Hadapi Krisis Pangan, HKTI Minta Petani Harus Diberdayakan
Laporan Frans Watu
Jakarta, NTTOnlinenow.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada seluruh rakyat Indonesia kalau kondisi dunia saat ini belum kondusif. Belum pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19, dunia kembali dikejutkan dengan perang Russia-Ukraina yang berdampak pada berbagai aspek.
“Muncul krisis pangan, krisis energi juga sama, gas sampai harganya lima kali lipat, bensin naik dua kali lipat. Inilah kesulitan-inilah yang dialami hampir semua negara,” kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam pembukaan acara Zikir dan Doa Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka, di halaman depan Istana Merdeka, beberapa waktu lalu.
Presiden memprediksi dalam enam bulan ke depan, sekitar 800 juta orang di dunia akan mengalami kelaparan akut karena tidak ada yang dimakan. Kondisi tersebut melanda negara kecil maupun negara besar sehingga muncul krisis ketiga yaitu krisis keuangan.
“Beberapa negara yang tidak kuat, ambruk, karena sudah tidak memiliki uang cash, baik untuk membeli energi bensin dan gas atau membeli pangan. Sekali lagi, marilah kita berdoa bersama, zikir bersama, memohon kepada Allah SWT agar negara kita selalu dilimpahi energi dan pangan dan kita tidak kekurangan akan hal itu. Dan kita berusaha berikhtiar bersama-sama agar kita justru melimpah dan bisa membantu negara-negara lain yang sedang kesulitan saat ini,” pinta Presiden.
Menanggapi kondisi yang dipaparkan Presiden Jokowi, Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bidang Agraria, Ketahanan Pangan dan Inovasi Budidaya, Ir Doddy Imron Cholid mengatakan bahwa pada prinsipnya HKTI setuju dan mendukung agar petani betul-betul diberdayakan.
“Yang jadi masalah saat ini ketika panen berlimpah atau over produksi maka harga pangan atau kebutuhan sembako menjadi murah. Di lain pihak diluar musim panen harga bahan pangan menjadi meningkat. Ini harus diatur. Fluktuasi harga baik saat panen dan pada saat paceklik harus sama,” ujar Doddy Imron Cholid kepada media di Jakarta, 7 Agustus 2022.
Bagaimana supaya kita tidak mengimpor bahan pangan? Seharusnya, menurut Doddy, pemerintah daerah kabupaten dan kota dalam hal ini bulog harus siap membeli semua bahan pangan yang dihasilkan pada puncak panen dan disimpan di gudang. Yang jadi masalah kalau pangan hortikultura seperti tomat, cabe ,kacang dll yang mudah busuk.
“Maka selain gudang harus disiapkan cold storage. Semua pangan buahan2 yang mudah busuk disimpan disana, sehingga pada pemerintah tidak perlu impor dan tinggal membuka simpanan yang ada di gudang,”jelas Doddy.
Ketua Satgas Agraria HKTI ini menjelaskan, kalaupun produksi panen tidak mencukupi karena jumlah penduduk yang besar sekitar 230 juta orang, maka kalaupun harus impor jangan lah mengimpor di musim panen.
“Kalau harus impor maka disimpan di gudang saja. Jangan dilepas ke pasar, kalau di lepas ke pasar akan bersaing dengan produk pangan petani. Jadi dalam musim apapun jangan sampai petani yang disengsarakan,”tegas Doddy.
Lebih jauh soal urgensi impor pangan, Doddy menjelaskan bahwa,“HKTI sangat paham dengan kemiskinan yang ada di petani. Terkait dengan impor boleh –boleh saja tapi jangan sampai menurunkan harga pangan petani, jangan sampai mengimpor di musim panen, kalau pun harus impor disimpan saja di gudang Bulog, ketika persediaan pangan di bulog berkurang baru hasil impor dijual ke pasar.”
Lanjut Doddy, HKTI prihatin masih banyak masalah di petani khususnya petani padi, misalnya masalah pupuk yang susah didapat dan kalau pun ada harganya mahal, masalah bibit unggul juga susah didapat, juga masalah iklim yang berubah-ubah. Ini juga mengakibatkan produksi petani menurun.
“Terkait masalah krisis pangan yang disampaikan Presiden Jokowi, kita berharap masalah ini tidak berkepanjangan dan kita harus menjaga produksi petani agar hasil panen tetap melimpah dan ketika dijual harganya tetap mahal,” tandasnya.