GMIT Dukung Langkah Pemkab TTU Lakukan Moratorium Penyaluran TKI

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mendukung langkah yang diambil Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah hampir setahun ini melakukan moratorium (pemberhentian sementara) penyaluran tenaga kerja Indonesia (TKI) dari daerah tersebut.

Hal ini disampaikan Ketua Majelis Sinode GMIT, Pendeta Mery Kolimon saat Talkshow (dialog interaktif) penanganan trafficking di NTT bersama Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandez di Studio Radio Suara Kasih GMIT Kupang, Kamis (29/12/2016) petang.

Menurut Pendeta Mery, kebijakan Pemerintah Kabupaten TTU terkait moratorium tenaga kerja ini perlu diapresiasi. Karena hal itu dimaksudkan guna mempersiapkan tenaga kerja yang profesional dan terampil sebelum disalurkan untuk bekerja ke luar daerah lain.

“Langkah yang diambil Pemerintah TTU ini menunjukkan kesungguh-sungguhan pemerintah daerah dalam memerangi perdagangan manusia yang masih marak di NTT umumnya dan khususnya di TTU,” katanya.

Pendeta Mery juga mengungkapkan, sesuai data atau catatan GMIT sampai Desember 2016, sudah sebanyak 51 korban TKI asal Nusa Tenggara Timur yang meninggal dunia di luar negeri. Selain itu, banyak yang pulang dengan kondisi yang memprihatinkan.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya bersama masyarakat sipil maupun LSM setempat terus meminta pihak pemerintah agar tanpa henti memerangi praktek perdagangan manusia di provinsi kepulauan itu.

“Harus ada upaya serius dari masing-masing pemerintah daerah kabupaten maupun provinsi untuk menangani kedaruratan perdagangan manusia seperti dilakukan pemerintah TTU dengan kebijakan moratorium,” ujarnya.

Pendeta Mery berpendapat, tugas negara melalui pemerintah daerah adalah memastikan bahwa calon tenaga kerja yang akan disalurkan bisa mendapat perlindungan terbaik. Calon tenaga kerja yang diberangkatkan ke luar negeri dengan pendidikan dan keterampilan yang terbatas maka rentan menjadi korban perdagangan manusia.

“Jika hal itu terjadi berarti negara dan kita gagal menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang,” tandasnya.

Baca : Sepanjang Tahun 2016 Ada 50 TKI/TKW Asal NTT Tewas Di Luar Negeri

Dia menambahkan, itu sebabnya pihak gereja pun sebisa mungkin terus berupaya mengurangi praktek perdagangan manusia melalui upaya pencegahan, pendidikan dan penyadaran, pendampingan maupun rehabilitasi terhadap korban.

Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Sau Fernandez mengatakan, kebijakan moratorium tersebut sudah diberlakukan selama satu tahun sejak Januari 2016, sambil mempersiapkan Balai Latihan Kerja (BLK) yang segera dibangun mulai tahun 2017 mendatang.

“Langkah itu (moratorium) harus saya lakukan untuk mencegah agar masyarakat saya tidak terus-menerus menjadi korban perdagangan manusia,” katanya.

Menurut Ray Fernandez, sapaan untuk Bupati Raymundus Sau Fernandez, dalam tahun 2016 sudah tercatat 7 orang dari TTU yang meninggal di luar negeri yang sebelumnya diberangkatkan secara ilegal.

Dia mengakui, meskipun kebijakan moratorium mendapat pertentangan dari pihak tertentu terutama perusahaan jasa ketenagakerjaan, namun menurut dia, hal itu dilakukan untuk menjaga agar masyarakatnya tidak diperlakukan secara semena-mena di tempat kerja.

Bupati dua periode itu mengatakan, moratorium TKI tersebut masih terus dilakukan hingga dua sampai tiga tahun ke depan sambil menunggu kesiapan BLK, karena perannya sangat penting sebagai tempat membina keterampilan kerja sesuai dengan potensi yang dimiliki calon tenaga kerja, seperti menjadi tukang, pembantu rumah tangga, mekanik, penjahit, petani, peternak dan lainnya.

Dia menambahkan, setelah BLK tersebut selesai dibangun maka pihaknya akan mengundang berbagai pihak yang berkompeten dari perguruan tinggi, LSM, maupun gereja untuk menentukan kurikulum terbaik yang diterapkan di BLK tersebut.