Laki-Laki Baru Bukan Laki-Laki Yang Promosikan Kehebatannya Wakili Perempuan

Bagikan Artikel ini

Kupang, NTTOnlinenow.com – Gerakan Laki-Laki Baru bukanlah gerakan laki-laki yang mempromosikan atau memamerkan kehebatannya untuk mewakili perempuan tetapi gerakan Laki-laki Baru harus akuntabel pada Gerakan Perempuan.

Aktivis Perempuan, dari Konsersium Timor Adil dan Setara, Ferderika Tadu Hungu, MA, menegaskan itu pada talkshow dalam rangka Deklarasi Aliansi Laki Laki Baru (ALLB) untuk Timor Adil ‎dan Setara di salah satu hotel di Kupang, Senin (4/6/2018). Talkshow yang dipandu Aktivis Perempuan dan Jurnalis, Anna Djukana menghadirkan nara sumber lainnya Kadis PPA NTT, Dra. Bernadethe Erny Usboko, MSI, Aktivis ALLB Nasional Nurhasyim yang disapa Bo’im, Aktivis Laki Laki Baru Izaac Jhon Bolla dari SSP, Aktivis Laki Laki Baru Cis Timor, Firmansayah.

Ferderika Tadu Hungu katakan jika Gerakan Laki laki Baru terjebak pada mempromosikan diri untuk memamerkan kehebatan laki laki untuk mewakili perempuan itu akan kembali memperkuat patriarkhi.

Disebutkannya Gerakan Laki-laki Baru atau yang biasa di sebuah aliansi Laki-laki Baru (ALB) di NTT muncul sekitar tahun 200-2011. Gerakan ini dapat dianggap sebagai sebuah model baru gerakan memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.

Menurut Jebolan S2 dari negeri Kincir Angin karena gerakan kesetaraan dan keadilan gender sejauh ini merupakan domain dari “gerakan perempuan”. Kini telah muncul, teman laki-laki yang berdiri menyatakan dirinya laki-laki pro perempuan atau pro feminis yang kerja-kerja-nya. Mereka hadir di komunitas-komunitas dan mempromosikan pentignya perubahan sikap di kalangan sesama laki-laki dalam hal bebagi peran kerja rumah tangga seperti memasak, mencuci, menjaga anak, membersihkan rumah.merekapun mendorong perempuan untuk menjadi pemimpin di komunitasnya.

Selanjutnya ditegaskannya lebih dari itu, mereka juga berpern aktif untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan, mendampingi kasus kekerasan terhadap perempuan, mengkonseling pelaku bahkan melakukan advokasi anggaran desa untuk perlindungan perempuan dari kekerasan.

Ditambahkannya gerakan ini lahir dari suatu kesadaran di kalangan laki-laki sendiri bahwa salah satu penyebab ketidakadilan yang dialami perempuan adalah laki-laki sendiri karena konstrusi patrarki menyebabkn terciptanya banyak sekali keistimewaan yang dimiliki oleh laki-laki yang kemudian berkontribusi bagi beragai bentuk masalah kekerasan terhadap perempuan.

“Mereka sendiri melihat ibunya dipukul, saudari-nya menjadi korban perdagangan orang, perkosaan atau kasus ingkar janji menikah. Mereka juga mengalami masalah dengan konsep maskulinitas yakni merasa tertekan akibat “konsep laki-laki ideal” seperti harus berbadan kekar dan perkasa, pencari nafkah yang sukses dan tumpulnya hubungan emosional dengan ank-anak mereka sendiri.,” tambahnya.

Disebutkannya, Gerakan ALB ini tentu saja menggembirakan karena gerakan ini telah meluas di dunia bahkan sudah masuk sampai pelosok di Desa Tunfeu,Kabupaten Kupang atau Desa Kualin di Kabupaten TTS, atau di Desa Kuanek di TTU.  Selanjutnya dia menjelaskan relasi Gerakan Laki-Laki Baru dengan Gerakan Perempuan. Selama ini gerakan ini patut dicurigai karena dianggap merampas kerja dari gerakan perempuan.

Menurut dia, hal ini bisa dipahami oleh karena gerakan perempuan selama ini cenderung memandang laki-laki sebagai sumber segala persoalan dari kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Bekerjasama dengan gerakan laki-laki dapat diibaratkan”sleeping with the enemies”. Suatu saat mereka akan “memangsa” gerakan perempuan karena masalah struktural ketidakadilan gender masih kuat berurat akar dalam kehidupan masyarakat.

