Penanganan Kasus KDRT di TTU Belum Memberikan Efek Jera Pada Pelaku

Bagikan Artikel ini

Laporan Judith Lorenzo Taolin
Kefamenanu, NTTOnlinenow.com – Program “Membunyikan Bukti” kemitraan Centre for Inovation Policy and Governance (CIPG-VOICE) dan Yayasan Amnaut Bife “Kuan” (YABIKU NTT) dilaksanakan melalui beberapa tahapan diantaranya penelitian dan advokasi di beberapa desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), diantaranya desa Kuanek kecamatan Bikomi Tengah dan Maubesi Kecamatan Insana Tengah.

“Penelitian bertajuk Mendalami Faktor penyebab dan Proses terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga telah dilakukan,”ungkap Antonius Efi selaku Direktur Yabiku NTT dalam Diskusi Publik di Aula kantor Desa Kuanek kecamatan Bikomi Tengah Kamis (08/08) .

Lanjutnya KDRT merupakan bentuk kejahatan kemanusian yang mana jumlah kasus KDRT masih terus meningkat.

“KDRT merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan. Yang terjadi dari tahun ke tahun kasus KDRT masih terus meningkat meskipun sudah ada pendampingan dari Yabiku NTT dan para legal komunitas. Hal tersebut dikarenakan proses penyelesaian kasus KDRT masih secara kekeluargaan atau adat sehingga belum memberikan efek jera kepada pelaku”.

Penelitian Yabiku NTT, yang diterima media ini mengungkap bahwa KDRT terjadi bukan semata karena faktor gender akan tetapi karena ada kesenjangan pendidikan, usia, pekerjaan, budaya, akses dan kontrol antara pelaku dan korban. Ketika seseorang merasa lebih berkuasa dan lebih kuat atas individu lain dalam satu kelompok, maka akan berpotensi menjadi pelaku. Demikian pula seseorang dikuasai dan merasa lemah terhadap individu lain, maka berpotensi menjadi korban.

Hasil riset ini akan berkontribusi pada meningkatnya pengetahuan tentang apa dan bagaimana tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadi serta upaya yang dapat ditempuh untuk memberikan layanan bagi korban KDRT.

Adapun alasan Antonius Efi melakukan penelitian di desa Kuanek dan Maubesi, dikarenakan jumlah kasus KDRT yang dilaporkan selama tiga tahun 2015 – 2017 paling banyak dibandingkan dengan kelompok desa dampingan lainnya. Yabiku sendiri mendampingi 19 kelompok paralegal yang tersebar di 13 desa dan 4 kelurahan termasuk desa Kuanek dan desa Maubesi. Terbentuknya paralegal di desa untuk mendekatkan pelayanan kemanusiaan kepada masyarakat, karena dari hasil assesment sebelumnya keluhan masyarakat bahwa bahwa banyaknya kasus KDRT tidak dilaporkan ke pihak yang berwajib, terkendala jauhnya jarak yang ditempuh dan membutuhkan biaya yang cukup.

Dalam diskusi Publik yang berlangsung, di hadapan Sekcam Bikomi Tengah Egi Maranda dan Kades Kuanek, Adrianus Elu, Efi memaparkan alasan dan data jenis kasus KDRT di desa Kuanek.

“Jenis kasus KDRT yang terjadi di desa Kuanek bervariasi, tahun 2015 terdapat 3 kasus KDRT yang korbannya mengalami kekerasan psikis dan fisik, serta 1 kasus KDRT yang korbannya mengalami kekerasan fisik. Tahun 2016 terdapat 1 kasus KDRT yang korbannya mengalami kekerasan psikis dan 1 kasus KDRT yang korbannya mengalami kekerasan fisik. Di tahun 2017, terdapat 3 kasus KDRT, semuanya merupakan kekerasan psikis dan fisik”, demikian Efi.

Sementara, terkait Penanganan kasus KDRT yang belum memberikan efek jera bagi pelaku, Sekcam Bikomi Tengah, Egi Maranda secara tegas menyampaikan, Pemdes harus Aspiratif dan Sensitif.

“Untuk mengatur ketertiban dan keteraturan masyarakat, Pemdes harus aspiratif dan sensitif terhadap masalah – masalah yang ada. Terkait masalah KDRT harus dibuat Perdes. Dan bukan hanya soal itu, masyarakat butuh kenyamanan hidup. Berbagai hal harus dibuat terkait Kamtibmas, termasuk masalah stunting dan lain – lain, semuanya bisa dibuat Perdes yang mana itu sah dalam Undang – Undang Desa,” demikian Maranda.

Maranda menilai jika kasus KDRT dibuat satu Perdes, maka akan lebih mempermudah pekerjaan parlegal. Penyelesaian KDRT secara adat saja tidak akan ada kepastian hukum.
“Persoalan yang ditangani secara adat hanya berupa sanksi denda dan tidak ada efek jeranya. Yang membawa kepastian dan kejelasan hukum hanya Perdes”, tegas Maranda lebih lanjut.

Kegiatan Diskusi Publik yang menghadirkan 60 peserta ini bertujuan agar masyarakat desa Kuanek mendapat gambaran tentang hasil riset dimaksud.

Hasil yang diharapkan agar peserta diskusi memiliki pengetahuan tentang penyebab dan proses terjadinya KDRT serta mekanisne penanganan korban.