Startup Project Leadership (SPL) Alternatif Strategi Pembelajaran Tatap Muka Yang Bermakna Pasca Pandemi

Bagikan Artikel ini

NTTOnlinenow.com – Sekolah Guru Indonesi (SGI) Dompet Dhuafa menyelenggarakan peringatan Hari Pendidikan Nasional dalam bentuk sharing inovasi pembelajaran secara virtual melalui Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui fanspage facebooknya pada Minggu, 2 Mei 2021 Pukul 13.30-15.00 WIB dengan tema “Inovasi Guru dalam Menyonsong Pembelajaran Tatap Muka”, yang dihadiri oleh kurang lebih 600 guru dan kepala sekolah dari berbagai wilayah di Indonesia.

Indonesia Menghadapi Kesenjangan Pembelajaran (Learning Loss)

Persiapan guru dalam menghadapi pembelajaran tatap muka pasca pandemi menjadi konsen utama SGI saat ini, mengingat panjangnya perubahan kebiasaan belajar siswa saat pandemi yang dialihkan dari tatap muka menjadi full online melalui patform-platform digital. Namun hal tersebut bukan membawa dampak positif yang signifikan terhadap perkembangan kompetensi siswa dan guru, tetapi justru malah menimbulkan kesenjangan yang amat jauh dari tujuan pembelajaran yang di harapkan.

Survei Sekolah Guru Indonesia pada pertengahan april 2021 terhadap 400 Guru yang tersebar dalam 20 provinsi dan 80 kabupaten kota di Indonesia menunjukan bahwa, 18,8% guru memilih tetap melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan standar protokol kesehatan, 30,3% memilih melaksanakan pembelajaran full online jarak jauh, dan 51% memilih melakukan pembelajaran hybird atau blended learning. Intensitas pembelajaran online yang lebih tinggi memberikan kendala tersendiri bagi guru terutama pada guru di wilayah pedesaan dan 3T, antara lain pembelajaran dirasa kurang efektif, siswa merasa bosan, malas dan kurang disiplin, serta akses sarana gadget, signal dan kuota yang sangat terbatas.

Kendala-kendala tersebut nyatanya tidak dapat diselesaikan begitu saja oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan yang cocok digunakan pada situasi pandemi seperti ini. Sehingga kesenjangan pembelajaran tidak dapat dipungkiri, diperkotaan mungkin siswa dapat mengakses informasi dan sumber belajar secara leluasa melalui platform digital, namun bagi mereka yang tinggal di pedesaan dan keterbatasan dalam akses teknologi dan jaringan internet akan kehilangan waktu berharganya untuk belajar

Mengulang kelas untuk menebus kesenjangan belajar

Data Survei OECD tentang pendidikan selama pandemi menyoroti luasnya penutupan sekolah selama krisis. Pada 16 Maret 2020 setengah dari 33 Negara Eropa telah menutup sepenuhnya sekolah dasar dan menengah selama rata-rata 42 hari. Sehingga membatasi akses pembelajaran seacar digital dan untuk kelompok tertentu bahkan tidak termotivas untuk melakukan pembelajaran secara mandiri. Kemudian analisis OECD juga mengemukakan bahwa mengulang sekolah untuk menebus kesenjagan yang terjadi bukan menjadi alternatif solusi, namun beberapa negara memutuskan untuk memperbaiki pembelajaran kedepan dengan memberikan tindakan yang berfokus kepada siswa dan sebagian negara memilih menambah jam pembelajaran di luar jam tatap muka disekolah.

Melakukan pendekatan pembelajaran yang bermakna terfokus pada siswa dan memberikan jam tambahan dirasa lebih menungkinkan untuk diterapkan di Indonesia ketimbang harus meminta siswa mengulang kelas kembali selama satu tahun yang tertinggal. Untuk menjawab itu Sekolah Guru Indonesia telah dua kali melakukan uji coba terhadap strategi pembelajaran baru yang lebih sederhana, namum memacu siswa untuk berfikir kritis dan berinovasi melalui pembelajaran yang direncanakannya sendiri serta meningkatkan soft skill kepemimpinan dan kemandiriannya.

