Lagi, Kasus Ilegal Loging Dishut TTU Sita Puluhan Dolgen Sonokeling

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Upaya pemberantasan Ilegal Loging di Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara, semakin rutin dilakukan Pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Jumat (21/07/2017), puluhan batang kayu jenis Sonokeling dalam kawasan hutan Lindung yang berlokasi di Oemenu kelurahan Aplasi berhasil diamankan pihak Dishut setempat dipimpin langsung Kasi Perlindungan dan Konservai SDA, Ekosistim dan SDM, Risal Ndolu.

Puluhan batang kayu jenis Sonokeling itu merupakan hasil pembalakan liar oknum warga desa Oemenu diback up pengusaha lokal yang didanai investor dari luar kota Kefamenanu.

Risal Ndolu, mengungkapkan puluhan kayu jenis Sonokeling itu berhasil diamankan pihaknya setelah mendapat laporan dari warga. “Kami menerima laporan warga bahwa telah terjadi penebangan hutan secara besar – besaran dalam beberapa hari ini. Berdasarkan informasi tersebut, kami mendatangi TKP dan berhasil mengamankan puluhan jenis kayu ini, sementara para pelaku melarikan diri. Tentunya pihak kami juga akan semakin intens melakukan pengawasan dan operasi dalam kawasan hutan lindung”, ungkap Ndolu.

Ia juga mengaku resah lantaran pencurian kayu di dalam kawasan hutan lindung terutama kayu jenis Sonokeling yang tergolong langka ini sudah pernah terjadi sebelumnya.

“Pernah beberapa waktu lalu kami mendapati kayu hasil pembalakan liar seperti ini, itu dalam jumlah yang sangat besar. Namun saat hendak disita, terjadi keributan dengan warga kemudian kami melaporkan kasus tersebut ke Polres Timor Tengah Utara. Dan sementara proses hukumnya masih berjalan”, tambah Ndolu.

Untuk mencegah terjadinya kasus pengrusakan hutan yang berkelanjutan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah setempat untuk melakukan moratorium khusus Sonokeling. Lantaran di Semester I tahun 2017 kasus – kasus Ilegal Loging hampir semuanya berkaitan dengan Sonokeling.

Sementara Ketua Komisi C DPRD TTU, Filyana Tahu yang juga turut memantau dalam kawasan hutan menyayangkan perbuatan oknum pelaku pengrusakan hutan. Iya mengatakan perlu ada perhatian Pemerintah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat kaitan dengan fungsi hutan lindung fungsi ekonomisnya.

“Saya melihat ada sesuatu yang putus di sini, masyarakat tidak tahu menahu soal fungsi kayu ini padahal jenis kayu ini mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Sayangnya ini terjadi di dalam kawasan hutan dan masyarakat sudah ada yang mengolah lahan di sini. Jadi kedepan itu perlu untuk pemerintah mengumpulkan semua masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan untuk menjelaskan fungsi hutan lindung dan jenis – jenis kayu yang ada di dalamnya sehingga kemudian tidak semena – mena terjadi pengrusakan hutan oleh oknum – oknum tertentu. Pengrusakan hutan yang terjadi ini, sudah seharusnya dihentikan dan ditata kembali dan diperkenalkan lagi ke masyarakat tentang nilai kayu ini dan fungsi ekonomisnya”, Jelas Filyana Tahu.

Ditambahkannya, Pengrusakan hutan ini sudah termasuk kasus Ilegal Loging sehingga tidak hanya menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah setempat namun Aparat Penegak Hukum juga harus secepatnya bertindak. “Ini sudah termasuk kasus Ilegal Loging dan sudah ranahnya Aparat Penegak Hukum, jadi secepatnya APH menindaklanjuti masalah ini”, Sambung Filyana Tahu.

Seorang warga Oenenu, AA mengatakan Penebangan liar itu sudah sering terjadi, namun saat ditegur beberapa warga tidak menghiraukan malah mengatakan pohon Sonokeling itu tumbuh di dalam lahan kebun mereka.

“Penebangan pohon kayu Sonokeling ini sudah terjadi selama seminggu penuh. Beberapa kali kami berusaha menegur, namun warga yang bersangkutan mengklaim pohon kayu Sonokeling itu tumbuh dalam lahan kebun mereka, tapi kami bersyukur bapak – bapak dari Dinas Kehutanan sudah ada dan semoga tidak terjadi lagi pengrusakan hutan yang bisa menyebabkan erosi saat musim hujan tiba”, jelas Anin.

“Ada Dugaan Keterlibatan Aparat Keamanan dan PNS Dishut TTU dalam Kasus Ilegal Loging”

Hasil pantauan wartawan media ini selama dua hari di dalam kawasan hutan lindung, para penebang liar pohon kayu Sonokeling menggunakan beberapa trik dalam melakukan penebangan pohon, yakni menggunakan mesin sensor biasa, ada juga peredam suara rancangan sendiri agar tidak terdengar suara mesin sensor. Dugaan sementara, ada keterlibatan oknum PNS dalam internal Dinas Kehutanan yang terlibat membocorkan informasi jadwal patroli dan operasi dari Dishut setempat.
Beberapa kali pihak Dishut menjalankan tugasnya, para penebang liar menghilang. Saat didatangi wartawan media inipun, upaya masuk dalam kawasan hutan lindung dipersulit oleh beberapa pemuda yang diduga mata – mata yang dipasang para penebang liar.

