Jaksa Diminta Usut “Drama Cinta Segitiga” Proyek Jembatan Naen di TTU Senilai Rp16M

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Pekerjaan proyek Jembatan Naen hingga tanggal 13 Maret 2022 ini, belum juga rampung dikerjakan.

Nampak dilapangan masih terlihat para pekerja sementara membuat kerangka beton pada dek jembatan untuk dilakukan pengecoran lantai jembatan.

“Sesuai kontrak kerja, 120 hari kalender kerja, terhitung Juli 2021 hingga Desember 2021.
Namun sampai dengan 31 Desember 2021, progres pekerjaan jembatan Naen baru mencapai 38 %” tandas Direktur Lakmas NTT, Victor Manbait.

Menurutnya, curah hujan yang tinggi di lokasi menjadi kambing hitam penyebab terlambatnya penyelesaian pekerjaan jembatan.

“Curah hujan yang tinggi di lokasi menjadi kambing hitam penyebab terlambatnya penyelesaian pekerjaan, sesuai skedul kerja sebagaimana disampaikan oleh Kepala Cabang PT. Citra Timor Mandiri, Boby Ludony Manunait melalui salah satu media online Tanggal 21 Januari 2022. Padahal dengan melihat progres pekerjaan diakhir masa kontrak yang baru mencapai 38%, maka jelas alasan karena tingginya curah hujan adalah alasan yang dicari – cari, apalagi tidak di dukung dengan data atau pernyataan resmi dari lembaga yang berkompeten di bidang meterologi. Mestinyapun kalau ada kendala, di akhir masa kontrak harusnya progres pekerjaan minimal sudah di atas 70%. Bukan baru mencapai 30%”, tandas Viktor.

Tidak bonafidnya perusahaan yang mengerjakan proyek ini, lanjutnya juga tampak dari pengeluhannya bahwa dia mengalami sejumlah kerugian akibat beberapa material pekerjaan beberapa kali terbawa banjir karena lokasi pekerjaan berada pada aliran sungai.

“Alasan ini menunjukan kalau perusahaan ini benar – benar tidak punya kualifiksi kerja. Sudah tahu pekerjaan yang dikerjakan adalah pekerjaan jembatan dan berada pada aliran kali dan dikerjakan pada musim penghujan, mengapa menaruh material pekerjaan pada bibir kali? Unik memang Kepala Cabang Perusahaan ini”, sorot Victor.

Selain karena alasan hujan yang tidak didukung dengan data valid dari BMG sebgai hambatan kerja, jelas Victor lebih lanjut perusahaan ini juga mengatakan kalau pekerjaanya terhenti selama 2 minggu, akibat dihentikan oleh pengawas untuk dilakukan boring tes dan sondir.

“Ini menunjukkan kalau dalam pekerjaan jembatan ini konsultan perencana hanya asal – asalan dalam membuat perencanaan proyek jembatan Naen, dimana untuk hal yang strategis ini tidak dilakukan sejak awal dan baru teringat untuk dilakukan setelah pekerjaan berjalan dan itu malah di tentukan oleh konsultan pengawas”, ungkap Victor kepada NTTOnlinenow.com, Minggu (13/03/2022).

Keunikan pekerjaan Proyek jembatan Naen ini sudah nampak sejak awal pelaksanaanya.

Diketahui, pada saat lelang, pagu harga tendernya sebesar Rp. 19milyar lebih dan HPS pemenang tendernya anjlok ke Rp.16 milyar lebih hampir 25 % dari pagu harga tender. Padahal untuk pembangunan jembatan hampir 80 % materialnya adalah material fabrikasi yang mesti didatangkan dari luar TTU.

Dan pemanang tendernya bukan hanya sebuah perusahaan cabang yang bukan distributor barang fabrikasi jembatan dan bukan pula pabrik material jembatan. Hebatnya, dengan posisi sebagai perusahaan cabang yang belum teruji sama sekali jembatan besar mana yang pernah dikerjakannya, dengan enteng membuang harga sampai dengan hampir 25%, luar biasa sekali.

Publik juga belum diyakinkan apakah panitia lelang pernah mendatangi perusahaan induk dari perusahaan cabang ini dalam memastikan kebonavidan perusahannya dibidang konstruksi jembatan sehingga begitu yakin menangkan Perusahaan Cabang tanpa track record yang teruji itu.

Setidaknya, keterlambatan pekerjaan yang terjadi jauh dari progres yang seharunya di akhir masa kontrak mengkonfirmasi kalau ada keanehan dalam proses tender yang memenangkan perusahaan cabang yang banting penawaran hingga hampir 25% ini.

