Kajari TTU : Kasus Dugaan Pemerasan dan Laporan Palsu Araksi Naik Status Penyidikan
Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Kasus dugaan pemerasan dan Laporan Palsu Pimpinan Araksi NTT dan Kabupaten Timor Tengah Utara, naik status penyidikan.
Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (Kejari TTU), Roberth Jimmy Lambila, S.H, M.H dalam Konferensi Pers yang digelar di aula Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, Selasa (14/02/2023).
Kepada awak media, Roberth mengatakan naiknya status hukum ke tingkat penyidikan setelah tim jaksa penyidik Kejari TTU melakukan pemeriksaan terhadap pengurus Araksi TTU atas dugaan Laporan palsu dan dugaan Pemerasan.
“Sudah tingkat penyidikan”, tandas Roberth.
Menurutnya, penyidikan yang saat ini dilakukan diawali dengan adanya laporan dari pelapor yang melaporkan bahwa salah satu LSM yang kantor pusatnya berada di Kota Kupang dan membuka Cabang di Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara, telah melakukan dugaan Tindak Pidana Laporan Palsu kepada pihak Penegak Hukum.
“Setelah ada Laporan Palsu, kemudian oknum – oknum LSM ini berupaya mendekati pihak – pihak yang dilaporkan. Dan dengan nada ancaman serta terkesan ada upaya – upaya pemerasan. Laporannya tentu kami tindaklanjuti”, ungkap Roberth.
Dikatakannya, dalam proses hukum yang berjalan, pihak kejaksaan menemukan bahwa laporan dari pelapor yang berkaitan dengan adanya laporan palsu memiliki bukti permulaan yang cukup kuat.
“Sehingga pada tanggal 10 Februari 2023, kami meningkatkan penyelidikan itu ke tingkat penyidikan dengan dugaan sangkaan pasal 23 Undang – Undang Tindak Pidana Korupsi, khususnya berkaitan dengan Laporan Palsu”, tandas Roberth.
Dijelaskannya, bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan serta dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun mengingat Peraturan Pemerintah terkait dengan peran serta masyarakat dimaksud, mengatakan Perlindungan hukum terhadap pelapor Tindak Pidana Korupsi adalah terhadap laporan yang memiliki kandungan kebenaran.
“Makna kandungan kebenaran, kalau laporan itu dibuat asal – asal kemudian dibuat asumsi apalagi diikuti tendensi yang bukan berniat memberantas Tipikor, tendensi – tendensi yang justru kontra produktif dengan upaya – upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, jelas Roberth.
Lanjutnya, bahwa melaporkan sesuatu yang tidak benar itu ada ancaman pidananya. Undang – undang memberi ketentuan tersebut untuk membatasi orang tidak sembarang melapor.
“Undang – undang memberikan ruang bagi masyarakat untuk melapor, tapi pada sisi lain membatasi jangan sampai hak ini dipergunakan oleh masyarakat secara arogan”, kata Roberth.
Dikatakannya, niat dari oknum – oknum yang tergabung dalam LSM tersebut tidak sesuai dengan jiwa dari undang – undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“LSM ini pada satu sisi, menyuarakan adanya ketimpangan dan penyimpangan, adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi. Tapi pada sisi lain, niat dibalik laporannya adalah niat yang tidak sesuai dengan jiwa dari Undang – Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk diketahui, dalam kasus ini pihaknya telah memeriksa 8 orang pengurus LSM Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) Cabang Timor Tengah Utara dan juga pelapor termasuk menyita sejumlah alat komunikasi (Handphone).
“Ada empat Handhpone yang sudah disita. Hasil analisa kami terhadap pembicaraan yang ada dalam handphone, membuktikan adanya indikasi yang cukup kuat. Salah satunya, LSM disisi lain menyuarakan ketimpangan namun disisi lain berjuang untuk kepentingan tertentu,” ungkap Kajari Roberth Lambila, sambil jepitan lembaran kertas berisikan print out percakapan WhatsApp pihak – pihak tertentu.
Foto : Kajari TTU, Roberth Jimmy Lambila, S.H, M.H membeberkan bukti kuat adanya dugaan tindak pidana pemerasan.