RPK dan Komnas Perempuan Akan Gelar HKTP Selama 16 Hari

Bagikan Artikel ini

Laporan Nyongki Mauleti
Kupang, NTTOnlinenow.com – Komnas Perempuan Bekerjasama dengan RPK akan menggelar Kampanye, Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, (HKTP) yang dilakukan selama 16 terhitung sejak 25 November 2016, dan akan berakhir 10 Desember 2016. Kegiatan Kampanye anti kekerasan perempuan akan diawali dengan dialog publik di Radio Suara Kabupaten Kupang (RSKK) yang akan berlangsung Jumat (25/11/2016).

Demikian dikatakan Direktris RPK, Libby Sinlaeloe, saat memberikan keterangan pers, Kamis (24/11/2016), di Kantor RPK Kupang.

Libby mengatakan, kampanye selama 16 hari perlu dilakukan mengingat Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi dan telah menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian yang serius oleh smua elemen baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Realitas makin maraknya kasus kekerasan seksual merupakan persoalan serius yang dihadapi keluarga, masyarakat, pemerintah dan negeri ini yang perlu menjadi perhatian semua pihak.

Setiap orang rentan menjadi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak-anak, baik anak laki-laki terlebih lagi anak perempuan. Kekerasan seksual terhadap perempuan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sementara belum terdapat instrument hukum yang komprehensif dan berprespektif korban yang dapat memberi perlindungan maksimal bagi perempuan korban kekerasan.

Dikatakan, Dalam Catatatan Akhir Tahun 2015 (CATAHU 2015), Komnas Perempuan memberikan catatan penting dan menyimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan memperlihatkan pola meluas, tidak hanya terjadi dalam ranah domestik atau rumah tangga maupun dalam relasi perkawinan tetapi meluas di masyarakat umum, maupun yang terdampak dari kebijakan negara.

“Karena itu Komnas Perempuan menilai penting agar negara hadir secara maksimal untuk terlibat dalam pencegahan, penanganan, serta tindakan strategis untuk menjamin rasa aman terhadap perempuan korban. Komnas Perempuan membagi persoalan kekerasan terhadap perempuan menjadi 3 wilayah/ranah, yaitu: Kekerasan Personal (KDRT/Relasi Personal), Ranah Komunitas, dan Ranah Negara. Sebagai contoh di ranah Ranah Komunitas: Sebanyak 31% (5.002 kasus), dan jenis kekerasan terhadap perempuan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%), sama seperti tahun sebelumnya (data 2014 dan data 2013),” ujarnya.

Dikatakan, Untuk tahun ini jenis dari bentuk kekerasan ini adalah perkosaan (1.657 kasus), pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus). Sungguh fakta yang memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian semua pihak.

Dia mengatakan, Sementara itu di tahun 2016 Rumah Perempuan Kupang juga mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang selama kurun lebih 10 bulan di tangani mencapai 291 kasus yang terjadi.

Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak ini bukan merupakan angka yang representative untuk semua perempuan dan anak korban kekerasan yang terjadi di wilayah Kota Kupang karena masih tersedia lembaga lain yang memberikan layanan bagi perempuan dan anak. Dari total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini terdapat 35 kasus adalah kasus kekerasan seksual.

35 kasus kekerasan seksual ini, lanjut Libby, terdapat 11 kasus perkosaan dan 24 kasus percabulan, sementara itu dari 35 korban kekerasan seksual ini terdapat 85% korban adalah anak – anak, disisi lain pelaku kekerasan seksual 95% adalah orang yang di kenal cukup baik oleh korban. Dari sekian banyak pelaku terdapat 20% pelaku adalah ayah kandung dari korban yang di harapkan menjadi penlindung dari korban dan yang lebih miris lagi dari 85% anak korban kekerasan seksuai terdapat 9 orang anak hamil dampak dari kasus kekerasan seksual dan menjadi ibu sebelum waktunya serta putus sekolah.

Sementara itu masih minimnya bentuk perlindungan yang di berikan kepada korban, sulitnya korban mengakses layanan hukum, medis, psikologis serta pastoral. Proses pemulihan korban juga di upayakan oleh korban sendiri sehingga berdapak pada cara pandang yang masih mempersalahkan diri sendiri dalam situasi tersebut, kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat untuk proses pemulihan serta jeratan hukum yang belum maksimal terhadap pelaku berdampak pada semakin terpuruk korban. Sungguh fakta yang memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian semua pihak.

Menurut Libby, Fakta di atas memberikan gambaran bahwa negara belum memberikan perlindungan dan pemulihan secara optimal bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Pemenuhan hak hak perempuan masih tenggelam oleh kepentingan kepentingan lainnya. Oleh karena itu salah satu upaya dalam memberikan perindungan kepada perempuan dan Anak, terutama kekerasan seksual, maka perlu didorong ada kebijakan yang dapat memberikan perlindungan kepada korban, yakni saat ini di tingkat nasional sedang didorong pengesahan RUU KS.

Rumah Perempuan salah satu FPL yang ada di Indonesia bersama dengan 115 FPL yang tersebar di 16 Propinsi, bersama dengan KPPA RI terus membangun komunikasi dengan pihak pihak terkait untuk bersama mendorong pengesahan RUU tersebut.

Selain itu, kata Libby, Rumah Perempuan Kupang tetap melakukan upaya upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif untuk kasus kasus kekerasanterhadap perampuan dan anak, terutama kekerasan seksual yakni masih terus mengkampanyekan Pentingnya Peran Negara dalam memberikan penaganan, perlindungan dan pemulihan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Agenda kampanye 16 HKTP ini berupa: Pemilihan Duta Traffiking Kabupaten Kupang, Kampanye Akbar Kabupaten Kupang, Siaran Radio di RRI Kupang dan RSKK, Dialog Publik, Campanye HAM dan Pemasangan spanduk di tempat strategis diwilayah kota Kupang. Kegiatan campanye 16 HKTP ini merupakan seruan dan menggalang dukungan semua pihak untuk memberikan perlindungan dan mendukung pemulihan bari korban serta Bergerak bersama untuk Penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Pada kesempatan itu Libby mengaku, dalam kampanye HKTP, RPK dan Komnas Perempuan akan meminta DPRD Propinsi NTT perlu mendorong DPR RI untuk memprioritaskan Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di tahun 2017 dan membahasnya dengan menggunakan kerangka HAM.

Pemerintah diminta memberikan perlindungan yang komprehenfif dan berkualitas Untuk APH memberikan layanan yang sesuai mandat UU no 35 tahun 2014. Masyarakat sipil perlu intensif melakukan upaya – upaya pencegahan terhadap persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak dan juga melakukan fungsi control serta perlindungan terhadap korban kekerasan , terutama kekerasan seksual.