Fakta Sidang Kasus Unimor, Tercium Aroma Korupsi. KMH : Saya Ingin Kasusnya Terang Benderang, Jangan Ada Yang Ditutupi
Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Sidang perkara gugatan Yayasan Pendidikan Cendana Wangi (Sandinawa) terhadap Rektor Universitas Timor (Unimor) berlangsung seru.
Pasalnya, sejumlah fakta mencuat dalam persidangan hingga Ketua Majelis Hakim (KMH), I Made Aditya Nugraha, S.H.,M.H. mengatakan mencium aroma korupsi di dalam lembaga Unimor dan Yayasan.
Aroma korupsi yang tercium justru terbongkar dari keterangan – keterangan yang dilontarkan sendiri oleh saksi Sirilius Seran, mantan Rektor Unimor periode 2010 – 2018 saat dihujani pertanyaan menohok oleh KMH dan dua hakim anggota lainnya, terkait pertanggungjawaban penggunaan dana hibah sebesar Rp4 miliar yang disengketakan.
Salah satu fakta yang terungkap yakni pencatatan keuangan yang diakui saksi Sirilius Seran amburadul dan salah karena tidak mengikuti kaidah akuntansi.
Baca juga : Dua Saksi dihadirkan Dalam Sidang Kasus Unimor. Keterangan Saksi Prof. Sirilius Seran Menguntungkan Tergugat
Selain itu terungkap dana hibah yang seharusnya dipakai membiayai operasional kantor Unimor dan membayar gaji pegawai juga dipinjamkan ke dosen – dosen tertentu yang berangkat sekolah dan dinyatakan sebagai pinjaman yang harus dikembalikan. Faktanya hingga saat ini tidak dikembalikan ke rekening Rektor Unimor.
“Ini sudah ada indikasi korupsi. Kasih biaya sekolah, sudah ada perjanjian untuk dikembalikan, tapi tidak dilaksanakan. Catatan keuangan juga tidak jelas, biaya yang harusnya bisa dikembalikan dianggap biaya yang tidak bisa dikembalikan dan dinyatakan nol dalam pencatatan keuangan. Ini sudah dua sisi yang bertentangan, lama – lama ada penyelewengan nih. ada indikasi korupsi di sini!” tandas KMH, I Made Aditya Nugraha, S.H.,M.H. berulang kali.
Dijawab saksi Sirilius Seran, dalam konteks itu ada biaya yang bisa dikembalikan dan ada yang tidak bisa dikembalikan (biaya tetap).
Jawaban saksi Sirilius semakin mengundang amarah KMH.
“Kalau begitu ya dana yang bisa dikembalikan harus dikembalikan, bukan dijadikan dana yang tidak bisa dikembalikan dan dibuat pencatatan keuangannya nol. Masa’dana yang bisa dikembalikan dinyatakan nol !? Ini jangan dijadikan kebiasaan ya pak! Dimana aturannya itu”, tandas KMH dengan nada agak tinggi.
Kembali ditanyai KMH, jumlah dana yang belum dikembalikan ke rekening dari pinjaman biaya sekolah para dosen. Namun saksi menjawab, tidak ada.
“Kalau tidak ada, kenapa orang mau membuat surat kesanggupan untuk mengembalikan dana pinjaman biaya sekolah? Kenapa tidak diproses agar dikembalikan”? Tanya KMH lagi.
Saksi Siriliuspun membela diri dengan mengatakan sebenarnya hanya berbeda dalam hal pencatatan keuangan saja. Laporan pertanggungjawaban untuk Yayasan dianggap tidak ada masalah tapi oleh SPI dikatakan ada temuan.
“Pak orang ekonomi loh. Belajar ilmu akuntasi loh, pak!
Ilmu akuntansi di Amerika dan Indonesia sama. Pencatatan keuangan debit kredit sama. Bagaimana anda mengatakan ada pencatatan keuangan yang berbeda !” Tandas KMH.
