Nilai-Nilai Pancasila Dalam Budaya Manggarai

Bagikan Artikel ini

Oleh Marianus Cerno Dapetro Taluk
Pancasila merupakan pilar ideologi negara Indonesia, dan digunakan sebagai dasar serta pedoman yang kuat untuk mencapai tujuan negara Indonesia. Pancasila berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu ”Pasca” yang berarti lima dan ”Sila” yang berarti prisip atau asas. Hal itu berarti ada lima pedoman penting rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, Pancasila merupakan filsafat negara dan pandangan hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional. Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat.

Pancasila dalam pengertian ini, sering juga di sebut way of life, artinya pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan perkataan lain pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas kehidupan di dalam segala bidang. Berarti bahwa semua tingkah laku dan perbuatan setiap masyarakat indonesia harusn dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila pancasila.

Pancasila dirumuskan dari nilai budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari nilai ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, masyarakat, dan keadilan sosial. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa diwujudkan setiap orang dalam memeluk agama sesuai keyakinannya, serta bertoleransi terhadap orang lain yang berbeda agama.

Kemanusiaan yang adil dan beradab diwujudkan dalam bentuk perilaku saling menghargai harkat dan martabat sesama. Kesamaan dalam kemasyarakatan dan hukum saling mengasihi dan cinta akan persatuan, diwujudkan dengan tiadanya diskriminasi individu antar golongan, kesetiaan dalam bekerja sama untuk, bergotong royong, rela berkorban, senantiasa berupaya untuk menciptakan kehidupan yang rukun dalam masyarakat.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diwujudkan dalam bentuk menyelsaikan masalah dengan musyawarah, demokrasi substansial dantidak memaksakan kehendak orang lain. Sedangkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, diwujudkan dalam bentuk perilaku menghargai hak orang lain, karya cipta orang lain dan mengedepankan kewajiban, kemudian hak yang dilaksanakan secara seimbang.

Kesetiaan pada pancasila sebagai pedoman hidup tidak dapat diukur dengan rajinya masyarakat menyebut pancasila di berbagai tempat. Namun kesetiaan pada pancasila ditentukan oleh sikap, perkataan, pola pikir, perbuatan, serta tingkah laku yang mencerminkan pengamalan nilai, cita, makna yang terkandung dalam pancasila dan diterapkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku yang mencerminkan nilai pancasila tersebut sejatinya merupakan kearifan lokal yang berkembang dalam masyarakat Indonesia, khususnya daerah Manggarai.

Kebudayaan masyarakat Manggarai beraneka ragam ,namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Bugis, Selayar, serta Bima masuk dan ikut mempengaruhi kebudayaan masyarakat Manggarai, karena adanya interaksi yang intens antara pedagang Bugis, Selayar dan Bima. Selain itu banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau yang datang dari daerah Bima dan menetap di masyarakat Manggarai. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal dan menghasilkan perpaduan kebudayaan Bima, Selayar, Bugis dan budaya lokal yang unik.

Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar dari pada kebudayaan lokal modern, khususnya masyarakat manggarai semuanya hidup rukun antara satu sama lain. Dewasa ini di dalam kehidupan kemasyarakatan di daerah Manggarai terutama di kalangan generasi muda saat ini mulai resah, kwahatir dan kecewa adanya krisis keteladanan. Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara, mestinya nilai-nilai yang hidup pada masyarakat Indonesia sehari-hari, dikarenakan kemajuan paradaban dunia di era global sekarang ini membuat nilai-nilai yang terkandung di dalam kelima sila pancasila dirasakan semakin tidak jelas dan jauh dari harapan.

Dalam hal ini dapat dibuktikan dan ditunjukan dengan adanya sikap serta mental dari generasi mudah sudah banyak yang tidak mengerti budaya teing hang dan nilai-ilai suatu panggilan luhur bagi semua komponen masyarakat Manggarai khususnya bagi generasi muda untuk kembali menggali serta menanamkan nilai luhur kebudyaan yang asli ke dalam diri kaum muda tentang teing hang. Sebagai generasi muda masyarakat Manggarai akan tergugah jika menyadari betul-betul makna dari nilai-nilai budaya teing hang saat ini. Budaya teing hang diartikan sebagai sesajian untuk leluhur, seringkali terkait dengan sesuatu peristiwa-peristiwa tertentu.

