelar selain untuk menarik perhatian dan minat masyarakat pada sastra khususnya puisi juga sebagai bentuk kritik terhadap fenomena lunturnya konsep keutuhan dan maraknya kasus adu domba yang mengatas-namakan agama, suku dan ras. Sehingga, kegiatan ini, tidaklah berlebihan bila dikatakan sebagai upaya konstruktif merawat keberagaman yang selama ini terus digoncangkan oleh sejumlah pihak yang berkepentingan.

“Berangkat dari fenomena tersebut, maka sengaja acara ini disuguhkan dengan mengusung tema Puisi: Merawat Keberagaman dan merekatkan kemesrahan”. untuk menyuarakan jeritan anak negeri melihat kondisi bangsa ini di mana terjadinya degradasi atas penghayatan dan praktek konsep Bhineka Tunggal Ika.”

Acara malam puisi perayaan Hari Puisi Indonesia tersebut berjalan cukup lancar. Tampil sebagai deklamator pembuka adalah Rian Agung, Mahasiswa Hukum Esa Unggul. Penampilan gemilang dari seorang Rian Agung menantang segenap peserta dan para hadirin, bahkan pengunjung taman yang awalnya hanya lalu-lalung dan melintas, seketika langkahnya terdiam dan memasangkan telinga serta mata ke arah suara yang lantang menggema. Rian membawakan puisi berjudul: Lima Tanya Untuk Tuhan. Ia mengkritisi pola pikir para theistik yang melegalkan pembunuhan dengan label dan legalitas agama. Ia lalu menggugat Tuhan: mengapa Iman kepada yang Ilahi harus melibatkan kematian yang lain dan mengobarkan hidup “mulia” dari insan yang lain. Suaranya menurun pertanda bait puisinya berakhir dan tepuk tangan hadirin menggelegar.

Deklamator berikutnya adalah Saudari Yustina Ndia—membawakan puisi Wahai Pemuda Mana Telurmu karya penyair besar Sutardji Calzoum Bachri. Puisi yang khusus menantang putra-putri pertiwi dan segenap komponon bangsa agar merapatkan barisan menjaga kemerdekaan. Bahwasannya kemerdekaan itu tidak hanya dimengerti sebagai pelepasan diri dari tangan penjajah melainkan bagaimana memaknai dan menghayatinya serta mempertahankannya.

Penampilan gemilang Yustin begitu Ia akrab disapa, sungguh menghipnotis segenap hadirin. Sementara puisi Di Negri Amplop, karya penyair kenamaan Gus Mus-dibawakan oleh Yanto Selai, dengan halus menyindir praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme sehingga acapkali Ibu Pertiwi menangis melihat anak-anaknya menjadi hamba uang.

Padahal dalam puisi Negeriku, lewat penampilan Yulin, Ibu pertiwi mengajukan pertanyaan retoris: mana ada negeri sesubur negeriku? Puisi seperti Bhineka Tunggal Ika, Negeriku ha…hi…masing-masing dibawakan oleh Jeremiaz dan Jefry Darman. Beberapa hadirin juga diberikan kesempatan untuk membacakan puisi dan ditutup dengan puisi berjudul “Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu” karya KH. Mustofa Bisri yang dibawakan oleh Rikard Djegadut. Puisi yang khusus mempersembahkan ke-kontras-an antara realitas kepahitan yang dialami bangsa ini dengan pandangan visioner pengarang lagu Indonesia Tanah Air Beta. Tepat pada lirik-lirik ini sang deklamator menyanyikannya:

Indonesia tanah air
kita
Bahagia menjadi nestapa
Indonesia kini tiba-tiba
Selalu
dihina-hina bangsa
Di sana banyak orang lupa
Dibuai kepentingan
dunia
Tempat bertarung merebut kuasa
Sampai entah kapan
Akhirnya.

Acara diakhiri dengan pengambilan video ucapan selamat Hari Puisi Indonesia 2017 dari segenap pengurus dan anggota. (RDJ)