Kemendikbud Tetapkan Tradisi Matekio Suku Kemak di Belu Sebagai Warisan Budaya Takbenda
Laporan Yansen Bau
Atambua, NTTOnlinenow.com – Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) lakukan pemantauan warisan budaya takbenda Matekio dari Suku Kemak Dirubati di Kabupaten Belu perbatasan RI-RDTL, Rabu sore (6/3/2024).
Selain rombongan Dirjen turut hadir juga dalam pantauan itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Belu, Januaria Nona Alo, bersama kabid, tokoh adat suku Kemak dan tamu undangan lainnya.
Menurut Direktur Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud, Yudi Wahyudin jumlah warisan budaya tak benda mencapai 1.940 di seluruh Indonesia, dan salah satunya adalah karya budaya Matekio dari Suku Kemak Dirubati di perbatasan Belu.
“Warisan budaya tak benda yang jumlahnya mencapai 1.940 di seluruh Indonesia. Salah satu lokasi yang menjadi perhatian di Belu, terkait karya budaya Matekio dari Suku Kemak Dirubati, tarian likurai dan seruling bambu yang sudah terdaftar secara nasional,” terang Yudi.
Dia menjelaskan, kunjungannya melibatkan observasi terhadap beberapa unsur budaya, seperti tarian likurai, suling bambu, dan elemen-elemen lainnya. Tujuan pemantauan ini adalah untuk memastikan kelangsungan, eksistensi, dan penerapan terhadap budaya tersebut, apakah masih aktif atau tidak.
“Kami kaget karena di sini semua masih berjalan dengan baik. Karena itu, kami sangat mengharapkan adanya peningkatan terkait kebijakan dari pemerintah daerah kedepannya,” ungkap Yudi.
Pihaknya berharap adanya dukungan dan kerjasama dari pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat, terutama terkait program penetapan budaya dan implementasinya sesuai tupoksinya masing-masing. Penetapan ini baru menjadi fokus setelah aplikasinya diajukan, dan pembahasan lebih lanjut akan melibatkan kolaborasi dan gotong royong.
“Kami juga mendapatkan informasi bahwa tradisi lisan Matekio ini sedang dirumuskan dalam sebuah buku. Ini sangat bagus sekali. Sosialisasi nantinya tidak hanya bersifat internal tetapi juga eksternal, karena terdapat nilai-nilai luhur, gotong royong, spiritual dan kebersamaan yang perlu disebarluaskan,” tambah Yudi.
Dalam rangka pemantauan ditekankan bahwa persepsi sebelumnya seringkali menempatkan tanggung jawab fisik pada bidang kebudayaan, padahal hal tersebut dapat dijalankan oleh berbagai kementerian yang terkait.
“Karena itu kita berharap agar sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk menjaga dan mengembangkan warisan budaya Indonesia,” pinta Yudi.
Dia juga memberikan apresiasi terhadap upaya menjaga dan melestarikan budaya yang dilakukan oleh Suku Kemak. Dikatakan, program-program dari pemerintah pusat dapat memberikan dukungan lebih lanjut, termasuk melalui sektor pariwisata, untuk menjaga dan melestarikan budaya seperti ini.
Sementara itu, penjaga rumah Suku Dirubati (Suku Kemak), Martins Nai Buti menyampaikan rasa syukurnya atas perhatian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap warisan budaya mereka yaitu ritual Matekio.
Ritual Matekio jelas dia, merupakan upacara penyerahan arwah saat pesta kenduri yang dilaksanakan 30 hingga 40 tahun sekali. Ritual ini telah mendapatkan sertifikat sebagai warisan budaya tak benda dari Kemendikbud sejak tahun 2016.
“Kami bersyukur tidak hanya atas sertifikatnya tapi juga kunjungan dari Kementerian. Ini menunjukkan bahwa budaya kami tidak hanya berada di atas kertas, tetapi masih terus hidup dan berjalan,” kata Nai Buti.
Dia berharap agar pemantauan ini diharapkan tidak hanya menjadi kunjungan pertama, tetapi juga menjadi langkah awal untuk membangun sinergi antara pihak Kemendikbud dengan pihak terkait di Kabupaten Belu.