Petani TTU Terapkan Teknik Pertanian Konservasi

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Para petani di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tegabung dalam 276 kelompok tani, telah menerapkan teknik pertanian konservasi untuk meningkatkan hasil produktifitasnya.

Hal ini disampaikan Bupati Timor Tengah Utara, Raymundus Sau Fernandes kepada wartawan saat dihubungi dari Kupang, Jumat (24/3/2017).

Menurut Ray Fernandes, penerapan teknik pertanian konservasi tersebut difasilitasi oleh Food and Agriculture Organization (FAO) melalui Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara sejak 2014.

“Para petani yang terhimpun dalam kelompok tani, menyediakan lahan khusus untuk belajar teknik-teknik pertanian dengan mengadopsi teknik pertanian konservasi pada lahan mereka,” katanya.

Dia menyebutkan, saat ini tercatat sebanyak 4.586 dari 5.265 anggota kelompok tani setempat telah menerapkan teknik pertanian konservasi di lahan mereka masing-masing. Bupati dua periode ini juga mengapresiasi upaya kerja sama tersebut karena sudah menunjukkan manfaat bagi para petani di daerah itu.

“Rata-rata peningkatan hasil panen jagung dua kali lebih banyak dibandingkan dengan metode tradisional untuk luas lahan yang sama,” katanya.

Ray Fernandes mengungkapkan, rata-rata hasil panen jagung dengan teknik pertanian konservasi pada tahun 2017 telah mencapai 4,1 ton per hektare, sementara kalau menggunakan metode tradisional sebanyak 2 ton/hektare. Ini berarti terjadi peningkatan 100 persen hasil panenan jagung bagi petani yang menerapkan teknik pertanian konservasi.

Dia mengaku, peningkatan hasil panen sudah disaksikannya saat panen raya secara simbolis pada hari Rabu (22/3) di Desa Pantae, Kecamatan Biboki Selatan. Desa ini merupakan salah satu dari 43 desa di TTU yang menerapkan teknik pertanian konservasi dengan memanfaatkan lahan seluas 2,57 hektare.

Baca : Diduga Ada Yang Gerakan Dua Kelompok Tani Datang Bersamaan ke DPRD

Ray Fernandes berpendapat, konservasi merupakan salah satu solusi bagi usaha tani lahan kering dengan karakteristik tanah yang kering dan kritis di sebagian besar wilayah TTU. Dengan teknik pertanian konservasi, kata alumnus Fakultas Peternakan Undana Kupang itu, para petani diarahkan untuk dapat menghitung berapa banyak hasil panen dalam setiap kali tanam.

Dalam teknik pertanian konservasi, diterapkan pola tanam baris yang memudahkan petani untuk menghitung berapa jumlah tanaman yang dapat ditanam pada 1 hektare lahan garapan. Selain jagung, para petani juga mendapatkan manfaat dari penanaman kacang-kacangan, seperti kacang pancang, kacang merah, dan kacang untuk menambah persedian dan pilihan konsumsi dalam rumah tangga.

Sementara itu, Ketua FAO Wilayah Provinsi NTT, Ujang Suparman mengapresiasi dukungan pemerintah daerah setempat untuk penerapan pertanian konservasi sejak 2014.

“Pemkab TTU telah menunjukkan dukungan dan komitmen terhadap para petani dalam upaya meningkatkan hasil panen jagung dan taraf penghidupan para petani,” katanya.

Dukungan tersebut, lanjut dia, ditunjukkan dengan keterlibatan para penyuluh dalam mendampingi para petani untuk mendapatkan hasil maksimal. Menurut dia, pada tataran kebijakan, Pemkab TTU juga telah mengintegrasikan pertanian konservasi dalam strategi pengembangan pertanian setempat.

“Kita berharap teknik pengolahan lahan kering pertanian ini ke depan membuat TTU menjadi pusat pengolahan lahan kering di NTT,” tandasnya berharap.