Saksi Sirilius terdiam.
“Ilmu akuntasi di dalam dan luar negeri sama tidak!”tanya KMH dengan nada makin meninggi, itupun tidak dijawab saksi Sirilius.
Sirilius hanya mengatakan, sebenarnya ada yang dikembalikan dan ada yang tidak kembalikan.
Jawaban saksi Sirilius mendapat pertanyaan balik KMH.
“Kalau begitu, berapa jumlah dana yang dikeluarkan untuk pembiayaan sekolah para dosen? Biar kita buka – bukaan di sini, biar diketahui jelas”, ungkap KMH.
“Sekali lagi, saya tidak tahu persis jumlahnya. Lagi pula itu sudah terlalu lama jadi saya tidak ingat”, jawab saksi Sirilius dengan nada turun.
“Kan saudara meenjabat sebagai Rektor waktu itu. Rektor harus tau semua, apalagi masalah keuangan masuk dalam gugatan ini. Yang namanya ada uang Yayasan, berarti ada sistim pembukuannya, ada cash flow nya yang harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip – prinsip ekonomi dan pencatatan – pencatatan akuntansi yang baku. Rektor harus tau berapa dana yang digunakan untuk membiayai sekolah. Berapa dana yang belum dikembalikan. Karena ini berkaitan dengan sisa dana yang disengketakan sekarang. Ingat ini pak, saya ingin semua terang benderang dalam persidangan ini karena berkaitan dengan obyek yang disengketakan”, kata KMH, I Made Adiyta Nugraha, kembali mengingatkan.
Ia juga memperingati saksi, sebagai seorang Rektor dan seorang ilmu ekonomi tidak dibenarkan membiarkan pencatatan – pencatatan keuangan yang tidak benar.
“Sebagai seorang Rektor saat itu, anda seharusnya jangan membiarkan pencatatan – pencatatan keuangan berjalan terus tanpa mengikuti kaidah akuntansi “, pungkas KMH.
Akhirnya saksi Sirilius mengaku, ia sudah lama mengikuti kebiasaan pencatatan yang salah itu.
Sontak ketiga hakimpun tertawa, sesaat terdengar pula desas desus pengurus Yayasan yang hadir dalam persidangan tersebut. KMH menanyakan, apakah kebiasaan yang dipertahankan adalah kebiasaan yang salah atau benar menurut ilmu ekonomi.
Saksi mengakui adalah kebiasaan yang salah namun terkesan menyudutkan pihak Yayasan dengan mengatakan semua pencatatan mengikuti format yang disodorkan Yayasan .
“Tetapi yang kami pakai adalah pencatatan keuangan berdasarkan format yang dibuat oleh pemilik dana yakni Yayasan.
Kami sendiri memang tidak memiliki cash flow yang sesungguhnya dalam akuntasi itu. Kami hanya melakukan pencatatan sederhana aliran uang masuk dan keluar”, aku saksi Sirilius.
“Ya, inilah sumber kekisruhan dana sisa itu…..inilah sumber kekisruhan….inilah sumber kekisruhan”, tegas KMH berulang kali.
Dijelaskan KMH, “Andaikata pembukuannya benar dan tidak mengikuti kebiasaan yang salah tidak akan ada gugatan ini”, tandas KMH.
Untuk yang kesekian kalinya, KMH bertanya lagi, terkait jumlah dana sisa di rekening Rektor.
“Semestinya yang ada harus Rp1,7 miliar itu”, jawab saksi Sirilius.
Akibat dari pencatatan keuangan yang amburadul, Rektor sendiri sampai tidak mengetahui berapa besaran uang yang ditransfer ke rekening Rektor secara bertahap, sesuai isi gugatan penggugat.
Rektor hanya mengetahui dihibahkan uang sebesar Rp4 miliar oleh Yayasan tetapi dalam isi gugatan disebutkan hibah uang dari Yayasan ke Unimor dilakukan secara bertahap. Sehingga totalnya bukan hanya Rp4 miliar tapi hampir mencapai Rp5 miliar lebih.
