Bawaslu NTT Petakan Tujuh Potensi Kerawanan Tahapan Kampanye

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Badan Pengawas Pemilu (Bwaslu) Provinsi NTT memetakan ada tujuh potensi kerawanan pada tahapan kampanye pemilihan pasangan calon bupati dan wakil bupati 2017 mendatang. Penanganan setiap pelanggaran dilakukan sesuai aturan yang berlaku.

Ketua Bawaslu NTT, Nelce P. Ringu menyampaikan ini pada rapat Sosialisasi Pengawasan Partisipatif di Kupang, Jumat (7/10/2016).

Nelce menyebutkan, potensi masalah yang terjadi pada tahapan dan dana kampanye adalah politik uang (money politics). Penggunaan fasilitas negara dan dana bantuan sosial. Selain itu, mobilisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan perangkat desa. Pemasangan alat peraga kampanye tidak sesuai dengan aturan dan pengrusakan alat peraga kampanye. Kampanye hitam (black campaign). Kampanye di luar jadwal. Penggunaan tempat ibadah, lembaga pendidikan, dan kantor pemerintahan untuk kampanye.

Terhadap potensi masalah dimaksud, lanjut Nelce, fokus penanganan yang dilakukan Bawaslu mencakup Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, keterlibatan anak, politik uang. Selain itu, waktu, tempat dan bentuk kampanye. Pola pemasangan penertiban alat peraga kampanye dan bahan kampanye. Penggunaan kendaraan dan fasilitas pemerintah. Sumber dan besaran sumbangan dana kampanye.

Baca : Bawaslu NTT Rekrut 600 Relawan Pemilihan Bupati/Walikota 2017

“Saat ini, kami sedang tangani dua orang ASN di Kabupaten Flores Timur yang diduga tidak netral dalam pilkada di daerah itu,” kata Nelce tanpa menyebut bentuk pelanggaran yang dilakukan kedua orang ASN tersebut.

Terkait dana kampanye, Nelce menyatakan, UU tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota mengamanatkan, setiap sumbangan dana kampanye harus masuk ke rekening dana kampanye dan tercatat dalam buku pemasukan. Besaran sumbangan dana kampanye yakni dari perseorangan maksimal sebesar Rp75 juta dan lembaga maksimal Rp150 juta. Total dana yang masuk untuk kepentingan pemilihan itu akan diaudit oleh akuntan publik.

Permasalahan yang sering muncul, lanjut Nelce, pasangan calon dan tim kampanye terima dana kampanye tapi tidak dicatat dan dimasukkan dalam rekening dana kampanye. Sehingga yang resmi diaudit oleh akuntan publik jumlahnya sangat minim. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan sebagaimana terlihat.

“Kita sangat berharap agar pasangan calon dan tim kampanye jujur mencatat semua dana kampanye yang masuk. Kami sangat serius untuk melakukan penelusuran kewajaran biaya kampanye dengan kemampuan keuangan yang tersedia,” tandas Nelce.

Baca : Wartawan Ekonomi Seluruh Indonesia Mendapat Penguatan Kapasitas Dari Bank Indonesia

Dia menambahkan, aturan terbaru membolehkan setiap pasangan calon melakukan kampanye melalui media sosial. Untuk hal ini, setiap pasangan calon hanya bisa maksimal memiliki tiga akun resmi yang didaftar ke KPU. Tiga nama ini yang diberi kewenangan untuk melakukan kampanye atau sosialiasi terhadap pasangan calon selama masa kampanye.

Pemimpin Redaksi Harian Kota Kursor, Ana Djukana menyampaikan, jika media massa tidak tahu regulasi tentang pilkada dan apa yang dilakukan penyelenggara, maka pemberitaan yang disajikan tidak maksimal. Media massa harus terlibat dalam memberitakan proses dan tahapan pilkada, agar masyarakat tahu calon pemimpinnya melalui program dan visi- misi yang ditawarkan.

“Media massa membangun kesadaran masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses dan tahapan pilkada, guna menekan angka golongan putih (Golput) pada pemungutan suara,” ujar Ana.

Anggota Bawaslu NTT, Jemris Fointuna dalam materinya berjudul “Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa” menjelaskan, setiap orang yang melakukan laporan terkait pelanggaran pemilu, harus mengisi format yang telah disiapkan dilengkapi dengan foto coppy Kartu Tanda Penduduk (KTP). Selain harus dilengkapi dengan minimal dua orang saksi dan dua alat bukti.

“Pelapor pelanggaran pemilu adalah WNI yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu, dan peserta pemilu,” ujar Jemris.