Petrus Salestinus: Tuntutan BKH Agar VBL Meminta Maaf Kepada Demokrat Tidak Memiliki Urgensi dan Dasar Pembenaran

Bagikan Artikel ini

Laporan Marten Don
Ruteng, NTTOnlinenow.com – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Advokat Peradi, Petrus Salestinus menilai bahwa tuntutan Benny Kabur Harman (BKH) agar Victor Bungtilu Laiskodat (VBL) atau Partai Nasdem meminta maaf kepada Partai Demokrat, terkait pernyataan VBL yang sempat viral di medsos agar masyarakat tidak memilih atau mendukung Partai Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS dalam Pilkada dan Pileg, tidak memiliki dasar hukum, alasan dan dasar pembenaran.

“Mengapa, karena permintaan VBL agar masyarakat NTT tidak memilih atau tidak mendukung ke 4 Partai Politik dimaksud dalam Pilkada, Pileg dan Pilpres didasarkan pada pertimbangan, demi menjaga keutuhan NKRI dan Ideologi Negara yaitu Pancasila serta demi kepentingan umum yang lebih besar,” lanjutnya.

Apabila kita bandingkan substansi, kepentingan, konteks dan urgensi dari pernyataan VBL dimaksud dengan substansi tuntutan BKH, maka nyata sekali perbedaannya, karena tuntutan permintaan maaf BKH kepada VBL, sama sekali tidak bertujuan untuk NKRI, Pancasila dan melindungi kepentingan umum yang lebih besar, melainkan semata-mata hanya untuk kepentingan kepuasan pribadi dan kepentingan politik praktis Partai Demokrat.

Oleh karena itu, masyarakat (khususnya NTT) harus memahami substansi pidato VBL di Kupang secara utuh dengan mencermati kepentingan BKH dan sikap politik ke 4 Partai Politik yang secara terbuka menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2017 dan pembubaran HTI.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan, di dalam Perppu No. 2 Tahun 2017, tentang Ormas itu, Pemerintah dengan tegas menyatakan bahwa Ormas yang dalam aktivitas kemasyarakatannya melakukan tindakan yang menyimpang dari asas-asas Ormasnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945 dikategorikan sebagai melakukan perbuatan tercela.

Baca juga : Paham Radikal Sudah Menguasai Parpol dan Fraksi-Fraksi di DPR

Selain dari pada itu pemerintahpun dalam konsiderans Perppunya itu telah mendeclare sudah memiliki bukti-bukti yang menjadi dasar dikeluarkannya Perppu yaitu bukti-bukti tentang adanya kegentingan yang memaksa dan adanya aktivitas Ormas yang bertentangan dengan Pancasila yang mengancam keselamatan bangsa dan negara.

Dengan demikian permintaan maaf yang dituntut oleh Partai Demokrat melalui BKH dari VBL sangat tidak relevan dan tidak ada urgensinya karena kepentingan yang dituntut oleh Demokrat berupa permintaan maaf itu tidak punya nilai kepentingan umum dan kemaslahatan umat manusia, sementara pernyataan VBL sangat bernilai strategis dilihat dari urgensi, kontekstual dan relevansinya dengan kondisi kegentingan memaksa dan kepentingan umum yang melahirkan Perppu No. 2 Tahun 2017 itu sendiri.

Partai Demokrat, yang seharusnya menyadari dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, karena selama Partai Demokrat berkuasa (SBY) sebagai Presiden memimpin selama 10 tahun, ormas-ormas radikal di Indonesia seolah-olah mendapat karpet merah, bahkan dibiarkan dalam sikap dan tindakannya mengambil alih wewenang penegak hukum dan menempatkan diri sebagai Polisi swasta, tanpa ada penindakan dan proses hukum yang adil dan diakhir kekuasaan SBY dan Partai Demokrat, Ormas-Ormas Radikal mendapatkan kado istimewa berupa UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas.

Publik justru menduga keras bahwa pembentukan UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas, terdapat agenda tersembunyi yang bertujuan untuk melindungi ormas-ormas radikal itu, karena muatan pasal-pasal di dalam UU No. 17 Tahun 2013 telah menempatkan posisi Pemerintah atau Negara dalam posisi tidak berdaya ketika harus bertindak untuk menyelamatkan negara. Negara dipersulit kehadirannya karena dipersulit oleh mekanisme yang berbelit-belit yang diatur di dalam UU No. 17 Tahun 2013.

Dengan kata lain, UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas terdapat muatan pasal-pasal yang tidak dapat dilaksanakan, tidak mencerminkan nilai-nilai kebhinekaan dan kenusantaraan bahkan bertentangan dengan tujuan nasional yaitu melindungi segenap warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia, tutupnya.