Kasus Gizi Buruk di Kota Kupang Meningkat

Bagikan Artikel ini

Kupang, NTTOnlinenoe.com – Kasus gizi buruk di Kota Kupang meningkat drastis dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, status gizi buruk di Kota Kupang sebesar 2,17 persen dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 7,9 persen. Atau Dari angka 353 di tahun 2019 naik menjadi 1.069 di tahun 2020.

Untuk angka relevansi kasus gizi kurang, juga mengalami peningkatan dari 16, 50 persen pada Tahun 2019 menjadi 25, 3 persen pada tahun 2020. Pandemi covid-19 disebut menjadi salah satu faktor, namun demikian, peran semuah pihak dibutuhkan dalam menangani masalah ini.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, Retnowati, menyebutkan, sebaran anak gizi biruk ini tersebar disemua Puskesmas, paling banyak di kelurahan Oesapa, (330) kasus, disusul Bakunase (143), Sikumana (139) dan Alak (106) sementara di Puskesmas lainnya dibawah angka 100.

“Jadi data yang dhimpun dari tahun 2019 sampai 2020 itu merupakan data kumulatif anak yang pernah gizi buruk,” katanya

Salah stau faktor peningkatan gizi buruk ini, kata dia, adalah pandemi covid-19, dimana para orang tua takut ke fasilitas kesehatan untuk memeriksa kondisi gizi anaknya.

Dinkes, kemudian menyiasati pencegahannya dengan kegiatan scrining aktif para orang tua dengan memberikan alat test pendeteksi gizi buruk. Dengan alat itu, para orang tua bisa melakukan tes mandiri di rumah masing-masing.

Alat itu memiliki tiga warna yang berfungsi mendeteksi gizi buruk anak, hijau, kuning dan merah. Jika suhu anak mencapai garis hijau, maka dikategorikan masih sehat, warna kuning, gizi kurang dan warna merah, gizi parah.

Jika ditemukan gejala-gejala, kata dia, para orang tua itu diharapkan segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, berupa pemberian vitamin dam makanan tambahan.

Dengan tindakan ini, kata dia, Puskesmas sudah berhasil menekan angka gizi buruk anak. Data terkahir per desember 2020, dari 1.069 anak itu turun menjadi 0,4 persen atau 43 anak saja.

Ia mengatakan, kondisi gizi buruk ini bersifat statis alias tidak tetap. Bisa saja, anak yang kurang gizi, kembali ke gizi parah jika asupan makananan di rumah tidak terpenuhi, usai penananganan dari Puskesmas.

Untuk itu, ketahanan pangan keluarga juga sangat penting dalam mendukung upaya pencegahannya. Rata-rata anak yang gizi buruk itu, juga sebagian besar merupakan warga miskin atau pendatang yang tidak memiliki penghasilan tetap atau dibawah rata-rata, juga ditambah dengan pandemi covi-19 yang menyebabkan berkurangnya sumber penghasilan atau diPHK.

“Kalau pendapatan orang tua itu tidak ada, atau tidak tetap, bisa saja saja tidak memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Untuk itu, peran serta semua pihak sangat penting, selain tindakan pemberian makanan dan vitamain oleh Dinkes,” katanya.

Retnowati mengapresiasi peran aktif orang tua yang langsung mendatangi fasilitas kesehatan ketika anaknya mengalami gizi buruk.