Suku Amsele Nyatakan Bertanggungjawab Atas Pengrusakan Pipa Mata Air Oesiki di Biboki Utara

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Saling tuding hingga lapor melapor ke pihak Kepolisian Sektor Biboki Utara terkait pengrusakan pipa mata air Oesiki antara Kepala Desa Sapaen, Benediktus Amleni dan Benyamin Sikone serta ADPRD TTU, Falentinus Manek, akhirnya terjawab dari penegasan masyarakat suku Amsele yang menyatakan bersedia bertanggung jawab atas pemutusan fasilitas pipa air minum tersebut.

Kepada awak media yang tiba di TKP, Kamis (16/06/2022) perwakilan masyarakat desa Amsele mengatakan pemutusan tersebut menjadi tanggungjawab mereka dan merupakan bentuk protes suku Amsele terhadap pihak desa Sapaen yang tidak menunjukkan itikad baik untuk melakukan ritual pendinginan pasca pembangunan fasilitas air minum tersebut.

“Kami dari suku Amsele yang bertanggung jawab atas pemutusan pipa mata air Oesiki. Pengrusakan pipa itu sebagai bentuk protes kami terhadap pemerintah desa Sapaen,”ungkap Kepala Suku Amsele, Andreas Abatan.

Menurutnya, pada Agustus 2021 lalu, Ketua BPD Desa Sapaen, Fabianus Sikone, mendatangi pihaknya dan meminta izin untuk mendirikan fasilitas air minum di Mata Air Oesiki milik Suku Amsele.

“Pendirian fasilitas air minum tersebut merupakan program Pamsimas”, kata Andreas Abatan.

Lanjutnya, pihaknya pun mengizinkan dan melakukan ritual adat sekaligus peletakan batu pertama.

“Waktu itu, pihak desa Sapaen berjanji akan melakukan ritual pendinginan apabila pekerjaan rampung. Namun kenyataannya, hingga Juni 2022 pihak desa Sapaen sama sekali tidak menunjukkan itikad baik untuk datang dan melakukan ritual adat pendinginan”, jelas Andreas.

Meskipun sudah ada perjanjian untuk melakukan ritual adat pendinginan, maka kami punya kewajiban untuk segera melakukan ritual. Selama ini tidak ada itikad baik dari pihak desa Sapaen. Kami berinisiatif kumpul uang sendiri untuk melaksanakan ritual itu”, tambah Andreas.

Falentinus Manek, turut diundang dalam pelaksanaan ritual adat itu lantaran ia juga merupakan tokoh adat dan tokoh masyarakat di desa Sapaen dan Taunbaen.

Sehinga laporan polisi yang menyebut bahwa Falentinus dan Ketua BPD Desa Taunbaen, Leonardus Amnunuh sebagai pelaku pengrusakan pipa mata air Oesiki, dibantah Andreas.

“Pak Falentinus Manek hadir sebagai undangan saja dan setelah mengikuti ritual adat pendinginan, dilanjutkan dengan makan adat bersama dan pak Falen langsung pulang”, terang Andreas.

Kembali ditegaskannya, pemutusan pipa mata air Oesiki oleh Suku Amsele merupakan bentuk protes tegas kepada yang sebelumnya menjanjikan akan menggelar ritual pada Desember 2021 lalu.

Dan sebagai masyarakat yang berbudaya dan menjunjung tinggi kearifan lokal, pihaknya berkewajiban memelihara dan menjaga keluhuran budaya yang telah tertanam.

“Ritual pendingin yang dijanjikan wajib dilakukan karena tempat itu merupakan ritus adat suku Amsele dan Amnunuh. Tidak ada yang saling membebankan apalagi mencari keuntungan dari ritual tersebut,” tegas Andreas.

Jika saja ada itikad baik dari pemerintah desa setempat dengan segera melakukan ritual, kata Andreas maka perkara tersebut dipastikan berakhir serta tidak menimbulkan perpecahan diantara masyarakat.

Foto : Perwakilan suku Amsele menyatakan bertanggungjawab atas pengrusakan pipa mata air Oesiki.