Minimnya Ketersedian Pakan Penyebab Produksi Sapi di NTT Menurun
Laporan Yansen Bau
Atambua, NTTOnlinenow.com – Minimnya ketersediaan pangan menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi sapi di Nusa Tenggara Timur khususnya di wilayah perbatasan Kabupaten Belu. Provinsi NTT secara keseluruhan memproduksi sapi kurang lebih sebanyak 100.000 ekor per tahun, namun dari tahun ke tahun pengembangbiakan ternak cenderung menurun karena kekurangan pakan ternak.
Hal itu disampaikan ahli Peternakan Undana Kupang, Marthin Mulik dalam Focus Group Discussion (FGD) pengembangan produksi ternak sapi bersama Bupati Belu, staf Kementerian Pertanian, Sekda Belu, Dandim 1605/Belu serta Pimpinan SKPD terkait di ruang rapat Bupati Belu, Selasa (14/2/2017).
Dari total jumlah tersebut, jelas Mulik 95 persennya harus beranak, akan tetapi tidak mencapai prosentasi itu karena kurangnya pakan ternak yang berada di wilayah. Sehingga, sapi-sapi ternak yang ada perlu mendapat sentuhan melalui program pemberian nutrisi sehingga bisa beranak.
“Berbagai upaya boleh kita desain reproduksinya, tapi jangan lupa persoalan pakan jadi faktor utama yang harus kita tangani. Tapi apabila tidak diprioritaskan maka produksi sapi di wilayah kita akan tetap menurun,” ujar dia.
Dikatakan, berkaitan dengan itu maka perlu ada rekayasa lahan sehubungan dengan penyediaan pakan ternak dalam mencukupi kebutuhan makanan sapi. Oleh sebab itu, perlu dipilh jenis pakan yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Jangan sampai jenis pakan yang dibudidayakan tidak sesuai kondisi tanah dan iklim suatu daerah.
“Kalau tidak sesuai maka hasil pakan ternaknya tentu tidak akan mencukupi kebutuhan makanan sapai,” ucap Mulik.
Penanggungjawab Upaya Khusus (Upsus) Ketahanan Pangan di Provinsi NTT, Ani Andayani mengatakan peningkatan produksi sapi merupakan salah satu bagian program penguatan pangan Pak Menteri ada penguatan pangan di perbatasan NTT.
Baca : Gubernur NTT Ajak Jaga Kebhinekaan
Ada pilihan Menteri di Belu dan Malaka akan dilakukan suatu program khusus penguatan pangan di perbatasan. Ketetapan dalam audiensi tanggal 6 Februari lalu, di Malaka pengembangan industri jagung sementara di Belu pengembangan peternakan sapi.
“Hasil FGD hari ini ada beberapa pemikiran-pemikiran lain yang antara lain dipertimbangkan untuk ada peternakan sapi, selain kawin alam dan IB. Perbaikan rekayasa padang pengembalaan ketersediaan air juga dukungan teknik lainnya. Nanti masukan dari FGD ini kami melaporkan kepada Pak Menteri Pertanian, kemudian akan melakukan kunjungan kerja kesini dan Malaka,” tutur dia.
Lanjut Ani, cita-citanya kedepan Kabupaten Belu menjadi sentra produksi daging sapi mendukung swasembada pangan nasional dan kedepan bisa diarahkan untuk eksport ke luar negeri. Target produksi sapi di wilayah Kabupaten Belu sebanyak 100 ribu ekor, sementara di Belu sendiri sudah ada program sapi indukan wajib bunting kurang lebih ada 1600, oleh karenanya akan ditingkatkan lagi populasi untuk mendapatkan suatu sentra produksi daging yang menuju swsembada pangan nasional.
Sementara itu Bupati Belu, Willybrodus Lay mengatakan jenis sapi lain yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Belu yakni sapi perah. Terkait hal itu, dirinya telah melakukan koordinasi denga Kepala Desa dan telah ada MoU untuk pengembangan sapi perah yang mana akan dianggarkan lewat dana Desa. Sehingga perlu ada pelatihan dan pendidikan keterampilan bagi para peternak supaya apa yang dikerjakan bisa menghasilkan produksi sapi yang bagus. Penyediaan sapi sebanyak 2 sampai 5 ekor kepada setiap peternak.
“Kami butuh pengadaan bibit sapi perah sebanyak 100 ekor. Tapi apabila kurang kami bisa dibantu 20 ekor saja untuk dijadikan contoh pengembangan produksi sapi,” harap Lay.
Untuk di Belu, penyediaan pakan ternak sudah dilakukan sebelumya di Sonis Laloran, Desa Bakustulama, Kecamatan Tasbar. Luas lahan tersebut kurang lebih 500 ha dan diharapkan Sonis tersebut bisa dijadikan pilot project karena didukung tiga embung dengan kapasitas tampung air sebanyak 16.000 meter kubik yang dibangun Dinas PU.