TPDI NTT Minta PT Nindya Karya Pertanyakan Legalitas Usaha Pertambangan Milik PT Bumi Indah

Bagikan Artikel ini

Maumere, NTTOnlinenow.com – Menurut penjelasan PT. Nindya Karya (Persero) selaku Kontraktor Utama yang sedang mengerjakan Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete yang terletak diantara Desa Ilin Medo dan Desa Werang, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka maka PT. Bumi Indah adalah merupakan Sub-Kontraktor yang berada dibawah naungan atau kendali PT. Nindya Karya (Persero) dalam mengerjakan proyek senilai Rp.849.939.499.000,- tersebut. Selaku Sub-Kontraktor.

Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete, PT. Bumi Indah mendapatkan mandat dari PT. Nindya Karya (Persero) untuk mengerjakan sebagian pekerjaan antara lain yaitu Pekerjaan Galian Tanah, Pekerjaan Galian Batu, Pekerjaan Timbunan Inti, Pekerjaan Timbunan Pasir, Pekerjaan Timbunan Sirtu dan Pekerjaan Timbunan Batu.

PT. Nindya Karya (Persero) juga menjelaskan bahwa untuk mengerjakan sebagian pekerjaan itu PT. Bumi Indah mendapatkan material pasir dan batuan (Galian C) dari hasil suplai para penambang resmi, namun PT. Nindya Karya (Persero) tidak menjelaskan lebih lanjut tentang siapakah para penambang resmi dimaksud dan apa legalitas izin pertambangan yang dimilikinya.

Pada point penjelasan lainnya PT. Nindya Karya (Persero) mendalilkan bahwa tempat penyimpanan material Galian C milik PT. Bumi Indah ada di Desa Wairterang – Kecamatan Waigete sehingga dari lokasi penambangan material Galian C itu diangkut dan diletakkan di lokasi penampungan Material Galian C sementara milik PT. Bumi Indah tersebut agar mudah diangkut ke lokasi Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete menggunakan mobil truk dengan kapasitas besar.

Berdasarkan informasi-informasi dari masyarakat dan kami sedang inventarisir,  maka demi menjalankan pekerjaan Sub-Kontraktor pada Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete itu, PT. Bumi Indah diduga kuat bukan hanya sekedar menerima atau mendapatkan material Galian C dari hasil suplai para penambang, namun PT. Bumi Indah juga diduga langsung melakukan kegiatan penambangan menggunakan alat-alat berat miliknya di wilayah Kecamatan Waigete, padahal kita semua sudah sama-sama mengetahui bahwa PT. Bumi Indah tidak memiliki legalitas berupa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Bahkan kalaupun PT. Nindya Karya (Persero) menyatakan bahwa PT. Bumi Indah hanya sekedar menerima material Galian C hasil suplai dari para penambang dan lalu mengangkut material Galian C dari Kecamatan Waigete ke lokasi Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete maka tetap saja kegiatan berupa pengangkutan material Galian C tersebut sudah termasuk dalam nomenklatur Usaha Pertambangan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menegaskan bahwa Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

Dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maka PT. Bumi Indah selaku Sub-Kontraktor Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete tentu wajib hukumnya untuk memiliki legalitas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Oleh karena itu sebagai wujud peran serta publik yang dijamin konstitusi untuk mengawasi dan memonitor proses pelaksanaan pembangunan di negeri ini maka layaklah apabila kami meminta agar PT. Nindya Karya (Persero) menghentikan ikatan kerja sama dengan pihak-pihak yang telah melakukan usaha pertambangan demi pengerjaan Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete namun pada kenyataannya usaha pertambangan tersebut tidak dilengkapi oleh legalitas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang pada akhirnya justru bisa menimbulkan dampak hukum yang lebih serius.

Apabila PT. Nindya Karya (Persero) kelak terbukti menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan serta pemurnian material Galian C dari hasil usaha pertambangan oleh pihak-pihak yang diduga bukan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau izin-izin lainnya, maka PT. Nindya Karya (Persero) bisa dipidanakan sesuai ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menegaskan bahwa “Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUP Khusus.

Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasai 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 aya t (l), Pasal 74 ayat (I), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Selanjutnya dalam Pasal 163 Undang-Undang dimaksud dinyatakan bahwa dalam hal tindak pidana itu dilakukan oleh suatu badan hukum maka selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan. Badan hukum itu pun dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/ atau pencabutan status badan hukum.

Maumere, 8 Juli 2019

(MERIDIAN DEWANTA DADO, SH – ADVOKAT PERADI/KOORDINATOR TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA WILAYAH NTT/TPDI-NTT)