Diperkirakan Paket Fresh Akan Bubar di Tengah Jalan, Begini Tanggapan Frengky dan Amandus

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Sikap Amandus Nahas, Ketua DPD II Partai Golkar TTU memposisikan diri sebagai Bacawabup pada Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Timor Tengah Utara (TTU), membuat sesepuhnya Gabriel Manek angkat bicara.

Gabriel Manek, mantan Bupati TTU menilai tidak tepat jika Golkar harus berada pada posisi Bacawabup, sementara Partai Berlambang pohon beringin itu diketahui merupakan Partai pemenang ke dua pada Pemilu Legislatif tahun 2019 lalu dengan perolehan 4 kursi dan PDIP hanya 2 kursi.

Menurut Manek, Golkar seharusnya berada di nomor urut 1 sebagai Bacabup. Ia mengatakan sebagai Partai pemenang kedua pada Pemilu Legislatif 2019, Golkar tidak pernah rela figurnya ditempatkan pada posisi bacawabup.

“DPP Golkar tidak rela kadernya berada di nomor urut 2 sebagai Bacawabup dalam Pilkada TTU. Golkar itukan partai pemenang kedua setelah PDIP. Nasdem 4 kursi, PDIP 2 kursi harusnya Golkar berada pada urutan pertama sebagai Bacabup bukannya PDIP”, Protes Manek.

Pemberitaan viral pro kontra akhirnya oleh sebagian masyarakat TTU memperkirakan Paket Fresh (Frengky Saunoah dan Amandus Nahas) Bacabup – Bacawabup TTU akan bubar di tengah jalan.

“Masalah ini sudah ditegaskan oleh DPP partai Golkar (NTT), bahwa khusus untuk Timor Tengah Utara (TTU) calon bupatinya harus dari Partai Golkar sebagai pemenang kedua pada Pemilu Legislatif TTU 2019”, tandas Gabriek Manek .

Menjawab pro kontra pemberitaan viral figur Bacabup dan Bacawabup TTU, Frengky Saunoah bacabup TTU mengatakan tetap optimis Paket Fresh akan melangkah mulus. Saunoah sangat yakin Partai Golkar akan memutuskan yang terbaik demi kepentingan seluruh masyarakat TTU.

“Kita serahkan pada mekanisme Partai Golkar. Tentu Partai Golkar akan memutuskan yang terbaik Demi kepentingan masyarakat TTU”, kata Frengky Saunoah.

Saunoah dan seluruh pendukung Paket Fresh sepakat bersama mengikuti proses yang tengah berjalan tanpa terpengaruh dengan polemik apapun. “Kita berproses saja dan sekali lagi saya sampaikan, kita percaya Partai Golkar akan memutuskan yang terbaik demi kepentingan masyarakat kabupaten TTU. Partai Golkar tentu secara bijak akan melihat dinamika politik yang ada di TTU, kemudian memutuskan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat dan pembangunan di kabupaten TTU”, lanjut Saunoah berulang kali.

Sementara itu, Amandus Nahas Bacawabup TTU, menyatakan sikap yang diambilnya sebagai Ketua DPD II Golkar sudah tepat, semata – mata untuk menyelamatkan Partai Golkar. Ia juga berpendapat, posisi bacabup dan bacawabup TTU tidak bisa diukur dengan perolehan kursi pada Pemilu Legislatif 2019.

“Awalnya ada sosok lain yang di Golkarkan untuk maju bertarung di Pilkada TTU. Sosok itu adalah pak David Juandi. Yah…Syukur – syukur kalau lobi politik yang dibangun Pak David Juandi berhasil. Jika gagal, khan masih ada saya. Artinya jangan sampai Golkar cuma berdiri kosong dengan 4 kursi, nanti yang malu saya sebagai Ketua DPD II Partai Golkar TTU. Jadi untuk mengantisipasi itu, saya memposisikan diri sebagai Bacawabup. Dan ini semata – mata hanya mengantisipasi kemungkinan terburuk di atas. Sayakan tidak mungkin mempermalukan diri sendiri, sebagai ketua DPD. Sekarang kita coba jalan, dan ketika ada respon saya tetap jalan karena hak nya saya”, jelas Nahas.

Nahas juga menyampaikan, sangat tidaklah tepat jika perolehan jumlah kursi diperdebatkan. Menurutnya, masalah perolehan kursi bukanlah hal yang sangat urgent.

