Orang Munafik Tidak Bisa Jadi Pemimpin
Jakarta, NTTOnlinenow.com – Kepemimpinan itu adalah suatu lapangan pelayanan kemanusiaan yang membutuhkan kebajikan yang tinggi untuk memposisikan manusia sebagai yang utama. Karena itu, pemimpin yang baik harus memiliki integritas dan kredibilitas yang teruji, sehingga tidak akan mengkianati rakyat yang memilihnya.
Integritas itu tereduksi dalam nilai-nilai kemanusiaan (nilai humanistik) seperti: kejujuran, dapat dipercaya, konsisten antara perkataan dan perbuatan, berani menanggung resiko, mobilitas tinggi untuk mencari kemungkinan baru (kreatif dan inovatif), kompeten, profesional dan keberpihakan kepada orang miskin (option to the poor).
Demikianlah benang merah tausiah yang disampaikan KH Jaffar Alkatiri dalam ancara ”Silahturahim Bhineka Tunggal Ika” yang diprakarsai DPC PDI-P Jakarta Timur dan Relawan BAJA Bhineka Tunggal Ika bersama sekitar 600 tokoh masyarakat Kecamatan Matraman di hotel Balairung, Senin 27Maret 2017.
Menurut Alkatiri, integritas itu bukan faktor yang diberikan atau terjadi dalam waktu semalam. Integritas adalah hasil dari disiplin diri dan usaha keras untuk membenah diri dari waktu ke waktu, sehingga menghasilkan kepribadian yang baik. Karena itu, biasanya penghargaan dan pengakuan yang tulus hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai integritas, bukan kepada mereka yang mempunyai uang atau pesona. Penghormatan dan penghargaan kepada orang yang memiliki integritas bersifat abadi. Kebaikan dan jasa-jasanya selalu diingat orang.
Sayang sekali, di dunia dewasa ini yang serba tidak menentu, kelebihan integritas ini adalah barang langka. Hasilnya, kita hanya memiliki sedikit contoh pemimpin yang memiliki integritas. Kebudayaan kita masa kini menciptakan banyak sekali pemimpin munafik.
Menurut Al-Quran, ada tiga ciri orang munafik. Pertama, orang munafik cenderung berkata tidak jujur. Dia tidak pernah konsisten dengan apa yang dikatakannya. Bahkan ada dikotomi yang tajam antara apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat. Padahal kita membutuhkan pemimpin yang jujur dan dapat dipercaya. Berani mengatakan kebenaran, walaupun telinga orang yang mendengarnya terasa sakit.
”Terima kebenaran, walaupun itu datang dari orang kafir atau anak kecil. Kita tidak boleh menafikan kebenaran hanya karena kebencian atau perasaan tidak suka terhadap seseorang. Kita harus berlaku adil. Adil itu dekat dengan ketakwaan. Jadi, dalam Islam tidak boleh bertindak tidak adil karena kebencian atau karena tidak suka,” tegas Alkatiri.
Orang jujur juga bersikap terbuka dan bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya (transparansi dan akuntabilitas). Dia berani menentang setiap kecurangan dan tidak menutup-nutupi kesalahan yang ada.
Kedua, orang munafik mudah memberi janji, tetapi kemudian tanpa beban mengingkarinya. Orang munafik biasanya pandai merangkai kata dan santun dalam tutur kata maupun perilaku, sehingga membuat orang terbuai dan terjebak dalam kemunafikannya. ”Kita tidak bisa menggantungkan harapan atau menggadaikan masa depan kita pada janji-janji yang tidak realistis, apalagi diucapkan oleh tipe orang yang munafik dan memiliki rekam jejak yang tidak teruji,” tegasnya.
Ketiga: orang munafik jika diberi amanah pasti akan mengkianati amanah tersebut. Dia memanfaatkan amanah yang diterimanya bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan diri atau kelompoknya. Hal itu terlihat dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah menyengsarakan rakyat.
