Tujuh Fakta Baru Persidangan Lando-Noa Menentukan Nasib Bupati Dula Sebagi Tersangka
Laporan Marten Don
Ruteng, NTTOnlinenow.com – Proses hukum atas kasus dugaan korupsi proyek jalan Lando-Noa, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, akan memasuki titik terang, dimana setelah pelaku lapangan atau pihak yang langsung menangani proyek dijadikan tersangka atau terdakwa, maka tahap berikutnya pasca pemeriksaan terdakwa, Kepolisian dan Kejaksaan akan mengungkap beberapa pihak yang diduga sebagai pelaku yang tersembunyi di balik peristiwa pidana korupsi atas alasan ‘diskresi’ dalam penentuan status bencana alam, kata Petrus Salestinus, koordinator TPDI dan Advokat Peradi kepada NTTOnlinenow.com via WhatsApp miliknya, Sabtu, 2 September 2017.
Apabila kita mencermati dinamika yang berkembang ditengah masyarakat saat ini, semenjak proses hukum Lando-Noa memasuki tahap awal penyelidikan dan penyidikan, hingga sekarang sebagian sudah memasuki tahap penuntutan pada persidangan di Pengadilan Tipikor, maka kita patut mengapresiasi prestasi yang dicapai oleh Penyidik dan Penuntut Umum serta Majelis Hakim terutama dalam menggali, menemukan dan menguji fakta-fakta hukum baik yang diperoleh selama dalam penyidikan maupun yang terungkap dengan sangat jelas selama dalam pemeriksaan persidangan pada Pengadilan Tipikor di Kupang atas nama Terdakwa Agus Tama dan Vinsent Tunggal, terlebih ketika dilakukan acara persidangan pemeriksaan setempat di jalan Lando-Noa beberapa waktu lalu.
Dari persidangan Pengadilan Tipikor atas nama Terdakwa Agus Tama dan Vinsent Tunggal, yang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum dan berdasarkan hasil pemeriksaan setempat, TPDI mencatat terdapat 7 (tujuh) fakta persidangan yang bisa menjadi alat bukti hukum yang tak terbantahkan lagi guna meminta pertanggungjawaban pidana kepada Saudara Agustinus Ch. Dula, Bupati Mabar dalam kasus dugaan korupsi proyek pekerjaan jalan Lando-Noa Tahun Anggaran 2014, yang menurut hasil audit BPKP NTT ditaksir kerugian negara sebesar Rp.920 juta.
Sejumlah fakta persidangan dimaksud diantaranya, 1. Terdapat dua orang saksi, yaitu Salvator Pinto dan Yos Jelahu, yang menyatakan bahwa ada peran Bupati Agustinus Ch.Dula dalam proyek jalan Lando-Noa berupa penerbitan disposisi tentang adanya bencana alam untuk Jalur Lando-Noa, tanpa ada rekomendasi, penetapan status dan tingkatan bencana dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mabar.
2. Disposisi Bupati Dula, meskipun tidak dikenal oleh Undang-Undang (UU), namun hal itu tidak disertai dengan kajian dari tim internal Pemda Mabar yang ditunjuk khusus untuk itu, untuk mengkaji dan mengkoordinasikan dengan pihak BPBD Mabar, apakah kerusakan yang terjadi di jalan Lando-Noa itu sebagai akibat bencana alam atau tidak atau memang karena mutu pekerjaannya yang rendah sebagai akibat ketidaksesuaian antara spesifikasi material yang ditetapkan dengan yang dibelanjakan.
Baca juga : Pasca Kaburnya 5 Napi di Lapas Labe Ruteng Aturan Diperketat
3. Bupati Dula mengakui mengeluarkan disposisi, padahal menurut UU tentang penaggulangan bencana alam, Bupati harus mengeluarkan keputusan yang berisi penetapan status bencana dan tingkatannya.
4. Tidak adanya rekomendasi bencana alam dari BPBD Mabar, dan hal itu sudah diungkapkan dalam kesaksian pihak BPBD di persidangan Pengadilan Tipikor.
5. Bupati Dula dalam keterangannya dibawah sumpah di Pengadilan Tipikor Kupang mengakui bahwa dirinyalah yang mengeluarkan disposisi mengenai bencana alam, tanpa menyebutkan ada tidaknya rekomendasi tentang bencana alam dari BPBD Mabar sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh UU.
6. Tidak adanya penetapan status darurat dan tingkatan bencana alam di Lando-Noa oleh Bupati Dula dan tidak adanya rekomendasi dari BPBD Mabar mengenai status darurat dan tingkatan bencana alam di Lando-Noa, seperti dalam pasal 1 butir 19 dan pasal 7 ayat (1c) UU Nomor 24 Tahun 2007.
7. Ada audit BPKP NTT mengenai jumlah kerugian negara yang nyata dari proyek Jalan Lando-Noa sebesar Rp.920 juta.
Menurut, Salestinus, ketujuh fakta tersebut telah memperjelas posisi hukum dan posisi pertanggungjawaban secara pidana yang harus dimintakan oleh Polri dan/atau Kejaksaan pasca persidangan pemeriksaan terdakwa Agus Tama dan Vinsent Tunggal di Pengadilan Tipikor Kupang sesuai dengan pernyataan Kajari Mabar selaku Penuntut Umum dalam perkara Agus Tama, dkk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bencana alam serta kondisi darurat dan tingkatannya adalah fiktif alias tidak pernah ada, tetapi dikemas oleh Bupati Mabar, Agustinus Ch. Dula berupa sebuah disposisi dengan tujuan agar dengan itu pekerjaan perbaikan jalan Lando-Noa melalui penunjukan lagsung.
Padahal kerusakan jalan Lando-Noa meskipun tetap harus diperbaiki tetapi harus menggunakan mekanisme Lelang atau Tender, sehingga akibatnya negara dirugikan sebesar Rp. 920 juta dan Agustinus Ch Dula sebagai Bupati sekaligus pengguna anggaran harus bisa mempertanggungjawabkannya secara hukum, tandasnya.