Lelang By Desain RSP Ponu, Selain Permainan Waktu, Ada Indikasi Pemalsuan SPT dan Audit Akuntan Publik

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Tender Pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Ponu, desain Perencanaan untuk kegiatan Kontraktual Reguler Tematik RS Pratama Ponu, masih dipertanyakan sejumlah rekanan.

Berawal dari dugaan adanya permainan waktu Pembuktian oleh Pokja melalui Undangan Klarifikasi Kualifikasi, hingga syarat kewajiban Laporan Pajak Tahunan dan Audit Akuntan Publik.

WT, sumber terpercaya menyebutkan 7 masalah utama Lelang by Desain RS Pratama Ponu.

“Ada enam masalah yang kita angkat dan perlu jadi perhatian Aparat Penegak Hukum (APH)”, kata WT.

Pertama, Banyak perusahaan yang tidak menghadiri undangan klarifikasi kualifikasi.

“Karena waktu yang begitu singkat dugaan mainan panitia untuk meloloskan rekanan jagoannya yang sudah dihadirkan di TTU sebelum undangan dikeluarkan”, kata WT.

Foto : Undangan Klarifikasi Kualifikasi yang terlambat masuk ke email rekanan.

Menurutnya, waktu efektif cuma 9 jam, padahal banyak perusahaan yang mememenuhi syarat. Namun permainan waktu dari panitia, menggugurkan puluhan rekanan yang akan ikut mendaftar.

Baca juga : Tender Desain Perencanaan Kontraktual Reguler Tematik RSP Ponu, Bakal Disanggah Puluhan Rekanan 

Kedua, terkait syarat yang sangat mengada – ada dari Pokja, yakni Kewajiban Perpajakan Tahun Pajak terakhir (SPT) Tahunan tahun 2021 dan Laporan Keuangan dari Akuntan publik tahun terakhir (tahun 2021).

“Permintaan dari panitia untuk SPT tahun 2021 itu tidak ada dalam aanwijzing tetapi wajib dilampirkan saat Undangan Klarifikasi Kualifikasi dari Pokja”, kata WT.

Ia mengungkapkan, saat tender ulang syarat diperberat. Namun ketika rekanan bisa memenuhi syarat itu, panitia malah menggunakan jurus lama yakni SPT 2021.

Ketiga, Ada perusahaan yang sudah hadir di TTU sebelum undangan dikeluarkan.

“Diduga perusahaan – perusahaan yang dianggap ‘Pengantin’ nya panitia itu, sudah hadir di TTU sebelum undangan dikeluarkan. Artinya 1 perusahaan dari luar itu dibawa oleh orang lokal yang nota bene adalah orang dalam juga. Lalu dua perusahaan itu memang sudah kolaborasi dengan pokja melalui pihak ketiga”, lanjut WT.

Ia menuding proyek ini sudah bermasalah sejak awal.

“Dari proses Pra Desain, Master Plan Desain itu sudah bermasalah. Ini karena PPK terlalu menggampangkan Konsultan Pra Desain dan Master Plan. Padahal sebenarnya ini yang menjadi kunci utama”, protesnya.

Ia juga meminta APH untuk memeriksa dokumen Pra Desain dan Master Desain awal, yang dikerjakan dua perusahaan yang menang, yakni CV. Yerrof dan CV. Geometri Pratama.

Keempat, menyangkut Laporan SPT dan Audit Akuntan Publik yang mendahului regulasi.

“Memangnya perusahaan punya link bagus di kantor pajak? Sehingga Laporan SPT nya mendahului regulasi. Dan Audit Akuntan Publik juga lebih cepat. Kita juga minta APH bisa bekerja sama dengan pihak Pajak untuk mempertanyakan perusahaan – perusahaan yang lengkap dengan Laporan SPT 2021 dan laporan keuangannya”, sambung salah satu rekanan.

Kelima, Ada praktek pinjam Bendera.

“Diduga dua CV yang pinjam bendera dari desain awal dan Master Plan jagoan mereka, adalah CV. Geometry Pratama dengan Direkturnya Handi Christ Mumu, ST dan CV. Yerrof, Deddy H.S Messah, ST.
APH perlu memanggil Pokja dan sita Dokumen Non Lelang dua paket Pra Desain RS Pratama Ponu dan Paket Pembuatan Master Plan”, sambung rekanan lainnya.

Keenam, Track Record Pokja, PPK dan KPA ‘buruk’.

“Apakah di TTU sudah tidak ada orang lain lagi yang bisa secara profesional menangani proyek – proyek ini”, tanya rekanan.

Ia kemudian membeberkan proyek – proyek bermasalah di TTU yang melibatkan PPK, Pokja dan KPA yang sekarang terlibat dalam proyek pembangunan RSP Ponu.

“Proyek pengadaan Alkes di RSUD Kefamenanu, proyek Puskesmas Inbate dan Bronjong di dua kecamatan, kemudian proyek pembangunan fisik di Dinas Pariwisata yang belum selesai hingga sekarang yang melibatkan KPA, PPK dan Pokja. Mereka adalah orang – orang bermasalah yang tetap dipakai dalam proyek – proyek pemerintah, ada apa?” tanya rekanan.

Atas dugaan tindakan kesewenang – wenangan pejabat penyelenggara negara, para rekanan juga meminta APH untuk menindaktegas para pelaku yang selama ini sebagai spesialis proyek Dinkes.

“Ini mega proyek, bersumber dari DAK Afirmatif Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2022 yang sebenarnya kejar waktu. Waktu tayang 1 Tahun Anggaran tapi mereka bermain – main begini. Diduga kuat perbuatan kesewenang – wenangan pejabat penyelenggara negara ini berindikasi pada korupsi berjemaah. Proyek ini perlu dievaluasi kembali”, kata rekanan.

Sebelumnya diberitakan, Ketua DPD II Golkar Kabupaten TTU, Kristoforus Efi diduga terlibat Intervensi Proyek Pembangunan RSUP Ponu, yakni Pengadaan Alat – alat Kesehatan.

Proyek tersebut bersumber dari DAK Afirmatif Bidang Kesehatan TA 2022 senilai Rp 50 miliar. Dari jumlah itu, Rp 9 miliar dialokasikan untuk pengadaan Alkes.

Diketahui proyek Pembangunan RS Pratama Ponu ini masuk dalam Perda RPJMD Bupati dan Wakil Bupati TTU Periode 2021 – 2026 yang mana Bupati TTU sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar TTU, sehingga Partai Golkar lewat jaringannya di Pusat khususnya Komisi IX DPR RI yang membidangi Kesehatan.

Atas dugaan intervensi, Kristoforus Efi selaku Ketua DPD II Golkar TTU yang dikonfirmasi NTTOnlinenow.com belum lama ini mengaku pernah bertemu dengan Ketua Pokja PBJ, Antonius Abatan, Konsultan Perencana yang mendesain RS Pratama Ponu, Melky Lopes dan staf serta salah satu rekan mitra Konsultan yang berasal dari Kupang di rumah Ketua Pokja Antonius Abatan belum lama ini.

Kuat dugaan, proyek ini sudah disetting dari awal oleh Pokja, PPK, KPA dan Konsultan Perencana, Melky Lopes yang dipakai dua Perusahaan, CV Yerrof dan Geometri Pratama”, kata rekanan.

Foto : Kewajiban Perpajakan Tahun Pajak terakhir (SPT) Tahunan tahun 2021 dan Laporan Keuangan dari Akuntan publik tahun terakhir (tahun 2021).