Karena itu, Alkatiri menghimbau masyarakat untuk cerdas memilih. ”Kita butuh pemimpin dunia yang kompeten dan memiliki integritas teruji, memiliki rekam jejak yang baik dan telah memberi bukti kerja nyata, bukan sekedar janji,” kata Alkatiri.
Kota Jakarta sebagai kota metropolitan, lanjutnya, membutuhkan pemimpin yang jujur, tegas dan visioner. Sejauh ini, pemimpin ideal yang didambakan ada dalam diri pasangan Ahok – Djarot. Pasangan petahani ini telah memberi bukti nyata bagi rakyat Jakarta melalui program-program kerja seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Sehat (KJS), normalisasi kali dan sebagainya.
Bahkan pasangan petahana tersebut telah menandatangani kontrak politik untuk membela kepentingan umat Islam, sebuah komitmen yang belum pernah dilakukan oleh gubernur-gubernur sebelumnya. Di antaranya memperhatikan kesejahteraan marbot, guru ngaji, mendirikan masjid raya di lima wilayah kota dan menjadikan makam Mba Priok sebagai cagar budaya religi di Jakarta.
KH Jaffar Alkitiri berharap Pilgub putaran kedua yang akan digelar pada 19 April 2017 berjalan lancar dan aman. Dia menghimbau masyarakat tidak mudah diprovokasi dan tetap memelihara kehidup bersama yang rukun dan damai dalam balutan semangat Bhineka Tunggal Ika. ”Dalam Pilgub kita memilih pemimpin dunia, bukan imam sholat. Jangan pilih pemimpin berdasarkan isu SARA dan jangan menebar benih kebencian karena pertimbangan yang tidak rasional,” tegas Alkatiri.
Sementara itu, Ketua Relawan BAJA Bhineka Tunggal Ika, Marsel Ado Wawo, SH mengatakan, pasangan Ahok – Djarot telah bekerja keras untuk kota dan masyarakat Jakarta. Dia bangga bahwa masyarakat Matraman telah mengambil keputusan yang cerdas dengan mendukung pasangan nomor 2, Ahok – Djarot.
Marsel berhadap, Pilgub DKI Jakarta yang akan digelar 19 April 2017 yang akan memenangkan kembali Ahok – Djarot untuk memimpin DKI Jakarta lima tahun ke depan.
”Kalau bapak/ibu pilih Ahok – Djarot Jakarta akan tambah sejahtera. Selain program yang sudah ada, pasangan ini meluncurkan program lain yang memanjakan warga Jakarta, seperti: program lansia untuk warga berusia di atas 60 tahun yang akan mendapat kucuran dana sebesar Rp 600.000/bulan melalui Bank DKI, renovasi atap dan lantai rumah dan program dokter datang ke rumah untuk melayani orang sakit. Karena itu, pilih pasangan nomor 2,” tegasnya.
Acara Silahturahim tokoh-tokoh masyarakat Kecamatan Matraman tersebut ditutup dengan deklarasi untuk memenangkan Ahok – Djarot pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta. Seluruh peserta bersama kader-kader PDI-P dan Relawan BAJA Bhineka Tunggal Ika bergandengan tangan memenangkan Ahok – Djarot.
Sebelum bubar ratusan peserta tumpah ruah memenuhi lantai ruangan, bergoyang riah sambing mengacungkan dua jari, diiring lagu pop asal Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur, ”Gemu Fa Mire” yang populer beberapa tahun terakhir.
Ditempat terpisah Sekjen Kibar Indonesia Frans X.Watu menyampaikan jaringan KIBAR ex Borobudur 22 relawan yang terbentuk pada era JOKOWI – AHOK telah merapatkan barisan untuk memenangkan pasanga Basuki- Djarot. Kami merapatkan barisan demi H.Djarot Syaiful Hidayat salah satu Pembina Kibar Indonesia yang telah banyak memberikan kontribusi dan pandangan dalam membesarkan Kibar Indonesia oragnisasi organisasi dari embrio relawan Jokowi ini.***