Kota Kupang Ranking Delapan Inflasi Terendah Nasional

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Secara nasional, perhitungan inflasi dihitung berdasarkan data inflasi pada 82 kota di Indonesia. Kota Kupang menempati ranking delapan, kota dengan inflasi terendah tahun 2017.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Naek Tigor Sinaga sampaikan ini dalam pemaparannya tentang kondisi ekonomi Kota Kupang pada High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah Kota Kupang di ruang rapat Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT, Kamis (18/1/2018).

Menurut Tigor, inflasi Kota Kupang pada bulan Desember 2017 mengalami peningkatan cukup besar namun masih relatif terkendali dibanding tahun-tahun sebelumnya. Secara tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 2,05% (yoy) menjadi capaian inflasi terendah dalam 10 tahun terakhir.

“Secara spasial, ranking inflasi Kota Kupang menempati urutan ke delapan secara nasional. Ini merupakan suatu prestasi bahwa inflasi kita selama tahun 2017 itu relatif terjaga dengan baik,” ungkap Tigor.

Dia mengungkapkan, Secara nasional, ada sekitar 600 sampai 700 komoditas yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data inflasi pada 82 kota di Indonesia, Kota Kupang memiliki bobot 0,59 persen secara nasional atau berkontribusi hingga 86,8 persen dari total inflasi di NTT.

Baca juga : Kelompok Bahan Makanan Picu Inflasi NTT 0,73 Persen

Kelompok Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi kontributor bobot terbesar dalam perhitungan inflasi Kota Kupang, diikuti oleh komoditas bahan makanan dan transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

Jika ditinjau dari inflasi selama tiga bulan terakhir yakni Oktober, November dan Desember 2017, sedikit ada perbedaan karena memang yang merayakan Natal dan Tahun Baru di NTT relatif lebih banyak dibandingkan dengan pada saat Lebaran.

“Sehingga tidak aneh apabila inflasi di penghujung tahun biasanya menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi kita, terutama inflasi yang pertama adalah angkutan udara. Kita mengetahui bahwa arus keluar dan masuk menjadi beban apabila frekuensi penerbangan tidak ditambah,” katanya.

Karena itu, Tigor menganjurkan, agar ke depannya perlu diupayakan agar pesawat-pesawat yang berbadan lebar bisa masuk ke daerah ini. Hal itu dimaksudkan agar dapat menekan inflasi yang disebabkan oleh angkutan udara.

“Pengalaman di Bali kemarin, pada saat lebaran hingga tahun baru, tingkat inflasi pesawat udara mereka relatif terkontrol karena memang ada penambahan perubahan jenis pesawat,” ujar Tigor.