Fahri Hamzah Minta Pemerintah Siapkan BLK Berstandar Internasional di NTT

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah meminta pemerintah untuk menyiapkan Balai Latihan Kerja (BLK) berstandar internasional di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini disampaikan Fahri dalam pertemuannya dengan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wagub Josef Nae Soi bersama Tim Pengawas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, di ruang rapat gubernur, Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT, Kamis (24/1/2019).

Menurut Fahri, pemerintah daerah harus memberikan dukungan untuk membangun BLK berstandar internasional karena Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Provinsi NTT banyak diminati oleh sejumlah negara seperti Jepang, Singapura dan Taiwan.

“Sebab pekerja kita banyak diminati oleh beberapa negara. Mereka secara khusus menyebutkan bahwa mereka menginginkan orang dari NTT karena dedikasinya, kesetiaannya dan lainnya,” ungkap Fahri.

Dia mengatakan, BLK sangat penting untuk menyiapkan keahlian, penyesuaian diri, keterampilan para pekerja sehingga betul-betul berstandar internasional.

“Kami akan mendorong hal ini, saya sudah mengusulkan agar proposal pemerintah NTT terkait BLK supaya masuk di APBNP tahun 2019,” kata Fahri.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan, Pemerintah NTT saat ini sedang menunda pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan pembenahan terhadap sistem yang ada selama ini, karena provinsi ini banyak mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, tetapi sekaligus juga menerima banyak peti jenazah para pekerja yang meninggal karena berbagai akibat.

“Ini menjadi hal yang sangat serius bagi Provinsi NTT, karena itu kami harus melakukan pembenahan terhadap semua yang ada” kata Laiskodat.

Laiskodat menjelaskan, faktor penarik (pull factor) banyaknya pekerja asal NTT ingin bekerja ke luar negeri karena sebagian pekerja yang pulang kemudian mengajak dengan iming-iming bahwa bekerja di sana sangat menjanjikan dan bisa berhasil.

“Sebagian yang datang mengatakan bahwa jalan saja, karena di sana luar biasa dan berhasil, walupun banyak kegagalan yang tidak dijelaskan,” jelasnya.

Dia menyebutkan, faktor pendorong (push factor) masyarakat ingin bekerja ke luar negeri adalah akibat faktor kemiskinan yang terjadi di desa. Sebagai provinsi termiskin ke tiga di Indonesia, tentu daya tarik untuk mencari kehidupan lebih layak di luar negeri adalah yang paling menjanjikan.

“Ini pun karena adanya pull factor yang menjanjikan keberhasilan-keberhasilan seperti itu. Karena itu, di NTT saat ini kami sangat serius untuk membangun dan ini sangat membutuhkan tenaga kerja yang baik,” ujarnya.

Laiskodat menambahkan, hal paling mendasar dari persoalan tenaga kerja asal NTT di luar negeri adalah mereka dikirim tanpa dibekali dengan keahlian yang mumpuni (unskill).

“Dari aspek komunikasi antarbudaya mereka tidak mengerti, bahkan penguasaan teknologi yang akan mereka operasikan saat bekerja pun tak dipahami, sehingga ini menyebabkan banyak yang mengalami kekerasan dan bahkan hilang nyawa di negeri orang,” tandasnya.