Penyuluh Pertanian Berusia di Atas 35 Tahun Harus Diangkat

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Sebagai ujung tombak di lapangan dalam mewujudkan program pemerintah di bidang swasembada pangan, maka para penyuluh pertanian yang sudah berusia di atas 35 tahun harus diangkat menjadi pegawai negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN) non PNS.

Hal ini dikemukakan Ketua Komisi II DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Patris Lali Wolo kepada wartawan di Kupang, Sabtu (2/12/2017).

Menurut Patris, kendati UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mensyaratkan, bagi Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL- TBPP) yang sudah berusia di atas 35 tahun tidak bisa diangkat menjadi PNS, namun dibutuhkan kebijaksanaan pemerintah. Pasalnya, mereka sudah mengabdi kurang lebih 10 tahun sejak pertama kali direkrut Kementerian Pertanian pada 2007/2008 lalu.

“Kita dorong agar pemerintah mengangkat THL- TBPP yang sudah berusia di atas 35 tahun menjadi pegawai pemerintah/negara dengan dilengkapi fasilitas, gaji, dan tunjangan seperti PNS. Bedanya mereka tidak mendapat jatah pensiun seperti PNS ketika menjalani masa pensiun,” kata Patris.

Wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini menyatakan, harus dipastikan soal adanya alokasi anggaran untuk kegiatan operasional para THL- TBPP. Alokasi anggaran untuk kepentingan itu harus bisa dianggarkan pada tahun anggaran 2018 atau 2019. Jika APBD NTT belum mampu menganggarkan biaya operasional dimaksud, hendaknya diperjuangkan ke pemerintah pusat agar bisa dialokasikan melalui APBN.

Baca juga : Dua Bangunan Sekolah di TTU Ambruk, Butuh Perhatian Serius Pemerintah

“Keberadaan THL- TBPP harus diperhatikan karena keahlian mereka sangat dibutuhkan dalam mewujudkan program pemerintah terkait swasembada pangan dan NTT masih kekurangan tenaga penyuluh pertanian,” ungkap Patris.

Anggota Fraksi PDIP ini menyatakan, perekrutan para penyuluh oleh pihak kementerian pertanian sudah benar dalam menjawab kebutuhan akan penyuluh dan mewujudkan program pemerintah di bidang pertanian. Sayangnya, perekrutan itu tidak diikuti dengan kebijakan untuk mengangkat mereka menjadi PNS. Kebijakan pengangkatan tenaga penyuluh baru berlaku pada 2016 lalu. Kebijakan ini sangat terlambat karena sebagian dari mereka telah berusia di atas 35 tahun.

“Sementara di satu sisi, UU tentang ASN hanya mengakomodasi mereka yang berusia maksimal 35 tahun. Sedangkan mereka sudah bekerja sekitar 10 tahun sejak direkrut pada 2007/2008,” ujarnya.

Patris mengungkapkan, pemerintah tidak bisa memberhentikan mereka yang telah berusia di atas 35 tahun, karena NTT masih kekurangan penyuluh pertanian. Selain itu, untuk mewujudkan swasembada pangan, dibutuhkan tenaga penyuluh yang handal untuk menularkan pengetahuan pemanfaatan teknologi kepada masyarakat.

Dia meminta pemerintah pusat merevisi rekrutmen untuk tenaga penyuluh pertanian, kesehatan dan pendidikan dengan mempertimbangkan waktu mengabdi dan keahlian mereka. Perlu adanya kebijakan anggaran terkait peningkatan gaji agar mereka bisa lebih optimal dalam memberikan pelayanan kepada para petani. Pasalnya, gaji yang diberikan kepada mereka hanya Rp1 juta per bulan.

“Jika kementerian pertanian, pendayagunaan aparatur, dan kementerian keuangan tidak bisa melakukan revisi, dibutuhkan keputusan presiden untuk mengangkat mereka menjadi pegawai pemerintah,” tandasnya.