Data yang berhasil dihimpun media ini, pada Minggu kedua di bulan Juli 2017 sudah empat unit kontainer berisi potongan kayu Sonokeling milik seorang pengusaha lokal dibawa keluar dari Kefamenanu tanpa sepengatahuan pihak Dishut dan Pihak Kepolisian Resort Timor Tengah Utara.

Satu (1) kontainer penuh berisi potongan kayu Sonokeling ini berasal dari Nunpene dalam wilayah Kepolisian Sektor Nunpene, Miomaffo Timur. Pohon Sonokeling yang sudah dalam bentuk dolgen ini diangkut sekitar pukul 02.00 wita subuh beberapa pekan lalu dan sesuai informasi warga pengangkutan tersebut diketahui pihak Kepolisian Sektor Miomaffo Timur. Sementara tiga (3) kontainer lainnya diduga berasal dari lokasi penampungan milik pengusaha berinisial MG alias MP.

Ribuan potongan kayu Sonokeling yang sudah diberangkatkan selama ini belum mengantongi ijin resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTT. Ijin edar dari BKSDA Propinsi NTT baru diterbitkan setelah hari raya lebaran Juni 2017 lalu, namun sebelum ijin resmi diterbitkan kegiatan penebangan liar sudah terjadi sejak beberapa bulan memasuki tahun 2017 dan sudah diamankan dalam penampungan oknum pengusaha sambil menunggu ijin diterbitkan dan kayu dikirim.

Pantauan media ini, kayu yang dikirim sejak beberapa bulan terakhir tidak semuanya berasal dari lahan milik rakyat, pasalnya 90 persen pohon Sonokeling ini tumbuh dan berkembang liar dalam kawasan hutan. Dengan kerusakan hutan yang nampak di beberapa lokasi, diduga kayu Sonokeling yang berada di gudang – gudang penyimpanan sejak sebelum ijin diterbitkan diperoleh dari dalam kawasan hutan lindung.

Diketahui pohon Sonokeling ini hanya tumbuh liar berkelompok di hutan – hutan pada ketinggian di bawah 700 dpl, terutama di tanah yang berbatu, tidak subur, dan kering secara berkala. Beberapa warga yang berusaha melakukan budi daya Sonokeling di lahannyapun, tidak berhasil. Dalam setahun pohon ini hanya terlihat setinggi 30 cm saja dan sangat lambat pertumbuhannya.

Kayu jenis Sonokeling ini awalnya tidak diketahui memiliki nilai ekonomis karena sering dipakai warga sebagai kayu bakar untuk memasak maupun membakar batu merah. Baru akhir – akhir ini Kayu sonokeling menjadi primadona. Harga kayu Sonokelingpun melejit naik melebihi harga kayu jati dengan ukuran yang sama. Inilah yang menyebabkan pihak – pihak yang berkepentingan nekad melakukan pengrusakan hutan.

Para pengusaha lokal ini membeli kayu jenis Sonokeling dengan harga per kubik yang bervariasi dari masyarakat dan mendapat keuntungan yang sangat besar. Harga per kubik kayu sonokeling dengan panjang 1-1,90 meter, diameter 22-28, 30- 39 cm berkisar Rp.1 juta – Rp.2 juta sementara termahal panjang kayu 4 meter up, diameter 60 cm up berkisar Rp.4 juta – Rp.5 jutaan.

Di kabupaten Timor Tengah Utara, hanya terdapat satu CV dan satu UD yang beroperasi yakni CV. Inrichi dengan Direktur Paskalis Usboko dan UD Bersaudara, Direktur Melky Sumargo. Dua badan usaha ini dikelolah dua warga asal Kefamenanu. Dan kepemilikan kayu Sonokeling dari dua badan usaha ini tidak semuanya berasal dari lahan masyarakat, pemegang CV ini bahkan langsung membeli pohon Sonokeling dengan harga yang bervariasi yakni Rp.150 ribu – Rp.250 ribu per pohon tergantung tinggi dan besarnya pohon. Dibuktikan dengan temuan di lapangan, beberapa pohon sudah ditandai dengan tulisan nama pembeli menggunakan cat merah, MP, 2M dan ANM pada lokasi kawasan hutan yang berbeda.

Untuk kerusakan hutan lindung dalam kecamatan kota sendiri, seluas 12 ribu lebih hektar mencakup lokasi hutan Maol di Kelurahan Tubuhue, Belakang SMAN I Kelurahan Kefa Selatan, Oemenu Kelurahan Aplasi, Tunbakun Kelurahan Kefa Tengah. Tekanan ke Kecamatan Kota Kefamenanu lebih besar lantaran lebih dekat dengan Perusahaan dan gudang penampungan milik pengusaha.