Pasar, Tempat Mencari Uang Rakyat Kecil
Oleh Josephin N. Fanggi
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual. Di pasar, pembeli dapat membeli barang-barang yang dibutuhkannya. Sedangkan, penjual dapat menjual hasil bumi, kreasi, atau usahanya. Tanpa pasar, pembeli tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan penjual tidak dapat memperoleh penghasilan. Oleh karena itu, pasar disebut jantung ekonomi rakyat. Menurut cara transaksinya, pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar moderen. Pasar tradisional adalah pasar yang menjual barang kebutuhan pokok dan terdapat tawar menawar antara penjual dan pembeli. Sedangkan pasar moderen adalah pasar yang barang-barangnya dijual dengan harga pas dan layanan sendiri, seperti mall, supermarket.
Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah provinsi yang penduduknya banyak bekerja di lapangan usaha pertanian (pertanian sawah, peternakan, perikanan, dan kehutanan). Hal ini terlihat dari lapangan pekerjaan utama penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu (data Sakernas tahun 2017) terbanyak adalah di lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Hal ini bisa terlihat juga dari Produk Domestik Regional Bruto penduduk provinsi ini yang terbesar berasal dari lapangan usaha pertanian.
Hal ini menunjukan bahwa banyak produk yang dihasilkan adalah hasil bumi. Ditambah lagi, berdasarkan data Potensi Desa (Podes) Tahun 2018 dalam publikasi Statistik Potensi Desa Indonesia 2018, sebagian besar (3.201) desa dari 3.353 desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sumber penghasilan utama penduduknya adalah dari pertanian.
Oleh karena itu, bisa dikatakan pasar tradisional banyak terdapat di provinsi ini. Pasar ini lebih berperan penting bagi rakyat kecil karena pedagang dapat menjual produknya tanpa syarat yang berat dan biaya yang besar.
Untuk dapat memasarkan produknya di pasar moderen memerlukan syarat-syarat yang cukup sulit. Misalnya produk yang dipasarkan harus berkesinambungan karena adanya kontrak. Penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur masih termasuk penduduk dengan tingkat pendapatan yang rendah. Hal ini terlihat dari tingkat pengeluaran per kapita sebulan penduduk provinsi ini pada tahun 2017 yang terendah dari semua provinsi di Indonesia, yaitu sebesar 681.484 rupiah (www.bps.go.id).
Hal ini berarti pasar tradisional masih diperlukan karena harga barangnya masih dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan adanya tawar menawar di pasar tradisional. Selain itu, pembeli dapat memperoleh barang yang segar.
Namun, permasalahan yang dihadapi sekarang adalah penataan pasar yang kurang baik. Dimana para pedagang tidak diatur tempat jualannya, kondisi jalan yang becek, bau sehingga pembeli kadang enggan berbelanja ke pasar tradisional. Dengan adanya pasar dan dengan penataan yang baik akan meningkatkan perekonomian warga. Selain itu, masalah yang dihadapi adalah adanya pasokan bahan makanan yang diimpor dari luar daerah, padahal banyak lahan yang tidak diusahakan. Penjual lokal yang menjual barangnya umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari (primer).
Hal ini dikarenakan terbatasnya modal, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Penduduk yang mengalami kesulitan transportasi umumnya memenuhi kebutuhannya dengan barter barang. Dengan adanya pasar, penduduk bisa memperoleh uang untuk kebutuhan di luar barang yang dimilikinya dengan menjual produknya dan dapat membeli kebutuhan lainnya.
Selain masalah penataan bagi pasar tradisional yang ada, masalah lain yang dihadapi di provinsi ini adalah tidak adanya pasar. Berdasarkan data Potensi Desa (Podes) Tahun 2018, 2.704 desa dari 3.353 desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur atau 80,64 persen tidak terdapat kelompok pertokoan dan pasar. Tingkat pendapatan penduduk yang rendah menyebabkan kebanyakan desa tidak memiliki sarana pertokoan karena pedagang sulit untuk mengembangkan usahanya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana membangun pasar dan kelompok pertokoan dan mengelola pasar di suatu wilayah.
Perbaikan infrastruktur pasar, kondisi jalan yang berlubang, becek menyebabkan pembeli yang memakai motor kesulitan untuk melewatinya. Selain itu, pengaturan tempat berjualan perlu dilakukan agar terpusat sehingga pembeli dapat membeli kebutuhannya dengan mudah. Ditambah lagi, perlu adanya tempat parkir yang memadai dan tidak terlalu jauh dari tempat penjualan produk. Sanitasi pasar juga perlu diperhatikan.
Kemudahan berjualan di pasar, perlu adanya aturan yang jelas dan mudah bagi masyarakat yang ingin menjual produknya sehingga siapa saja bisa menjual produknya dengan biaya yang dapat dijangkau dan sebisanya gratis. Menghasilkan produk secara berkesinambungan, mengembangkan produk yang beraneka ragam, dan meningkatkan kualitas produk, menghasilkan produk secara berkesinambungan, sehat, dan beraneka ragam memerlukan teknik dan keterampilan tertentu, oleh karena itu diperlukan campur tangan dari pihak pemerintah seperti penelitian potensi pertanian, pelatihan teknik dan keterampilan pertanian, bantuan modal dan bibit.
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan dana desa yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah perlu menjadi jembatan bagi produk-produk penduduk untuk dijual ke tempat-tempat yang membutuhkan, luar daerah misalnya. Sehingga kualitas produk perlu ditingkatkan. Selain itu, dengan beraneka ragamnya produk yang dihasilkan bisa menjaga stabilitas harga produk sehingga mencegah persaingan yang tidak sehat.
Menjual produk-produk yang menjadi andalan provinsi tersebut, kenyataan yang terjadi di pasar yang kita jumpai adalah produk-produk unggulan provinsi kita ini sulit dijumpai di pasar tradisional di daerah lain dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur, seperti kopi arabica flores, jambu mete, padi gogo, dan ubi kayu nuabosi, pisang baranga yang sudah dilepas sebagai varietas nasional dengan nama varietas Kelimutu, kacang merah asal Ngada yang sudah dilepas sebagai varietas nasional dengan nama varietas Inerie. Apabila perekonomian masyarakat telah meningkat maka kelompok pertokoan dapat berkembang.
Penulis Josephin N. Fanggi, S.ST. Adalah ASN di BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur