Mekanisme Kerja Satgas Trafficking Perlu Dibenahi

Bagikan Artikel ini

Laporan Jean Alfredo Neno
Kupang, NTTOnlinenow.com – DPRD NTT menyoroti sistem kerja atau standar operasional prosedur (SOP) Satgas Pencegahan dan Perlindungan TKI Non-prosedural (Satgas Trafficking) di Bandara El Tari Kupang, menyusul kegaduhan yang terjadi akibat pencekalan terhadap Selfina Etidena, pada Jumat (4/1/2019).

Anggota DPRD NTT, Winston Neil Rondo mengatakan, sebagai pembelajaran dari kasus tersebut yang berbuntut aksi massa, maka mekanisme kerja Satgas berdasarkan mandat Peraturan Gubernur (Pergub) 294 tahun 2018 agar dievaluasi dan dibenahi serius. Bahkan, bila memungkinkan agar didesain ulang.

“Ini perlu dibenahi serius, mulai dari tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), koordinasinya, standar operasional prosedur (SOP) bahkan implementasinya, karena ini tafsirnya luas. Misalnya protes massa tadi disebutkan, apa dasarnya, indikator atau parameter petugas menentukan bahwa dia terduga TKI, TKW atau tenaga angkatan kerja antar daerah (AKAD) atau tidak,” ungkap Winston kepada wartawan di Kupang, Selasa (15/1/2019).

Menurut Winston, pembenahan perlu dilakukan mengingat persoalan atau kasus yang menimpa Selfin Etidena sempat menimbulkan bias persepsi, bahkan nyaris menimbulkan konflik Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).

“Karena itu, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah, perlu dibenahi sistem kerja satgas karena berpotensi menimbulkan konflik,” tegas anggota Komisi V DPRD NTT itu.

Winston mengatakan, hal lain yang juga harus mendapat perhatian serius adalah menyangkut keinginan publik untuk mendapatkan keadilan. Karena itu, harus bisa dipastikan bahwa kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan oleh petugas satgas harus diberi tindakan tegas dan sanksi.

“Karenanya kami mendesak Plt Kadis Nakertrans dan pemangku kepentingan terkait untuk melakukan pemeriksaan dan penindakan tegas atas dugaan pelanggaran prosedur terhadap kasus Selfin Etidena ini,” katanya.

Penindakan tegas, lanjut bekas ketua komisi V DPRD NTT ini, dimaksudkan agar ada efek jera dan sebagai pembelajaran dan memastikan agar hal ini tidak terulang kembali di masa mendatang.

“Proses penindakannya harus dilaporkan segera ke pimpinan DPRD minimal di Komisi V, supaya memberi keadilan bagi publik yang merasa terluka. Karena tadi itu, pihak dinas Nakertrans seolah-olah menolak untuk mengakui kesalahannya, bahwa dia salah tangkap orang. Untuk memohon maaf pun itu ada cium ciuman setelah dipaksa oleh audiens dan wartawan,” kata Winston.

Winston berargumen, perubahan mendasar perlu dilakukan dalam konteks proses penanganan dan pencegahan TKI non-prosedural oleh gugus tugas yang dibentuk. Terutama dalam hal koordinasi antarlembaga yang terlibat dalam pencegahan dimaksud.

“Saya lihat mereka tidak kompak. Karena secara kelembagaan ada KP3, kepolisian tapi tidak bisa masuk ke bandara, dan itu hanya boleh untuk TNI atau tentara, padahal misalkan kalau polisi yang menggunakan sistem kerjanya maka kemungkinan bisa teratasi persoalan begini. Tapi lebih jauh dari itu, koordinasi antarlembaga belum terlalu rapi, bahkan di SK itu saja ada 24 lembaga,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya dalam hal ini Komisi V DPRD NTT akan mengagendakan rapat dengar pendapat untuk mempertanyakan dan meminta penjelasan dari para pihak tersebut.