Drama pekerjaan proyek jembatan Naen tidak berhenti disitu, setelah memenangkan tender, pada tahap pelaksanaan pekerjaan, ajaibnya terjadi perubahan volume kerja jembatan dari lebar 9 meter, diubah menjadi lebar 7 meter. Tentunya ini juga ditunjukkan PPK dan pemenang tender dengan argumenasi aturan bahwa untuk tipe jalan kabupaten konstruksi jembatan lebarnya hanya 7 meter. Sehingga lebar jembatan Naen yang awalnya 9 meter harus merujuk pada aturan sehingga lebarnya berkurang menjadi 7 meter.

Seterusnya karena kualifikasi pekerjaanya adalah jembatan tipe b, maka kualitas materialnya pun diturunkan dari mutu A menjadi mutu B.

Unik juga, karena jembatan yang dibangun ini telah direncanakan dengan matang oleh perencanaannya atas pesanan pemilik proyek dengan berbagai pertimbangan teknis, ekonomi sosial sehingga jembatan yang dibuat dengan lebar 9 meter agar dapat menanggung beban arus lalu lintas diatasnya dalam beban dan mobilitas tinggi.

Karena jalurnya merupakan lintas batas negara sabuk merah yang tinggi lalu lintasnya, dengan beban tonase yang besar. Tapi justru kualitas material jembatan diturunkan dari kualitas A ke kualitas B . Padahal jembatan ini dibangun untuk jangka waktu yang panjang di atas 10 tahun.

“Menjadi pertanyaan lanjutan adalah, dengan pengurangan volume kerja dari 9 meter ke 7 meter yang berarti ada selisih volume kerja 2 meter itu, bila dihitung volume permeter perseginya Rp.3 juta saja, sudah berapa milyar rupiah yang menjadi keuntungan mendadak yang diperoleh? Belum lagi dengan adanya pengurangan mutu material dari mutu A ke mutu B, berapa milyar keuntungan ya ? Apakah ini memang modus dalam meraup keuntungan secara ilegal dalam projek jembatan Naen”, tanya Victor.

Belum habis disitu dalam pekerjaan jembatan Naen ini tiba – tiba juga dilakukan penambahan volume pekerjaan lagi senilai Rp1 milyar lebih. Ada pengurangan volume lebar jembatan, ada penambahan volume pekerjaan senilai Rp.1 milyar. Memang luar biasa, perencanaan pekerjaan jembatan Naen ini.

Selain keunikan – keunikan diatas, ternyata kualitas pekerjaan jembatan Naen ini mesti diuji juga oleh pihak yang berkompeten karena disana sini terlihat retakkan – retakkan pada bagian pengecoran jembatan yang telah di kerjakan.

“Kita minta Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara yang sejak ditetapkan pemenang tender melakukan pengawasan khusus atas pekerjaan jembatan ini. Agar memastikan semua keunikan yang terjadi dalam Perspektif Penegakkan Hukum. Apalagi dari sekitar 40an proyek konstruksi pada Tahun Anggaran 2021 yang dikerjakan di Kabupaten TTU, yang diawasi secara khusus oleh Kejaksaan Negeri

TTU hanyalah pekerjaan jembatan Naen dengan pagu harga tender Rp19 milyar lebih dan dimenangkan tendernya oleh Perwakilan Cabang PT. Citra Timor Mandiri dengan HPS senilai Rp16 milyar lebih saja”, pinta Victor.

Sumber lain, menyebutkan spandek yang dipakai juga tidak sesuai spek.

Foto : Dugaan spandek banci yang dipakai.

“Itu spandek banci alias KW. Ini dari modelnya saja sudah ketahuan bukan asli. Kan jembatan Naen ini jembatan permanen kelas A. Jadi APH jangan tutup mata”, tandas WT.

WT di waktu yang sama mengungkap terjalin cinta segitiga dalam proyek jembatan Naen.

” Ternyata Konsultan Pengawas dan Perencana ternyata satu orang dan satu perusahaan.
Ada Cinta segitiga di Proyek jembatan Naen.
PPK, Kontraktor dan Konsultan sepakat lakukan persekongkolan jahat”, beber WT.

Ia kembali mengulas volume pekerjaan jembatan Naen.

“Dari kuasa jembatan 9 meter jadi 7 meter. Minimal ketebalan alas bentangan jembatan dan Ketebalan alas kualitas dibawah spek. Ada penambahan Volume kerja yg tidak wajar senilai Rp1,5 milyar. Diperparah dengan Konsultan Perencana dan Pengawas proyek Jembatan Naen berasal dari satu Perusahaan”, beber WT.

Foto : Proyek Jembatan Naen senilai Rp16 Milyar.