Alih Fungsi Lahan Pertanian Jadi Ancaman Ketahanan Pangan
Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Pembangunan pertanian menghadapi permasalahan dan tantangan yang sangat besar terutama tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian sebagai akibat pertambahan penduduk. Alih fungsi pertanian menjadi ancaman terhadap pencapaian ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan.
Hal ini mengemuka dalam lokakarya jurnarlis tentang kedaulatan pangan dan isu manajemen sumber daya alam keadilan ekonomi yang berlangsung di Kupang, Jumat (29/6/2018).
Kegiatan sehari yang diselenggarakan AJI bekerjasama dengan lembaga Oxfam dan AusAid ini menghadirkan narasumber Torry Kuswardono dari LSM PIKUL, Anna Djukana selaku praktisi media dan Zet Malelak dari kalangan Akademisi dan Kepala Dinas Pertanian NTT, Yohanes Tay Ruba yang mewakili unsur Pemerintah.
Koordinator Wilayah AJI Bali Nusa Tenggara, Latif Apriyaman dalam sambutannya mengajak jurnalis untuk peduli akan ketahanan pangan. Menurut Latif, masalah ketahanan pangan masih belum mendapat perhatian.
“Masalah ketahanan pangan sudah jadi pertaruhan besar khususnya seputar sumber daya alam sebab cukup banyak lahan pertanian yang sudah dijadikan sebagai lahan tambang,” ujarnya.
Dosen Universitas Kristen (Unkris) Artha Wacana Kupang, Zet Malelak mengatakan, konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan meningkatnya jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya.
Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif.
“Kita membangun perumahan secara horizontal yang mana berakibat pada pemanfaatan lahan yang cukup luas, sehingga cepat penuh. Padahal semestinya bisa dibangun secara vertikal sehingga lebih menghemat lahan,” ujar
Dia menyatakan, solusi untuk pengembangan produktivitas pertanian adalah melakukan relokasi dengan memasukkan sentuhan teknologi. Karena pertanian bukan soal tanah yang subur atau lahan yang luas, tetapi lebih pada penerapan teknologi tepat guna.
“Selain itu, kedaulatan pangan harus diatur dalam konstitusi atau Undang-undang. Karena konstitusi tidak bisa diubah-ubah, sementara kebijakan bisa berubah setiap saat tergantung pada kepemimpinan,” paparnya.
Sementara itu, Torry Kuswardono dari LSM PIKUL mengatakan, masalah ketahanan pangan muncul akibat banyaknya peralihan lahan pertanian jadi lahan pertambangan. Selain itu, tenaga kerja yang meminati bidang pertanian makin berkurang.
“Minat petani muda sangat rendah dan sesuai hasil survei, minat orang muda usia 18-30 tahun menjadi petani prosentasenya kecil sekali,” katanya.
Ketua AJI Kupang, Alexander Dimoe berharap melalui lokakarya ini, para jurnalis di Kota Kupang mendapatkan pemahaman yang komprehensif sehingga lebih jeli dalam menyoroti isu-isu kepentingan lokal dalam menangani kedaulatan serta kaitannya dengan kebijakan pemerintah.