Diduga Ada Fraud/Kecurangan Pada Kasus Investasi Gagal Bayar yang Rugikan Bank NTT Rp50 M

Bagikan Artikel ini

Kupang, NTTOnlinenow.com – Diduga ada fraud alias kecurangan perbankan dalam kasus gagal bayar investasi dalam bentuk Medium Term Notes (MTN) oleh PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) yang merugikan Bank NTT senilai Rp50 Milyar. Namun masalah yang diduga melibatkan PLT. Dirut Bank NTT saat ini, Alex Riwu Kaho tersebut sengaja ditutup-tutupi oleh manajemen Bank NTT.

Demikian dikatakan sumber yang sangat layak dipercaya kepada tim media ini beberapa hari lalu di Kupang terkait Investasi Gagal Bayar PT. SNP senilai Rp 50 M. Ia menduga ada Fraud (adalah tindakan curang yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain, perorangan, perusahaan atau institusi) dalam kasus gagal bayar investasi PT. SNP senilai Rp 50 Milyar.

“Informasinya, diduga ada manipulasi laporan keuangan PT. SNP untuk mendapatkan investasi dari Bank NTT. Saya duga ada persekongkolan sehingga Bank NTT merugi hingga Rp50 M dalam investasi itu,” ungkap sumber yang tak ingin namanya disebut.

Menurutnya, jika investasi di PT. SNP itu dianalisis secara profesional maka Bank NTT tidak mungkin menginvestasikan modal dalam bentuk Medium Term Notes (MTN) “Aneh, Bank NTT begitu mudah menginvestasikan dana Rp 50 M hanya untuk perusahaan finance dari Toko Elektronik Columbia?” ujarnya.

Ia yakin, ada ketidakberesan dibalik investasi MTN yang merugikan Bank NTT hingga Rp 50 M itu. “Saya sangat yakin bahwa ada syarat dan prosedur yang dilanggar dalam investasi itu. Jadi seharusnya Kejati NTT juga menyelidiki kasus gagal bayar MTN PT. SNP itu,” pintanya.

Ia menjelaskan, fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum.

“Fraud itu merupakan serangkaian ketidakberesan dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang luar atau orang dalam perusahaan supaya mendapatkan keuntungan dan merugikan orang/pihak lain dalam masalah keuangan,” paparnya.

Pejabat Pelaksana Tugas (PLT) Dirut Bank NTT, Alex Riwu Kaho yang dikonfirmasi tim media ini usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD NTT beberapa waktu lalu mengatakan, masalah investasi gagal bayar PT. SNP saat ini masih dalam penyelesaian PKPU. “Itu investasi di SNP itu masih dalam penyelesaian oleh PKPU. Oleh kurator,” katanya.

Menurutnya, masalah investasi gagal bayar itu merupakan risiko usaha. “Ya risiko investasi ada di mana-mana. Dan risiko yang melekat pada bisnis pasti ada,” kilahnya.

Yang terpenting saat ini, lanjutnya, adalah penyelesaian masalah tersebut. “Tapi yang perlu sekarang adalah mitigasi yang sedang dilakukan, yakni penyelesaian-penyelesaian sesuai saluran hukum dan penyelesain lainnya secara administrasi sesuai teknis perbankan,” katanya.

Saat ditanya apakah Ia optimis bahwa masalah tersebut dapat diselesaian oleh PKPU atau kurator, Riwu Kaho mengatakan, “Harus optimislah, setiap bisnis pasti ada risiko. Yang terpenting sekarang adalah kemampuan memitigasi dan menyelesaiakan.”

Seperti diberitakan sebelumnya, PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) alias Bank NTT merugi sekitar Rp 50 M akibat investasi yang tidak prudent (tidak dapat dipercaya, red) pada PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance). Perusahaan pembiayaan tersebut tak mampu membayar investasi Medium Term Notes (MTN) kepada Bank NTT dan bank lainnya sebesar Rp 1,85 Trilyun.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini dari berbagai sumber yang sangat layak dipercaya, PT. Bank NTT mengalami kerugian sekitar Rp 50 Milyar dari investasi MTM. “Investasi Rp 50 Milyar di PT. SNP diberikan saat PLT. Dirut saat ini masih menjabat sebagai kepala divisi Reconsec Bank NTT,” ujar sumber yang sangat layak dipercaya.

SNP Finance dihentikan operasinya alias dibekukan pada tahun 2018 karena tak mampu membayar kembali investasi (MTN) dan kredit dari 14 bank dengan total kerugian Rp 4,07 Trilyun. MTN adalah jenis surat berharga berbasis utang yang diperbolehkan menjadi aset dasar reksadana (investasi dalam bentuk surat berharga, red). Jangka waktu jatuh tempo MTN sekitar 1-5 tahun. MTN diterbitkan oleh koorporasi/perusahaan dalam bentuk jaminan khusus (clean basis).

Untuk dapat membobol bank, PT. SNP melakukan manipulasi Laporan Keuangan. SNP Finance merupakan bagian dari usaha Columbia, toko yang menyediakan pembelian barang secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendukung pembiayaan pembelian barang yang dilakukan Columbia tersebut, yang bersumber dari kredit perbankan.

SNP menjadi salah satu dari 6 perusahaan yang menjadi debitur kredit macet 206,5 Milyar di Bank NTT. Dalam paripurna penutupan masa Sidang DPD RI pada Selasa (12/5/20), BPK menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS-II) Tahun 2019. Dalam laporannya, BPK menyebut PT. Bank NTT mengalami potensi kerugian sebesar Rp 201,50 Milyar.

Potensi kerugian tersebut akibat pemberian fasilitas kredit kepada 6 debitur tidak prudent alias tak dapat dipercaya dan tanpa jaminan yang diikat. Diantaranya, PT. SNP gagal membayar investasi Medium Term Notes (MTN) kepada PT. Bank NTT. Selain itu, PT. AMB yang sudah dinyatakan pailit dan seluruh aset diambil oleh kurator. “Ini perlu mendapat perhatian serius dari segenap stakeholder,” kata Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dalam laporannya.
Komentar Anda?
Sumber : Suara Flobamora.Com