“Semua SK datangnya dari DPP. Jika kita persoalkan perolehan jumlah kursi, kan kemarin saat Pilgub NTT Golkar berada di posisi kedua sebagai Wagub padahal perolehan kursi oleh Golkar di Provinsi 11 kursi sementara NasDem 6 kursi tapi ko’ DPP mau Golkar menjadi calon wakil dan kemudian sukses. Jadi menurut saya tidak perlu dipersoalkan menyangkut perolehan kursi. Kita ini mau koalisi besar, PDIP itu punya dua kursi tapi PDIP sudah menghubungi partai – partai lain. Kalau terjadi koalisi PDIP dan Golkar, PDIP punya akan lebih dari 4 kursilah. Maka kalau dipersoalkan perolehan kursinya menurut saya tidak terlalu urgent juga. Inikan ada pertimbangan – pertimbangan lain, buktinya pada Pilgub kemarin, Gubernur dari NasDem dan wakil Gubernur dari Golkar, 6 dan 11 kursi saja sukses”, jelas Amandus pertelepon.

Untuk meyakinkan pendukungnya, Saunoah dan Nahas nyatakan Paket Fresh tetap akan melaju mulus.
“Bersama tim kami akan tetap berjalan. Ini salah satu plan, salah satu alternatif dimana kita mesti muncul ke publik untuk mendapatkan respon positif sehingga pastinya Paket Fresh yang akan keluar sebagai paket yang diusung. Menurut kedua balon ini polemik yang ada itu bagian dari dinamika politik yang berjalan. Jadi tidak usah ditanggapi secara berlebihan, itu hal yang biasa dalam suatu proses politik yang sementara berjalan. “Saya dan pak Amandus akan terus bersosialisasi diri, menggalang dukungan, meyakinkan masyarakat TTU untuk mendukung kami”, tandas Saunoah.

Dosen dan Peneliti Departemen Politik dan Pemerintahan, Fisipol UGM, L.Novadona Bayo

Mencermati dinamika politik di Kabupaten TTU, Dosen dan Peneliti Departemen Politik dan Pemerintahan, Fisipol UGM, L Novadona Bayo berpendapat, semua partai politik mempunyai kebebasan menentukan masa depannnya.

“Setiap partai politik punya kebebasan untuk menentukan citra dan masa depan partainya. Tentu dalam berkoalisi pun, martabat dan wibawa partai politik harus bisa dihargai dan diapresiasi, bukan saja dalam frame elektoral, melainkan dalam komunikasi politik antar partai. Untuk kasus TTU dan beberapa kabupaten di Indonesia Timur, independensi partai dalam membangun kultur pengkaderan cenderung tersandera kepentingan elit partai dan juga politik Patron dan Dinasti yang dibingkai kekuatan modal secara finansial, bukan modal dari sisi sosial politik.
Persoalan pragmatisme politik terkadang ikut mempengaruhi prinsip-prinsip etis dalam komunikasi politik. Etika politik untuk mengapresiasi martabat dan kewibawaan partai cenderung kalah dengan dinamika politik di seputaran modal, di seputaran elit dan di seputaran oligarki politik yang sementara berkuasa.
Sedikit sulit menentukan dan mengembangkan prinsip etis dan politik yang bermartabat. Ketika citra politik di TTU atau di banyak kabupaten di Indonesia Timur lainnya justeru terjerumus ke dalam pragmatisme politik yang kadang-kadang penuh intimidasi. Intimidasi berbasis pergerakan modal dan lobby-lobby oligarki.
Selain pola intimidasi, pragmatisme, posisi politik TTU dan beberapa kabupaten lain di Indonesia Timur juga akut dengan fenomena klientilisme. Ketika politisi di Kabupaten hanya memposisikan dirinya sebagai bidak kecil dari pergerakan politik di level yang lebih tinggi. Citra politik lokal kita selalu dipenjarakan di situasi sulit seperti ini, sehingga kreativitas dan gerakan konsolidasi politik di level lokal selalu menjadi artikulasi hasil dan keputusan di level atas. Padahal, rumah bagi politik sesungguhnya ada di dinamika politik lokal”, jelas Novadona Bayo saat dihubungi pertelepon Kamis (20/02/2020).