Jurnalis Diharapkan Tidak Sekadar Menulis

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Tugas seorang jurnalis tidak hanya sekadar menulis apa yang diamati, dilihat dan didengar, tetapi lebih dari itu diharapkan mampu menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang. Terutama ketika menulis tentang isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).

Hal ini disampaikan Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Agnes Dwi Rusjiyati saat tampil sebagai narasumber pada kegiatan Diskusi Buku “Jurnalis Bukan Juru Ketik” yang diselenggarakan oleh ANBTI Yogyakarta bekerjasama dengan CIS Timor di Kupang, Kamis (13/9/2018).

Menurut Agnes, seringkali yang terjadi yaitu keterbatasan informasi yang dimiliki oleh jurnalis dalam menulis tentang suatu komunitas atau kelompok yang menjadi korban dalam sebuah peristiwa. Sehingga memilih narasumber yang kurang tepat, yang kemudian pernyataan-pernyataan narasumber tersebut justru menjadi pemicu konflik.

“Ketika menulis tentang kelompok- kelompok tertentu, misalkan kelompok keyakinan atau aliran kepercayaan dan juga komunitas kecil lainnya, maka jurnalis harus paham betul siapa yang ditulis, sehingga jangan sampai bukan menyajikan fakta tetapi bisa jadi menulis berdasarkan asumsi semata,” ungkapnya.

Agnes mengatakan, beberapa pengalaman yang terjadi dalam sejumlah kasus mencuat di tanah air, mengakibatkan timbulnya tindakan persekusi bermula dari berita-berita berseliweran di media massa maupun media sosial.

Shinta Maharani, jurnalis yang bekerja sebagai koresponden Tempo dan juga turut menyumbang tulisan dalam buku “Jurnalis Bukan Juru Ketik” mengatakan, jurnalis perlu menggunakan pendekatan khusus ketika menulis tentang isu kebebasan beragama dan berkeyakinan, karena isu tersebut sangat sensitif.

“Perlu pengetahuan yang cukup untuk menulis isu-isu seperti ini, kalau tidak maka berita-berita yang dihasilkan oleh jurnalis bisa semakin menyulut api konflik. Pokoknya, penulisan terkait isu ini harus melewati proses dan pendekatan yang benar,” ujar Shinta Maharani.

Pemimpin Redaksi Harian Kursor, Ana Djukana dalam paparannya menyampaikan, penyuguhan berita tentang keberagaman, bagaimanapun tidak relevan lagi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar jurnalistik seperti cover both side atau netralitas.

“Saya kira tidak cukup lagi hanya itu saja, tetapi ada sejumlah perspektif lain seperti perspektif keberagaman, perspektif damai, hak asasi manusia untuk meliput berita tentang keberagaman. Jurnalis harus membela hak-hak korban, sehingga berbagai perspektif perlu digunakan dalam menulis berita,” katanya.

Koordinator ANBTI NTT, Pendeta Emmy Sahertian menyatakan, kemasan pemberitaan yang kurang tepat bisa mengakibatkan konflik atau kekacauan di tengah masyarakat. Konflik bisa terjadi akibat sistem informasi yang juga bisa dimanfaatkan untuk menciptakan kekacauan yang lebih besar.