StartUP Project Leadership Sebagai Alternatif Strategi Pembelajaran

SPL merupakan strategi pembelajaran bersiklus dalam memecahkan permasalahan teraktual melalui usaha rintisan yang inovatif dan produktif. SPL dipopulerkan sejak akhir tahun 2020 dan telah di ujicoba terhadap kurang lebih 1500 guru di berbagai wilayah di Indonesia. SPL sendiri mengacu pada konsep pembelajaran bermakna, yakni dengan mengaitkan informasi baru dengan konsep relevan yang telah di pahami dan dipelajari siswa. Untuk menghasilkan keterampilan khusus, seperti kombinasi teknologi, pemecahan masalah, dan pemikiran kritis serta keterampilan lunak seperti ketekunan, kolaborasi, dan empati. (World Economic Forum, January 2020)

Tiap siklusnya SPL terdiri dari tiga tahapan, yakni tahap inkubasi, tahap startup dan tahap mobilisasi. Pada tahap inkubasi, siswa bersama guru mengidentifikasi permasalahan yang di temui pada kompetensi dasar yang sedang berlangsung, dengan cara mengumpulkan informasi, mendiskusikkan beraneka macam masalah teraktual di ligkungan, memetakan masalah dan menemukan akar penyebab dari permasalahan tersebut. Setelah mengidentifikasi permasalahan, siswa dan guru mencari ide usaha rintisan sebagai solusi dari permasalahan yang ingin diselesaikan.

Pada tahap StartUP, siswa dan guru melakukan pemetaan lingkungan usaha dengan mengobservasi dan mengeksplorasi kondisi lingkungan untuk mengkonfirmasi kelayakan usaha, menemukan potensi daya dukung lingkungan, dan membuat analisis mitigasi resiko. Setelah itu siswa dan guru melakukan pembukaan usaha rintisan untuk mengumpulkan masukan, menemukan faktor keberhasilan dan menetapkan tindakan perbaikan.

Pada tahap mobilisasi, siswa dan guru melakukan pengembangan terhadap usaha rintisan dengan mencatat perkembangan, mencari dukungan dan jaringan usaha baru, mengevaluasi, membuat laporan dan menemukan ide-ide inovasi baru secara berkelanjutan. Dengan tahapan ini maka siswa akan lebih senang dan leluasa dalam belajar karna langsung bersentuhan dengan lingkungannya dan ide-ide yang berasal dari dirinya sendiri sesuai tujuan yang telah ditentukan.

SPL dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan keterampilan abad 21

Survei Sekolah Guru Indonesia terhadap 400 guru yang melaksanakan SPL dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan berikut:

Critical Thinking & Problem Solving Siswa Kreatifitas Komunikasi Kolaborasi Wirausaha Kepemimpinan
38,2%

Sangat Meningkat

46,7% Meningkkat

13,3%

Cukup Meningkat

1,4%

Kurang Meningkat

0,3%

Tidak Meningkat

57,5%

Sangat Meningkat

34,3%

Meningkkat

7,4%

Cukup Meningkat

0,6%

Kurang Meningkat

0,3%

Tidak Meningkat

50,4%

Sangat Meningkat

38,2% Meningkkat

10,8%

Cukup Meningkat

0,6%

Kurang Meningkat

55,2%

Sangat Meningkat

37,1% Meningkkat

6,8%

Cukup Meningkat

0,8%

Kurang Meningkat

42,8%

Sangat Meningkat

34,3% Meningkkat

17%

Cukup Meningkat

4,5%

Kurang Meningkat

1,4%

Tidak Meningkat

41,6%

Sangat Meningkat

43,1% Meningkkat

14,2%

Cukup Meningkat

1,1%

Kurang Meningkat

Sedangkan dampak langsung SPL terhadap guru dan sekolah yaitu: dapat meningkatkan kecerdasan emosional, meningkatkan kemampuan pedagogik, menciptakan budaya unggul sekolah. Adapun dampak langsung SPL terhadap siswa dan orangtua yaitu: meningkatkan kreatifitas, memotivasi belajar siswa, membangun karakter, adanya sinergi orangtua dan sekolah, dan menambah keterampilan siswa.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SPL yang dilakukan dengan baik dapat meningkatkan keterampilan guru dan juga siswa sehingga strategi ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran tatap muka yang bermakna di tahun pembelajaran baru yang akan datang dengan harapan guru dan sekolah dapat meminimalisir kesenjangan pembelajaran yang terjadi dan siswa dapat belajar dengan senang dan inovatif. (Red: Ade Munawar Luthfi)