Memperhatikan fakta rekening Rektor dengan sejumlah uang saldo RP. 1,783.675.394,- yang menjadi obyek sengketa gugatan para Penggugat, yang mana selama ini rekeningnya dipegang /dikuasai oleh mantan Rektor Prof. Dr. Sirilius Seran, SE, MS tersebut, maka bila dihubungkan dengan Laporan Hasil Audit Ristekdikti tahun 2019, jelas dapat diketahui dengan pasti bahwa dana hibah Yayasan Cendana Wangi Kepada Unimor sebagai Perguruan Tinggi Negeri sebesar Rp.4.000.000.000 tersebut telah dipergunakan sebanyak RP. 3.804.827.519,-
Maka sesungguhnya sisa/saldo dalam rekening Rektor sebesar Rp.4.000.000.000, adalah Rp.195.172.481,- “.
Bahwa oleh karena itu, sisa /saldo dana dalam rekening Rektor sebesar RP. 1.783.675.394,- tersebut, sesungguhnya tidak berasal dari dana hibah Yayasan Cendana Wangi semata, akan tetapi juga berasal dari operasional pos penerimaan Lain-lain (yang bukan sebagai dana hibah semata).
Di sisi lain, dalam sidang pemeriksaan Kamis (16/09/2021) lalu, Melkias Takoy selaku Kuasa Hukum Rektor Unimor, Stefanus Sio juga mencecar ketegasan dari saksi Sirilius Seran terkait aturan yang dipakai sehingga sampai dengan melepas masa jabatannya sebagai Rektor Unimor, saksi Sirilius tetap merasa berhak menguasai Buku Rekening Rektor Unimor dan uang sisa dana hibah yang sudah menjadi obyek sengketa.
Berita terkait : Replik Penggugat Sebut Mantan Rektor Unimor Tetap Berhak Kuasai Rekening Rektor Stefanus Sio dan Pendukungnya Dituding Hendak Manfaatkan Uang Rp1,7 M
“Saya masih berhak menguasai Buku Rekening Rektor Unimor karena slipnya masih ditandatangani oleh saya”, tegas Sirilius tanpa menjelaskan aturan mana yang membenarkan seorang mantan Rektor masih berhak atas Buku Rekening Rektor yang seharusnya sudah diserahkan ke Rektor pengganti untuk perubahan specimen.
Alasan lain juga disampaikan Sirilius, bahwa Rekening Rektor Unimor adalah Rekening bawaan saat Unimor masih berstatus PTS jadi ketika sudah di PTN pun ia masih bertanggungjawab penuh walaupun sudah diserahkan ke Negera.
“Jadi ada dugaan anda seenaknya mengelola uang tersebut karena merasa masih bertanggungjawab? Sampai kapan anda menguasai Buku Rekening dan sisa dana hibah itu padahal anda sudah tidak menjabat lagi sebagai Rektor”, tanya Melkias Takoy.
Dijelaskan saksi Sirilius bahwa tanggungjawabnya baru akan berakhir setelah LPJ dinyatakan tidak ada masalah oleh SPI barulah buku rekeningnya dikembalikan.
Terkait keterangan yang dinilai tidak dipayungi dasar hukum yang jelas, terungkap juga masalah Laporan Pertanggungjawaban penggunaan keuangan yang belum rampung.
Saksi bersikeras tidak bisa mengembalikan Buku Rekening ke Yayasan karena LPj belum rampung. Oleh SPI masih ada temuan. Tetapi saat Rektor Stefanus Sio digugat, saksi Sirilius “buru – buru” mengembalikan buku rekening tersebut tanpa disuruh oleh pihak manapun. Saksi menyerahkan Buku Rekening dimaksud pada tanggal 28 Juli 2021.