Salah satunya yaitu upacara penti atau upacara syukur. Ketika seseorang menyebut kata penti dalam budaya Manggarai,dengan sendirinya orang-orang manggarai akan mengarahkan pikirannya pada suatu upacara syukuran meriah. Penti dilakukan sebagai tanda syukur Mori Jari Dedek (Tuhan Pencipta) dan kepada arwah nenek moyang atas semua hasil jerih payah yang telah diperoleh dan dinikmati, juga sebagai cekeng wali ntaung(musim yang berganti dan tahun yang beralih). Upacara ini biasa dilakukan setelah semua panenan rampung (sekitar juni-september).

Upacara penti terbagi atas lima babak/tahap antara lain; (1). Barong Wae Teku, yaitu upacara di kali atau di mata air yang dipakai sebagai air minum oleh warga kampung). (2). Barong Compang, yaitu upacara persembahan di megalithik/batu persembahan yang berada di tengah kampung. (3). Libur Kilo, Yaitu upacara persembahan umum dalam Gendang (rumah adat daerah Manggarai). (4). Wae Owak, yaitu upacara pesembahan pada masing-masing kluarga,yang letak sesajiannya ditempatkan pada tempat-tempat khusus sesuai kebiasaan, ada yang bertempat di dalam rumah ada juga yang di luar rumah pada batuh atau pohon tertentu. (5). Tudak Penti, yaitu upacara puncak syukur.

Pada upacara ini juga terdapat lagu ”Sanda Lima”. Adapun lima nilai dasar pancasila yang terkandung dalam acara penti. Pertama ke-Tuhanan Yang Maha Esa ditandai dengan adanya ”Podo Tenggeng, Baro Wae Teku, Barong Compang, dan biasanya ada misa syukur yang di dalamnya terkandung sebuah nilai ke-Tuhanan yang merupakan sebuah keyakian bangsa terhadap adanya Tuhan yang menjadi pencipta alam semesta.

Kedua, yaitu kamanusiaan yang adil dan beradab ditandai dengan adanya peradaban pada natas(tempat perkampungan) yang kemudian adanya ”libur kilo” (semua ambil bagian dalam upacara dan semua dapat bagian ”nuru” (daging sembelihan, biasanya Kerbau/Babi tanpa terkecuali). Di dalamnya terkandung nilai untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang merupakan makhluk yang beradab. Sebuah nilai kesadaran moral serta perilaku yang berlandsakan pada budi pekerti maupun nurani individu,yag berhubungan dengan nilai dan norma kebudayaan yang memilii adab.

Ketiga, persatuan Indonesia upacara pent mengharuskan semua elemen untuk turut ambil bagian di dalamnya yang berujung pada permainan caci, tarian congka sa’e yang ditarikan oleh perempuan maupun laki-laki sebagai wujud persatuan, sementara kaum hawa mengiringi permainan caci sembari memaikan gendang.

Keempat, kerakyatan yag dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, adanya tudak penti mengandaikan semua elemen berusaha bermusyawarah untuk mufakat dengan tua adat sebagai tonggak yang memimpin serta menjadi sumber wejangan, di mana semua menjunjng tinggi asas musyawarah dan diwujudkan serta menjadikan asas tersebut sebagai dasar suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya sebuah tujuan bersama.

Kelima,kedilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Acara penti tidak hanya adil tetapi sngguh-sungguh mengambil adil dalam menciptakan keadilan serta menjamin hak dan eksistensi setiap warga, setiap pribadi dengan tanpa adanya diskriminasi pada arakan keberlangsungan acara. Dengan tandanya inklusivitas saat perayaan, ada sebuah makna sebagai sebuah dasar yang segaligus menjadi tujuan. Yakni tercapainya sebuah tujuan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahir maupun batin.

Sebagai penerus bangsa, saya mengajak seluruh generasi muda terutama generasi budaya Manggarai untuk selalu mengamalkan nilai-nilai dan makna pancasila dalam kehidupan bermasyarakat yang berkaitan erat dengan kebudayaan Manggarai. Sehingga kebudayaan Manggarai tetap terjaga kelestariannya.