Negara Harus Hadir Dalam Bentuk Kompensasi Kepada Petani Rumput Laut

Bagikan Artikel ini

Kupang, NTTOnlinenow.com – Negara harus hadir dalam bentuk memberikan kompensasi pada masyarakat pesisir petani rumput laut yang terdampak khususnya petani perempuan rumput laut dan nelayan di Pesisir Pantai Pulau Timor, Rote Sabu akibat tumpahan minyak Montara 2009 lalu.

Hal itu dikemukakan Ir.Emelia Nomleni yang juga Ketua DPRD NTT kepada NTTOnlinenow.com usai menjadi penyangga pada diskusi online yang diselenggarakan UNDP, Rabu (28/7/2021).

Ia menjelaskan dampak tumpahan minyak Montara kepada perempuan lebih besar. Perempuan kehilangan mata pencaharian yang sepenuhnya menopang ekonomi rumah tangga.

Selama ini kata dia patriarkhi telah menempatkan perempuan dalam mengurus urusan domestik seperti mengurus rumah, mencuci pakaian, memasak, mengasuh anak tetapi dituntut bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah.
Dia menambahkan akibat tumpahan minyak tersebut mereka tidak bisa lagi melaut untuk meladang rumput laut, kehilangan mata pencaharian dan matinya daya beli. Akibatnya perempuan harus memikirkan lagi bagaimana cara menutupi kebutuhan keluarga.

Diungkapkan perempuan berhutang.‎ Hutang beras, gula, sabun, minyak goreng, minyak tanah biasa dilakukan perempuan atau para istri dan bukan suami suami. Beban ganda mengurus rumah, mengasuh anak dan harus mencari penghasilan tambahan dengan mata pencaharian yang baru.

Menurut dia, belum lagi dalam masyarakat patriarkhi mencitrakan perempuan atau istri istri yang baik adalah yang harus ada dalam urusan keluarga besar dan kegiatan kegiatan sosial, budaya. Mulai dari kumpul keluarga, pinangan, menikah, menghadiri pesta wisuda, ulang tahun, kematian, syukuran kematian. Jika perempuan atau para istri tidak menghadiri acara acara atau moment moment tersebut maka perempuan atau istri dianggap perempuan atau istri kurang baik yang tidak bisa membawa diri.

Padahal lanjutnya kalau laki laki atau para suami tidak pergi tidak ada tuntutan atau cap negatif kepadanya oleh keluarga dan masyarakat. Hal itu dianggap hal yang biasa biasa saja. Sementara berbagai tuntutan dan cap cap atau stigma tersebut telah membelenggu perempuan sehingga ia mengalami beban super ganda. Mengurus rumah, mencari penghasilan tambahan atau bahkan utama karena selama ini ia adalah petani rumput laut dan nelayan. Mereka juga dibebani beban sosial budaya harus menghadiri semua urusan keluarga dan masyarakat.

Diuraikan akibat kehilangan mata pencaharian utama atau tambahan petani rumput laut dan nelayan, para perempuan harus mencari pekerjaan baru. Menjadi petani bawang, atau menanam jagung tetapi daya dukung air sangat rendah. Jam kerja dan istirahat mereka menjadi lebih panjang dan terganggu.
Dikatakan tumpahan minyak Montara yang mencemari laut Timor Rote, Sabu dan ladang rumput laut petani rumput laut dan nelayan merupakan sebuah bencana. Hanya saja posisi perempuan dalam Mitigasi bencana dan rencana kontigensi tidak mendapat perhatian.

Padahal posisi perempuan dalam Mitigasi bencana dan rencana kontigensi sangat penting dan strategis. Sementara itu ujarnya mitigasi bencana masih dianggap harus direspon oleh laki laki agar lebih cepat. Rencana kontinjensi masih umum, belum melihat resiko, dampak bagi perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya.

Hingga saat ini menurut dia belum ada khabar atau informasi tentang kompensasi negara atau pihak manapun kepada perempuan dan anak dalam bencana ini. Seperti apa bentuk kompensasi, siapa saja yang sudah mendapatkannya, berapa besar kompensasi, kapan kompensasi itu diberikan.

Ini penting untuk pengawalan dan pengawasan model intervensi tersebut untuk memastik sampai pada yang berhak. Bagi Ketua DPD PDIP NTT tidak perlu menunggu tindak lanjut eksekusi Keputusan Pengadilan Tinggi Federal di Sidyney untuk memberi kompensasi kepada masyarakat terdampak karena gugatan class action tersebut memenangkan masyarakat nelayan, Negara sudah harus hadir dan memberi kompensasi kepada mereka apalagi mereka sudah menderita kesusahan selama 11 tahun.

Mestinya sejak awal intervensi bantuan stimulan sudah diberikan karena mereka tertimpa bencana tanpa menunggu hitungan detail. Apalagi saat ini mereka sudah hampir dua tahun menderita karena dihantam pandemi Covid 19, dan hantaman badai Seroja April 2021 lalu. Mereka mengalami tiga bencana sekaligus.

Menurut dia, harus ada affirmasi ekonomi kepada semua perempuan terdampak di wilayah pesisir untuk menggairahkan ekonomi, mendukung mata pencaharian baru dan melanjutkan hidup dan membiayai pendidikan anak anak. Itu sudah menjadi tanggung jawab negara.

Ditegaskannya negara harus mendesak pihak Perusahaan untuk segera mengesekusi Keputusan Pengadilan Tinggi Federal di Sydney.

Lebih lanjut ia menambahkan tentu peranan media sangat penting untuk memenangkan diplomasi Pemerintah Indonesia.(non)