Gempita: Empat Pejabat Legislatif TTU diduga Kuat Terlibat Berbagai Kasus

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Empat pejabat legislatif kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur di demo sejumlah aktivis dari Gerakan Pemuda Peduli Tanah Air (GEMPITA) TTU, yang merupakan gabungan dari LMND EW NTT dan PERMABI (Persatuan Mahasiswa Biboki) Kefamenanu.

Aksi damai dalam bentuk long march dengan berorasi di jantung kota Kefamenanu, kantor bupati TTU dan berakhir di kantor Kejaksaan Negeri Kefamenanu, yang dilaksanakan pada Jumat (28/10/2016) lalu menyebutkan empat pejabat legislatif terlibat dalam beberapa kasus.

Empat pejabat legislatif dimaksud diduga terlibat dalam kasus pemerasan uang, pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan pembunuhan berencana. “Kami menuntut aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus pembunuhan berencana terhadap almarhum Paulus Usnaat dalam sel tahanan Mapolsek Nunpene, Miomafo Timur tahun 2008 silam, kasus pelecehan seksual anak di bawah umur dan kasus dugaan pemerasan terhadap dua kepala sekolah di TTU”, teriak masa pendemo di depan kantor Kejaksaan Negeri Kefamenanu.

Dalam isi pernyataan sikap yang diserahkan ke pemda TTU tidak disebutkan nama para pejabat. Namun dicantumkan dalam berita terdahulu, nama empat pejabat Legislatif TTU yang dimaksud, antara lain Agustinus Talan S.Sos (Anggota DPRD TTU dari partai PAN) diduga terlibat dalam kasus pembunuhan berencana yang mengakibatkan meninggalnya Paulus Usnaat dalam sel tahanan Mapolsek Miotim secara tragis.

Baca: Landasan Pacu Bandara A.A Bere Tallo Akan Diperpanjang 2000 Meter

Kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, dengan pelaku tunggal Carlos Sonbay,SH (Partai PDIP), dugaan pemerasaan terhadap kepala sekolah SD Katolik Maubesi dua, yang diduga dilakukan oleh Hendrikus Frengky Saunoah (yang diusung dari partai PDIP saat itu menjabat sebagai Waket I DPRD TTU – kini menjabat sebagai Ketua DPRD TTU) dan dugaan pemerasan terhadap kepala Kepsek SD Noetoko oleh Yasintus Lape Naif (Partai Hanura).

Dalam kasus pembunuhan berencana terhadap almarhum Paulus Usnaat, dua pelaku Emanuel Talan dan Baltasar Talan sudah menjalani putusan sidang dan kini sementara menjalani masa tahanannya di Lembaga Pemasyarakatan Kefamenanu, sementara dua tersangka yakni Aloysius Talan dan Agustinus Talan S.Sos yang diduga sebagai otak pelaku pembunuhan masih belum dilanjutkan proses hukumnya.

Sementara kasus pelecehan seksual oleh oknum anggota DPRD TTU dari PDIP Carlos Sonbay,SH proses hukumnya dihentikan oleh pihak kepolisian tanpa alasan yang jelas. Dan kasus dugaan pemerasan terhadap dua kepala sekolah oleh Ketua DPRD TTU Frengky Saunoah, SE dan Yasintus Lape Naif terkesan sengaja didiamkan aparat penegak hukum dan Badan kehormatan DPRD TTU.

Untuk kasus pemerasan terhadap Kepala sekolah SD Katolik 2 Maubesi, Frengky Saunoah dan Yasintus Lape Naif sudah pernah diperiksa oleh Badan kehormatan (BK) pada tahun 2012, karena diduga melakukan pelanggaran kode etik berupa tindak pidana pemerasan.

Namun hingga memasuki tahun 2016, sesuai penjelasan BK DPRD TTU terdahulu hasil pemeriksaan dua oknum pejabat tersebut belum bisa dipublikasikan lantaran masih menunggu sidang paripurna dewan.

Saat kasus itu mencuat di berbagai media, Frengky menegaskan dirinya tidak bersalah. Ia membantah tuduhan melakukan pemerasan sebesar Rp 50 juta terhadap Kepala Sekolah SD Katolik 2 Maubesi terkait proyek rehabilitasi 48 unit gedung sekolah dasar (SD) senilai Rp 14 miliar lebih.

Dalam jumpa pers yang pernah digelar Frengky saat itu, ia menjelaskan kepada para wartawan bahwa uang sebesar Rp 50 juta ditransfer ke rekening pribadinya oleh kepala sekolah semata-mata untuk membantu pihak sekolah. Bukan karena ia mengancam harus diberi fee proyek Rp 50 juta.

“Saya hanya membantu mencairkan dana proyek, bukan memeras. Kepsek, bendahara dan kepala tukang datang menemui saya untuk meminta bantuan. Katanya pencairan uang proyek tidak bisa dilakukan karena kendala teknis. Mereka meminjam nomor rekening saya. Uangnya ditransfer lalu malam saya cairkan uang itu dengan meminjam uang Rp 50 juta dari teman untuk diberikan tunai kepada mereka. Uang itu diterima utuh, tidak kurang sepeser pun,” kata Frengky.

Ditanya berulang kali alasan utama kepsek mentransferkan uang Rp 50 juta ke rekening pribadinya, Frengky lagi-lagi menegaskan, itu dilakukan untuk membantu pencairan dana proyek. Selain Frengky, sebelumnya diberitakan juga Yasintus Lape Naif diduga kuat memeras Kepsek SD Noetoko sebesar Rp 100 juta.

Kasus dugaan pemerasan ini pernah diusut Pansus DPRD TTU. Karena ditemukan bukti awal yang meyakinkan, Pansus merekomendasikan kepada pimpinan Dewan agar memerintahkan Badan Kehormatan untuk melakukan pemeriksaan intensif.

Ketua DPC PDIP Kabupaten TTU, Raymundus Sau Fernandes, S.Pt, yang dimintai tanggapannya soal ulah ‘anak buahnya’ yang diduga meminta fee proyek rehabilitasi sekolah sebesar Rp 50 juta, menolak berkomentar banyak.

“Kalau soal ulah HFS itu, nanti akan diproses sesuai mekanisme partai. Sekarang kami ikuti saja proses (hukum) yang sementara berlangsung,”  kata Raymundus, yang juga menjabat sebagai Bupati TTU, ketika dicegat para wartawan usai mengikuti suatu kegiatan penting di Kefamenanu.

Jaringan Rakyat Anti Korupsi (Jarak) Nusa Tenggara Timur (NTT) juga sudah melaporkan Hendrikus Frengky Saunoah, kepada Kejati NTT sejak tahun 2012. Frengky dilaporkan karena diduga melakukan pemerasan terhadap Kepala SDK 2 Maubesi, Petrus Lopo, A.Ma,Pd, uang sebesar Rp 50 juta. Dugaan pemerasan ini menjadi fokus laporan Jarak NTT kepada Kejati agar dapat menindaklanjuti dan  memroses kasus tersebut, namun hingga kini masyarakat TTU belum mengetahui hasil kerja Kejati NTT.

Terhadap keterlibatan empat anggota legislatif dalam beberapa kasus di atas, BK DPRD TTU, Hubertus Kun Bana sejak Sabtu (29/10/2016) belum berhasil dikonfirmasi.