“Siapa yang menyuruh saksi mengembalikan buku rekening itu padahal menurut saksi sendiri belum bisa diserahkan karena LPJ belum rampung”, serang Melkias dalam pertanyaannya.
“Tidak ada yang menyuruh saya, saya hanya melihat waktunya tepat sehingga saya kembalikan saat itu”, balas saksi Sirilius.
“Apakah Yayasan tahu anda yang memegang buku rekening tersebut?” tanya Melkias lagi.
“Ya tahu”, jawab saksi Sirilius.
“Lalu mengapa kalau Yayasan tau anda yang memegang Buku Rekening itu, Yayasan tidak meminta kepada anda malah menggugat Rektor Stefanus Sio yang tidak tahu menahu soal Buku Rekening dan sisa saldo uang Yayasan, untuk dikembalikan. Anda juga tau dan bersikeras bahwa sisa dana hibah itu adalah uang Yayasan, mengapa tidak anda kembalikan”? tanya Melkias.
Lagi – lagi saksi Sirilius tidak dapat menjawab pertanyaan kuasa hukum tergugat.
Diduga ada konspirasi antara pihak penggugat dan saksi, sebagai dosen pada Fakultas Ekonomi Bisnis Unimor yakni ingin menguasai sisa dana hibah sebesar Rp1,7 miliar dengan dalil Yayasan membutuhkan dana untuk pembangunan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIKUM).
Faktanya telah bocor informasi yang diumumkan pihak tertentu dari Fakultas Ekonomi Bisnis. Bahwa pihak Yayasan telah memutuskan untuk membagi – bagikan sisa dana hibah tersebut kepada para pekerja dan keluarga masing – masing. Dalam pengumuman yang dikeluarkan itu, oleh Para penerima juga diminta melampirkan permohonan dengan mengisi biodata serta mencantumkan keterangan lama mengabdi, karya monumental dan dana yang diminta.
Persyaratan lain, surat permohonan tersebut wajib ditandatangani di atas meterai dan disertakan surat yang isinya tidak akan menuntut atau tidak akan membagi sebagian yang diterima kepada sejawat yang tidak menerima dana tersebut.
Informasi pembagian dana sisa hibah itu sudah pernah dikonfirmasi langsung ke Ketua Yayasan, Fransiskus Uskono.
Kepada NTTOnlinenow.com, Fransiskus Uskono justru terkejut karena sebagai pemilik uang harusnya hal itu diumumkan oleh pihak Yayasan jika ada niat membagikan sisa dana hibah tersebut, bukan oleh pihak lain apalagi orang – orang tertentu dalam Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Timor.
Uskono juga mengaku saksi Sirilius Seran ketika masa jabatannya berakhir, pernah mendatangi kantor Sandinawa pada tahun 2019 dan menyampaikan secara lisan bahwa uang sisa dana hibah masih ada sebesar Rp, 1,7 miliar.
Kepada media ini, Uskono juga membenarkan informasi, bahwa saksi pernah meminta pihak Bank (Pimpinan Bank BRI saat itu) untuk mentransfer dana sisa hibah ke rekening Yayasan namun pihak Bank menolak dengan alasan harus sepengetahuan Rektor Universitas Timor. Pasca meninggalnya Rektor Armoldus Klau Berek, Plt Rektor, Krisantus Tri P. Raharjo, juga disebut pernah didekati saksi Sirilius untuk menyetujui transferan dimaksud. Namun ditolak Plt Rektor lantaran pihak Unimor sementara berperkara terkait uang hibah Yayasan.
Bahkan hingga Unimor dibawah pimpinan Stefanus Sio pun, ia tidak memegang Buku Rekening Rektor Unimor dimaksud.
Sejak Stefanus Sio dilantik menjadi Rektor di bulan Juni 2020 Periode 2020 – 2024, buku rekening dan sisa dana hibah itu masih berada dalam penguasaan mantan Rektor Sirilius Seran yang kini hadir sebagai saksi dalam sidang gugatan yang diajukan Yayasan.