Sikapi Sengketa Masyarakat Versus TNI AU, DPRD NTT Akan Gelar Seminar

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Komisi I DPRD NTT yang membidangi Pemerintahan Umum akan memfasilitasi untuk menggelar seminar guna mencari titik temu penyelesaian sengketa tapal batas antara masyarakat Nasipanaf, Kota Kupang dan Kabupaten Kupang dengan TNI Angkatan Udara (AU).

Ketua Komisi I DPRD NTT, Kasintus P. Ebu Tho sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Jumat (7/7/2017).

Maxi, demikian Kasintus Ebu Tho biasa disapa menjelaskan, beberapa waktu lalu masyarakat Nasipanaf yang wilayah administratifnya masuk Kota Kupang dan Kabupaten Kupang mendatangi DPRD NTT karena TNI AU mematok tapal batas hingga di pemukiman penduduk. Untuk mendapatkan kepastian, komisi yang dipimpinnya pada 17 Juni turun ke lokasi yang dipermasalahkan.

“Setelah kami turun ke lapangan, memang benar TNI AU sudah pasang tapal batas hingga ke rumah penduduk, bahkan lembaga pendidikan, biara susteran, dan gereja pun terkena dampaknya,” kata Maxi.

Menurut wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka dari Fraksi Partai Gerindra ini, salah satu solusi yang tepat untuk menyikapi permasalahan tapal batas itu adalah kegiatan seminar. Harapannya, kegiatan seminar yang akan digelar tersebut, didasari kajian yang benar- benar ilmiah untuk mencari solusi yang tepat. Karena masyarakat setempat sudah memiliki sertifikat hak milik.

“Jika dari seminar itu, tidak ada titik temu antara masyarakat dan TNI AU, kita akan ke Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi agar bisa diambil kebijakan yang menguntungkan dua belah pihak,” ujar Maxi.

Baca juga : Nilai Ekspor NTT Naik 4,65 Persen

Permasalahan lain yang dihadapi warga Nasipanaf, lanjutnya, sebagai wilayah irisan yang belum tuntas antara Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Untuk hal ini, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga belum memiliki data yang jelas. Bahkan BPN juga mengaku bingung dalam menerbitkan sertifikat, apakah kewenangan BPN Kota Kupang atau Kabupaten Kupang. Karena itulah, harus ditelusuri dari awal sejarah tanah di Nasipanaf sehingga tidak memunculkan persoalan ke depan.

Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Leo Ahas menyatakan keheranannya terhadap sikap pemerintah yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk menentukan titik batas tanpa didampingi pemerintah dan instansi terkait lainnya. Jika tidak bisa diselesaikan di tingkat provinsi, masyarakat sebaiknya bertemu dengan Presiden yang memiliki kewenangan untuk mencabut hak atas tanah.

Juru Bicara Forum Pembela Hak- Hak Masyarakat Nasipanaf, Sipri Radho Roly menjelaskan, masyarakat telah memiliki tanah secara sah di atas lahan yang kini diklaim TNI AU sebagai milik mereka. Bahkan sejak tahun 1994, BPN telah menerbitkan sertifkat perorangan sekitar 500 sertifikat. Selama proses penerbitan sertifikat, tidak ada bantahan atau larangan dari pihak manapun, termasuk TNI AU. Selain itu, setiap tahun masyarakat pemilik sertifikat membayar pajak kepada pemerintah.

Sementara di satu sisi, lanjut Sipri, TNI sudah memberikan titik- titik batas hingga di pemukiman penduduk, termasuk di dalamnya Biara Susteran Penyelenggara Ilahi (PI), satu gedung gereja, Stikes Maranatha, dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Prof Usfunan. Mengherankan status tanah ini adalah milik masyarakat Desa Naimata, dan belum diperkerakan dengan pihak manapun termasuk TNI AU.

“Persoalan yang terjadi karena kesalahan BPNI menerbitkan dokumen dan adanya sertifikat hak pakai yang dikeluarkan pemerintah NTT kepada TNI AU. Jika pemerintah NTT tidak mampu menyelesaikan masalah ini, kami akan ke Jakarta untuk bertemu dengan presiden,” tandas Sipri.

Kesalahan dokumen tersebut, tambah Sipri, mengakibatkan TNI AU melakukan okupasi dengan menggeser batas tanah hingga ke permukiman penduduk. Pemerintah dan DPRD NTT dimohon untuk menyelesaikan persoalan ini. DPRD NTT diminta berkoordinasi dengan pemerintah NTT agar mencabut surat atau sertifikat hak pakai yang telah dikeluarkan.