DPRD NTT Apresiasi Upaya Pemkab TTU Minimalisir Kasus Perdagangan Orang
Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Rondo mengapresiasi langkah konkrit Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam meminimalisir kasus perdagangan orang (human trafficking) dan komitmen Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandez dalam menyikapi berbagai kasus kekerasan dan kematian yang dialami warganya di luar negeri.
Bahkan terkait kasus kematian Dolfina Abuk, Pemkab TTU mengirim tim ke Malaysia. Harus diakui, persoalan yang terjadi selama ini mulai dari proses perekrutan, pengiriman dan penempatan TKI di luar negeri, sepenuhnya diserahkan kepada perusahaan swasta.
“Langkah moratorium pengiriman TKI ke luar negeri oleh Pemda TTU harus diapresiasi, dan didukung oleh semua pihak, karena secara nasional beberapa waktu lalu juga gagal. Apalagi moratorium itu diikuti dengan didirikannya BLK dan kurikulum bagi tenaga kerja, baik yang hendak bekerja di luar negeri maupun dalam negeri dan di TTU sendiri,” kata Winston kepada wartawan di Kupang, Sabtu (14/01/2017).
Menurut Winston, kehadiran perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) tidak dilarang, tapi harus resmi dan memiliki tempat penampungan yang laik. Hal ini berkaitan dengan kondisi calon TKI selama di tempat penampungan sebelum dikirim ke luar negeri.
“Karena itu, gugus tugas yang telah dibentuk harus memaksimalkan peran yang diemban. Jika semua pihak bersatu dan bekerja optimal, dipastikan persoalan TKI terutama pengiriman tenaga kerja secara ilegal bisa diatasi,” tandasnya.
Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandez mengatakan, walau pihakya telah mengambil kebijakan untuk moratorium pengiriman TKI asal TTU ke luar negeri, tapi masih ada saja rakyatnya lolos bekerja di luar negeri. Karena kebijakan moratorium itu, maka warganya mengurus kartu tanda penduduk (KTP) atau dokumen lain yang dibutuhkan di kabupaten tetangga seperti Kupang dan Belu.
Baca : Polres Belu Akan Gelar Perkara Kasus Penembakan Sopir Ekspedisi di Halikelen
Padahal kebijakan moratorium itu dimaksudkan agar semua tenaga kerja diberi pelatihan terlebih dahulu di Balai Latihan Kerja (BLK) yang sesuai rencana mulai beroperasi pada tahun 2017 ini. Salah satu penyebab tindakan kekerasan yang dialami TKI adalah terbatasnya pengetahuan dan keterampilan.
“Masyarakat ingin mengurus secara murah dan cepat, tapi dimanfaatkan para perekrut untuk mendapatkan keuntungan yang besar,” kata Raymundus.
Terkait pembangunan BLK dimaksud, lanjut Bupati TTU dua periode ini, sudah dialokasikan dalam APBD 2017. Proses pelelangan hingga tanda tangan kontrak perusahaan pemenang tender diupayakan sudah selesai pada Maret. Sehingga April sudah mulai kerja fisik bangunan. Ditargetkan, pada September gedung sudah selesai dibangun dan kurikulum pun sudah siap untuk diberikan kepada para peserta didik di BLK.
“Bila sudah ada BLK dan menghasilkan tenaga kerja siap pakai, perusahaan jasa tenaga kerja yang hendak merekrut TKI asal TTU harus tanda tangan kontrak atau perjanjian dihadapan pemerintah. Sehingga pemerintah pun ikut memantau dan mengawasi TKI bersangkutan selama berada di luar negeri. Apalagi sudah ada peraturan daerah (Perda) NTT tentang pelayanan terpadu TKI satu pintu, tinggal disesuaikan,” terang Raymundus.
Wakil Direktur Kriminal Umum Polda NTT, AKBP Viktor Silalahi menyampaikan, Polda NTT sudah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding, MoU) dengan Kepolisian Diraja Malaysia. Bahkan sudah punya grup what’s app (WA). Hal ini dimaksudkan agar ketika ada persoalan yang dihadapi TKI asal NTT di Malaysia, bisa langsung disikapi.
Sesuai data yang dihimpun dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang, jumlah TKI asal NTT yang meninggal di luar negeri dalam kurun waktu tiga tahun terakhir hingga awal Januari 2017 sebanyak 98 orang. Rinciannya tahun 2014 ada 21 orang, tahun 2015 ada 28 orang, tahun 2016 ada 46 orang, dan awal Januari 2017 ada tiga orang.