Sabarudin Mahmud Ungkap Perbuatan Sewenang-wenang Manajemen PT TEI

Bagikan Artikel ini

Kupang, NTTOnlinenow.com – Manajemen PT TEI sebagai perusahaan penerbit salah satu media cetak harian ternama kini disorot publik lantaran dinilai kerap bertindak sewenang-wenang terhadap karyawannya.

Tidak sedikit karyawan yang sudah diberhentikan tanpa menerima hak-hak yang sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Adalah Sabarudin Mahmud, mantan karyawan PT TEI yang mengungkap perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan anak perusahaan Jawa Pos Group di Kupang itu.

Udin, demikian pria 57 tahun itu biasa disapa, kepada wartawan di Kupang, membeberkan perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh manajemen PT TEI yang kini diawaki Direktur Utama Sultan Eka Putra dan Direktur Haerudin.

Udin yang selama 12 tahun, 2 bulan bekerja sebagai tenaga sekuriti PT TEI diberhentikan tanpa alasan yang jelas pada 1 April 2016.

Saat diberhentikan, Udin mengaku hak-hak sebagai karyawan tidak diberikan sepeser pun.

“Saya diberhentikan secara mendadak. Waktu itu saya sangat kaget, karena tidak ada pelanggaran atau kesalahan yang saya buat. Tiba-tiba saja Manajer Tata Usaha pak Deny Missa antar surat pemberhentian ke rumah saya,” ungkap Udin di Kupang, Minggu (29/8/2021) petang.

Tidak terima diperlakukan demikian, Udin pun mengadukan persoalan pemberhentian dirinya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kota Kupang.

Dinas Nakertrans, lanjut Udin, sekira sebulan kemudian barulah mengeluarkan surat panggilan kepada para pihak untuk mediasi.

Selanjutnya, dilakukan mediasi di kantor Dinas Nakertrans sebanyak tiga kali. Dalam mediasi tersebut, Nakertrans juga menghitung besaran hak-hak yang harus dibayarkan oleh PT TEI.

“Saat itu Nakertrans hitung hak-hak saya totalnya Rp 22 juta. Manajemen PT TEI saat itu juga sepakat dan siap membayar. Namun hal itu hanya janji belaka,” beber Udin.

Menurut ayah lima anak itu, setelah mediasi di Nakertrans, Udin kemudian mendatangi kantor PT TEI untuk mengambil hak-hak yang sudah disepakati di Nakertrans.

Namun manajemen PT TEI ternyata ingkar janji, dan malah berencana memberikan hak Udin cuma sebesar Rp 10 juta.

“Sampai di kantor TIMEX, mereka ternyata mau kasih hak saya hanya Rp 10 juta, dengan ancaman jika tidak mau terima, silahkan saya gugat di Pengadilan. Saat itu saya dengan tegas menolak tawaran itu dan menyatakan akan menggugat ke Pengadilan,” ungkap Udin yang kini bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya.

Pada 8 November 2016, Udin memberikan kuasa kepada Pos Bakum Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang yang dipimpin advokat A. Luis Balun, SH., dan kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kupang dengan total tuntutan hak-hak sebesar Rp 87 juta.

Sebelum sampai ke persidangan, majelis hakim PHI sempat membuka ruang mediasi namun tidak menemukan kesepakatan.

Manajemen PT TEI saat mediasi di PHI, tetap tidak mau melaksanakan kesepakatan sesuai hasil penghitungan Nakertrans, sehingga kasus ini dilanjutkan ke tahap persidangan.

Setelah menjalani lima kali persidangan, pada Desember 2016, majelis hakim memutuskan mengabulkan gugatan Udin sebagai pemohon dengan hak-hak yang harus dibayarkan PT TEI sebesar Rp 83 juta lebih.

Terhadap putusan ini, manajemen PT TEI melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.

Berkas perkara kasasi PHI Nomor 13/Pdt.Sus-/PHI/2016/PN.Kpg dikirimkan ke Mahkamah Agung RI tanggal 13 Juni 2017 sesuai surat PHI ditandatangani Panitera Sulaiman Musu, SH., yang tembusannya juga diterima Udin sebagai termohon Kasasi.

Udin mengaku, pemberhentian dirinya sebagai karyawan PT TEI telah berdampak besar terhadap psikologi dan juga kondisi ekonomi keluarganya.

“Saat pemberhentian itu, dua anak saya terpaksa putus sekolah. Saya sangat berharap hak-hak saya sebagai pekerja yang diberhentikan sepihak segera dibayar sesuai putusan Pengadilan,” harap Udin.

“Apalagi saya diberhentikan tanpa kesalahan dan pelanggaran, dan tanpa satu pun teguran lisan maupun surat peringatan,” lanjut dia.

Udin juga berharap PT TEI harus menaati aturan hukum yang berlaku dan mengedukasi publik dengan membayar hak-hak karyawan yang diberhentikan, dan bukan mempertontonkan perbuatan melanggar hukum.

Terpisah, Marthen Lau, SH., sebagai kuasa hukum Sabarudin Mahmud yang dikonfirmasi wartawan, mengatakan, melalui PHI Kupang, dirinya terus mengecek perkembangan proses perkara kliennya di tingkat Kasasi.

“Saya terus koordinasi dengan PHI untuk mengecek perkembangan perkara klien saya. Besar harapan, hak-hak klien saya cepat dibayar sesuai putusan hakim PHI,” singkat Marthen (*)

Foto : Sabarudin Mahmud menunjukan bukti gugatan dan surat PHI Kupang.