Peringati 16 HAKTP, di Kota Kupang Ditandai Kampanye dan Pembagian Bunga

Bagikan Artikel ini

Kupang, NTTOnlinenow.com – Dalam memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (16HAKTP) yang berlangsung dari tanggal 25 November hingha 10 Desember 2018, Lembaga Rumah Perempuan Kupang, bersama beberapa lembaga dan kelompok lain yakni Pondok Pergerakan, IHAP, Kelompok laki-laki baru dan kelompok perempuan dari beberapa kelurahan di Kota Kupang, gelar kampanye dan pembagian bunga.

Kegiatan kampanye dan pembagian bunga ini digelar, Jumat (7/12/2018) yang dimulai dari jalan Soeharto, tepatnya di depan Fakultas Kedokteran Undana, hingga perempatan lampu merah jalan El Tari depan Kantor Gubernur.

Direksi Lembaga Rumah Perempuan Kupang, Libby Ratuarat Sinlaeloe yang diwawacarai dilokasi kegiatan mengatakan, dalam peringati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan ada beberapa isu yang diangkat yakni kekerasan seksual, human trafficking, perkawinan dini, keterlibatan laki-laki dalam pencegahan kekekarasan terhadap perempuan dan juga kekarasan seksual bagi anak.

“Untuk kekerasan seksual terhadap anak kita lihat makin marak yang dampaknya dapat menpengaruhi fisik, psikis, dan sosial, dimana anak lebih banyak tarik diri baik baik dilingkungan maupun disekolah,” katanya.

Selain itu, lanjutnya kekerasan seksual terhadap anak banyak alat reproduksi yang rusak, sehingga melalui mementum ini masyarakat diajak untuk bersama-sama melakukan pencegahan dan membantu korban kekerasan.

“Saya mengajak untuk bagaimana kita bersama-sama untuk mendengar suara korban kekerasan seksual. Karena tanpa sadar kita melihat banyak kekerasan yang telah dilakukan terhadap perempuan yakni memegang bagian tubuh seseorang seperti bokong, payudara dan candaan yang berbau seksualitas yang membuat orang tidak nyaman.

Perbuatan ini, Kata Libby sering dianggap biasa-biasa saja, padahal itu sudah masuk dalam kategori pelecehan. Bahkan ketika terjadi kekerasan seksual seperti pemerkosaan atau pelecehan kepada perempuan maka yang di salahkan adalah perempuan. Selalu ada anggapan dan asumsi yang menyudutkan perempuan atau korban perkosaan bahwa perkosaan terjadi karena perempuan memakai rok mini, karena perempuan memakai pakaian terbuka, karena perempuan berjalan sendiri di malam hari atau di tempat sepi.

“Kalau perempuan harus menutup auratnya agar tidak diperkosa atau dilecehkan, maka laki-laki harus diapakan agar tidak memperkosa atau melecehkan? Mari kita belajar berpihak pada korban,” jelasnya..

Untuk itu, kata Libby dalam kampanye ini kami Mendukung aparat penegak Hukum untuk menuntaskan berbagai kasus kekerasan seksual terhadap Perempuan di NTT, serta Mendesak DPR RI mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.