Bangunan Milik Warga Dibongkar, Pemkab Mabar Diseret Ke Pengadilan
Laporan Alvaro Saputra Marthin
Labuan Bajo, NTTOnlinenow.com – Polemik pembongkaran bangunan berlantai 2 (dua) milik masyarakat atas nama Maksi Nggaus warga desa Gorontalo, Kecamatan komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Flores, NTT yang terletak dijalan H. Isaka Labuan Bajo belum lama ini rupanya berbuntut panjang sudah.
Maksi Nggaus akhirnya menggugat Pemerintah Daerah (Pemda) Mabar ke Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo.
Pemkab Mabar dituding telah dengan sengaja melakukan tindakan sewenang-wenang melawan hukum dengan melakukan pembongkaran bangunan milik Maksi Nggaus tanpa dilandasi dengan regulasi yang benar.
Disaksikan sejumlah awak media, Selasa (24/4) di ruang sidang utama PN Labuan Bajo, Penggungat (Maksi Nggaus) didampingi kuasa hukumnya, Yohanes D. Tukan, SH bersama Edi Sadipun, SH dan tergugat (Pemda Mabar yang diwakili oleh bagian Hukum) didampingi Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuan Bajo menghadiri agenda sidang ke 7 (tujuh) dengan agenda pembuktian.
Dalam sidang kali ini, kedua belah pihak, baik Penggugat maupun Tergugat masing-masing membawa dokumen pembuktian untuk diserahkan ke pihak PN Labuan Bajo.
Sidang yang dimulai pada pukul 14.15 wita itu berakhir sekitar pukul 15.00 wita petang.
Sidang sedikit alot, ketika hakim meminta kedua belah pihak untuk menyerahkan dokumen pembuktian untuk diperiksa. Namun saat Tergugat menyerahkan dokumennya, sempat memakan waktu lama diduga belum melengkapi dokumen yang diminta.
Hakim pun sempat mempertanyakan keaslian dokumen Tergugat dan meminta untuk menyerahkan dokumen asli bukan foto kopi.
Sidang kembali digelar pada, Kamis 3/5 mendatang dengan agenda yang sama, yaitu sidang pembuktian dengan melengkapi berkas atau dokumen pembuktian.
Penggugat Kecewa
Usai sidang digelar, kepada sejumlah awak media, Maksi Nggaus selaku Penggugat mengaku kesal kepada pihak Tergugat karena dianggap telah mempermainkan waktu dan terkesan tidak siap.
Pasalnya, Mereka (Tergugat) tidak dapat menunjukan dokumen yang asli dan sah sesuai permintaan hakim.
Sementara itu, kuasa hukum Penggugat, Edi Sadipun, SH ketika dikonfirmasi mengatakan, perkembangan kasus ini cukup baik, karena sudah sampai pada tahap pembuktian dan pihak Tergugat tidak bisa mengajukan jawaban, artinya secara umum Mereka (Tergugat) tidak membantah, ujarnya.
Ditambahkan, Yohanes D. Tukan, bahwa terkait tidak dapat menunjukan dokumen yang diminta hakim, menurutnya itu menunjukan ketidak profesionalan dan ketidaksiapan Tergugat.
Dokumen yang diserahkan pada sidang kali ini, diantaranya, terkait surat kepemilikan tanah, gambar bangunan, beberapa surat teguran, surat Kuasa Hukum kepada Pemda sebelum dilakukan eksekusi bangunan untuk menahan diri, dan sejumlah bukti-bukti lainnya.
Rencananya, sejumlah bukti-bukti tambahan lainnya juga akan diserahkan pada sidang berikutnya, Kamis, 3 Mei 2018 mendatang.
Bukti tambahan yang akan diserahkan pada sidang berikutnya nanti, adalah terkait untuk membuktikan kepemilikan, seperti bukti soal ganti rugi atas bangunan yang telah dirobohkan, bukti bahwa Pemda lalai dalam menjalankan atau menenuhi kewajiban Undang-Undang (UU) tentang gedung dan bangunan terkait proses pembongkaran.
Terkait pembongkaran gedung dengan tiga alasan, kata Tukan, yaitu pertama, sempadan jalan. Kedua, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Ketiga zona terlarang.
Terkait zona terlarang, semestinya dilakukan pembebasan tanah terlebih dahulu, menjadi milik Negara, kemudian dilakukan pembongkaran bangunan.
Jika alasan IMB, dalam UU Tata Ruang, tenggang waktu menurut UU selama 25 hari, tetapi klien kami (Penggugat Maksi Nggaus) justru sudah berjalan 3 (tiga tahun) lamanya mengajukan IMB, tetapi sampai saat ini belum keluar. Sementara telah memenuhi kewajiban hukum dengan membayar pajak galian C, senilai Rp. 4,8 juta. Kemudian mendapat rekomendasi dari Pemerintah Desa Gorontalo dan Pemerintah Kecamatan Komodo.
“Jika tidak memenuhi syarat mestinya uang dan berkas dikembalikan, baru dilakukan pembongkaran. Kita bisa melaporkan penggelapan dan penipuan uang. Masa uang diterima bangunan tetap dirobohkan,” ungkapnya.
Pembongkaran bangunan itu harus memenuhi syarat UU tentang gedung dan bangunan.
Sedangkan, terkait sempadan jalan, semula klien kami (Penggugat) memiliki lahan seluas 400 meter persegi. Tetapi sebagian lahan itu (bagian atas dan bawah jalan) diambil negara untuk kepentingan jalan raya tanpa ganti rugi, sehingga ukurannya berkurang menjadi 300 meter persegi saja,” terangnya.
Penggugat Pertanyakan Dasar Zona Terlarang
Tentang zona terlarang, mestinya harus berpedomaan pada UU Tata Ruang. Sementara UU Tata Ruang di Labuan Bajo belum ada. “Tetapi mereka (Pemkab Mabar) mengatakan ini zona terlarang, dasarnya apa? Apakah mulut bupati itu UU? Ini Negara demokrasi, bukan Negara kerajaan,” ungkap Tukan.
Jelas-jelas ini melanggar UU Tata Ruang dan UU Tentang Gedung dan Bangunan. Proses pembongkaran bangunan mestinya batas waktu 30 hari atau 1 bulan, Pemda harus memberikan surat teguran selama 21 hari secara berturut-turut untuk membongkar sendiri. Jika selama itu tidak dilakukan, maka akan dilakukan pembongkaran paksa dan biaya dibebankan kepada pemilik bangunan.
Eksekusi bangunan bermasalah harus berdasarkan keputusan pengadilan yang bersifat inkracht, yaitu keputusan yang berkekuatan hukum tetap, tegasnya.
Selain itu harus ada surat perintah pembongkaran gedung, sementara yang dilakukan Pemda selama ini bukan surat perintah pembongkaran, tetapi surat perintah pengosongan gedung.
“Saya tidak mengerti, apakah Mereka (Pihak Pemda) tidak mengerti tentang pengosongan, ataukah Pemda menggunakan kalimat Pengosongan untuk melakukan pembongkaran,” Tanya Tukan.