Dari Perbatasan, Bupati Belu Nyalakan Obor Harapan Anak Negeri

Bagikan Artikel ini

Laporan Yansen
Atambua,NTTOnlinenow.com-Di tengah keterbatasan dan tantangan geografis yang kerap menjadi penghalang utama bagi anak-anak di wilayah perbatasan, kabar menggembirakan datang dari Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Sebanyak 10 siswa dari dua sekolah di Atambua-SMAK Suria Atambua dan SMA St. Angela Atambua-berhasil menembus seleksi masuk Universitas Indonesia (UI) melalui jalur Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar (PPKB) untuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Ini adalah jalur afirmasi bergengsi yang menjadi harapan besar bagi daerah-daerah pinggiran untuk mengakses pendidikan tinggi berkualitas.

Namun capaian ini bukanlah keberuntungan semata. Di baliknya, ada perjuangan panjang dan komitmen kuat dari seorang pemimpin daerah, Bupati Belu, Willybrodus Lay.

Langkahnya yang progresif dalam membuka akses pendidikan bermutu bagi generasi muda Belu, tercermin dari pertemuannya dengan Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU dan civitas akademika pada Rabu, 28 Mei 2025 di Kampus UI Depok, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat.

Pertemuan itu bukan sekadar agenda seremonial, melainkan pintu masuk menuju dialog yang menghasilkan peluang emas : kerja sama strategis dalam pengembangan pendidikan di wilayah 3T.

Tindak lanjutnya dilakukan dengan cepat-sosialisasi virtual ke sekolah-sekolah di Belu dilaksanakan, membawa informasi, motivasi, dan harapan yang membakar semangat para siswa dan guru. Bagi mereka, UI kini bukan lagi sekadar mimpi yang terlalu tinggi untuk dijangkau.

Keberhasilan ini bukan hanya kemenangan akademik, tetapi juga simbol perubahan paradigma : bahwa anak-anak Belu bisa bersaing; bahwa kualitas tidak ditentukan oleh letak geografis; dan bahwa pemimpin daerah bisa menjadi jembatan antara harapan dan kenyataan.

Bupati Willy Lay menunjukkan bahwa keberpihakan kepada pendidikan tidak harus dengan retorika besar, tetapi melalui kerja konkret yang menyentuh langsung kehidupan generasi muda.

Ucapan terima kasihnya kepada pihak UI bukan sekadar formalitas, melainkan wujud apresiasi atas keberanian institusi pendidikan nasional membuka diri dan menjangkau daerah-daerah yang selama ini termarjinalkan.

Catatan ini juga menjadi ajakan reflektif bagi kita semua-bahwa perubahan besar selalu berawal dari keberanian untuk bermimpi dan bertindak. Di balik keberhasilan seorang siswa, ada peran guru, kepala sekolah, orang tua, dan pemimpin yang bergerak dalam semangat yang sama: membangun masa depan.

“Keberhasilan 10 siswa Belu yang lolos ke Universitas Indonesia bukanlah sekadar angka statistik. Itu adalah cerita tentang harapan, ketekunan, dan mimpi besar di tengah keterbatasan,” ujar Willy Lay, Rabu (18/6/2025).

“Di balik setiap nama yang diumumkan lolos, ada perjuangan sunyi anak-anak perbatasan-belajar dengan fasilitas seadanya, jaringan internet yang sering terputus, dan perut yang belum tentu kenyang,” tambah dia.

Namun, jelas Willy Lay bahwa, mereka tak menyerah. Karena di belakang mereka berdiri para guru yang setia membimbing. Dan lebih dari itu-ada seorang pemimpin yang percaya bahwa masa depan Belu dapat dibentuk melalui pendidikan.

Dikatakan, langkah ini bukan hanya membuka kerja sama dengan universitas ternama, melainkan membangun jembatan batin antara pusat dan pinggiran, antara mimpi dan kenyataan. Dirinya tak tinggal diam melihat potensi anak-anak Belu terkekang di wilayah perbatasan. Bahkan, memilih turun tangan membuka ruang dialog dan memperjuangkan akses, hingga akhirnya UI membuka pintunya.

Keputusan UI untuk mengafirmasi siswa dari wilayah 3T melalui jalur PPKB bukan semata tindakan administratif, tapi sebuah tindakan moral. Pesannya jelas : kualitas pendidikan tidak boleh hanya menjadi hak mereka yang tinggal di kota besar. Anak-anak perbatasan pun berhak atas kesempatan yang sama.

“Kisah ini seharusnya menjadi tonggak baru bagi para pemimpin daerah di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah 3T. Bahwa dengan keberanian, visi, dan aksi nyata, masa depan generasi muda bisa diubah. Tak ada kata “terlambat” untuk menciptakan sejarah baru dalam dunia pendidikan daerah,” ucap dia.

Dihimbau kepada anak-anak Belu yang lolos, ini bukan akhir perjalanan-ini adalah permulaan. Kalian telah membuktikan satu hal penting : bahwa mimpi anak-anak perbatasan tidak kalah tinggi dari anak-anak kota. Mereka hanya butuh seseorang yang percaya—dan membuka jalan.

“Hari ini, Belu menulis sejarah. Semoga kelak, sejarah ini terus tumbuh, berakar kuat di tanah yang dulu hanya dianggap pinggiran. Dari batas negeri, kini menyala obor harapan yang mampu menerangi seluruh Indonesia,” pungkas Willy Lay.