Pernyataan Mendikbud Sebut Tambah Rombel untuk PPDB 2019 Dinilai Menyesatkan
Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang menyebutkan opsi penambahan Rombongan Belajar (Rombel) dan kelas untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dinilai sangat menyesatkan dan tidak konsisten.
Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Winston Neil Rondo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Kamis (20/6/2019).
Menurut Winston, pernyataan Mendikbud tersebut justru merusak semua sistem PPDB yang sudah dirancang dengan baik oleh setiap daerah. Khususnya untuk SMA/ SMK yang sudah dirancang oleh Dinas Pendidikan Provinsi bersama DPRD.
“Bagaimana tidak, dua tahun terakhir ini kita babak belur terkait urusan PPDB, kita tidak mampu mempertahankan aturan kita sendiri, karena sistem online yang kita harapkan sebagai solusi, ternyata belum ideal,” ungkapnya.
Anggota Komisi V DPRD NTT ini menyatakan, Dinas Pendidikan dan DPRD NTT sudah berkomitmen untuk menegakkan aturan sesuai perintah Peraturan Mendikbud, yaitu menerapkan sistem zonasi.
“Sekarang semua sudah siap dan tinggal menguji validitasnya, akurasi dan sistem online yang diterapkan, tetapi anehnya pemerintah justru merubahnya lagi dengan menyatakan bahwa tidak perlu kaku, ini justru merusak sistem PPDB,” ujarnya.
Winston menegaskan, pernyataan Mendikbud tersebut menyesatkan dan berpotensi menimbulkan persoalan baru, karena orang tua murid akan merasa punya alasan untuk tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
“Pak Menteri tidak boleh dong memberikan opsi yang justru berdampak buruk terhadap sistem PPDB di daerah, terutama di NTT. Apabila dikritik terkait sistem zonasi, maka Pak Menteri mestinya melakukan kajian tentang relevansinya atau baik buruknya dan bukan justru membuka opsi lain yang merusak penyelenggaraan sistem pendidikan,” tegasnya.
Dia berargumen, yang paling merasakan dampak atau dirugikan akibat dari pernyataan tersebut adalah sekolah-sekolah swasta. Mereka tidak akan dapat siswa lagi, karena yang disebut- sebut sebagai sekolah favorit khususnya di daerah yaitu sekolah negeri.
“Pasalnya ada bujuk rayu dan politik pendidikan murah di sekolah negeri bahkan gratis, padahal sebenarnya tidak ada yang gratis juga. Akibatnya beberapa sekolah negeri justru menerima siswa dengan jumlah berlebihan, melampaui kapasitas tampung sehingga ruang guru, perpustakaan, aula, laboratorium dipakai untuk kegiatan belajar mengajar,” katanya.
Sebagai Anggota DPRD, Winston kembali menegaskan, pihaknya akan tetap berpegang pada Peraturan Gubernur (Pergub) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang sudah dibuat.
“Pak Menteri jangan coba-coba ajak kami untuk langgar aturan lagi, karena yang kami ikuti sekarang adalah Permendikbud tentang PPDB, sebagai dasar pembuatan pergub dan juknis bahkan ada SK kepala dinas pendidikan tentang pelaksanaan PPDB online,” tegasnya.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT itu menambahkan, secara kelembagaan DPRD NTT sudah membahas terkait hal dimaksud dan sepakat menolak untuk berkompromi terhadap pernyataan Mendikbud Muhadjir Effendy tersebut.
“Kami menolak untuk mengangkangi aturan yang sudah kami buat sendiri, bahkan rujukannya itu sendiri adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kami juga berharap, bapak atau ibu kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/ kota tetap berpegang pada aturan yang sudah disepakati bersama,” tandasnya.