Ditambahkannya, satu isu penting yng perlu diangkat adalah pentingnya gerakan ALB untuk membangun akuntabilitas bagi gerakan perempuan.

ALB katanya telah mengklaim bahwa gerakan mereka lahir dari gerakan perempuan dan menjadi bagian dari gerakan perempuan di Indonesia. Saya sangat setuju dan mendukung sikap dari ALB. Karena pada dasarnya gerakan ALB bukan gerakan yang terpisah dari gerakan perempuan. Ke dua-duanya mempunyai semangat yang sama untuk mencapai cita-cita akan suatu kehidupan yag setara dan adil bagi laki-laki dan perempuan,” ujarnya.

Karena itu, menurut jebolan Fakultas Theologia UKAW ini dalam spirit dan gerakannya perlu selalu terhubung dengan gerakan perempuan. Menjadi sebuah gerakan yang terpisah dari gerakan perempuan akan menjerumuskan ALB melenceng dari cita-cita awalnya.

Ditegaskannya keterpisahan ALB dengan gerakan perempuan justru akan jatuh pada penguatan kembali budaya patriarki. Teman-teman Laki-Laki Baru bisa saja memiliki perspektif yang clear tentang keadilan dan kesetaraan gender, aktif dalam kegiatan-kegiatan perlindungan perempuan dan getol dalam advokasi hak perempuan tetapi pada saat yang sama mereka eksklusif terhadap gerakan perempuan dan memperkuat privilese patriarkhisnya. Dalam hal ini, suara perempuan akan mengalami peminggiran yang lebih akut.

Selanjutnya dikemukakan keterhubungan dengan gerakan perempuan baik dari segi konsep maupun praktik merupaan suatu hal yang sangat perluagar LLB diperkaya dengan dengan pemahaman yang semakin lengkap terkait sejarah kekeasan terhadap perepuan, diingatkan kembali pada cita-cita awal keteribatannya serta mendapat masukkan-maskkan konstruktif dari perspektif perempuan.

Ditambahkannya tantangan yang dihadapi oleh gerakan Laki-laki Baru tidak terbatas pada perubahan sikap dan perilaku yang pro perempuan tetapi bagaimana mengkonstruksikan budaya patriarki telah begitu kuat mencengkeram dan mempromosikan budaya baru yang adil gender dan nilai-nilai non violent.

Diuraikannya tantangan buat ALB ke depan apakah mampu mengkritisi praktik-praktik sosial-budaya yang merugikan baik perempuan dan laki-laki di NTT seperti budaya belis dan budaya sifon (buang panas pasca sunat)? Gerakan ALB yang duduk dalam posisi-posisi pengambil kebijakan sudah saatnya melakukan perubahan kebijakan/program dan pro perempuan.

Dikemukakannya gerakan ALB ditantang untuk memperluas spektrum sasaran dimana tidak hanya kaum muda dan kaum dewasa laki-laki saja tetapi juga menjangkau anak-anak dalam hal sosialisasi nilai dan praktik yang adil gender dan non violent semenjak dini.

Sebaliknya, ujarnya dari sisi gerakan perempuan harus diakui bahwa perjuangan ALB telah melengkapi agenda pemberdayaan dan perlindungan perempuan, serta kepemimpinan perempuan. gerakan perempuan-pun harus terhubungan dengan gerakan ALB, membuka diri dan mendialogkan kebutuhan dan kepentingan perempuan yang perlu didukung laki-laki.

Disarankannya Gerakan Perempuan harus terhubung dengan gerakan ALB untuk memberikan feedback yang konstruktif bagi gerakan ALB. Bentuk keterhubungan yang perlu dibangun diantara ke dua gerakan ini yakni lanjut Ferderika yang pernah kerja dan belajar di Sanggar Suara Perempuan SoE ini ALB perlu membangun kolaborasi dan keterbukaan untuk berdialog dan menerima kritik membangun dari organisasi perempuan.

Diuraikannya organisasi perempuan dimana ALB dapat terhubung yakni di tingka lokal ada kelompok perempuan berbasis agama seperti Perempuan GMIT, Wanita Katolik, Perempuan Muslim atau Majlis Taklim. Ada juga perempuan berbasis pekerjaan atau mata pencaharian seperti perempuan petani, nelayan, pedagang dan seterusnya. Di tingkat pemerintahan, secara berjenjang ada Dinas pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, P2TP2A, Dharma wanita, Tim pengerak PKK, dan lain-lain.

Ada juga LSM perempuan seperti Rumah Perempuan Kupang, LBH APIK, Lopo Belajar Gender, SSP-SoE dan Yabiku-Kefa. Ada Komnas Perempuan di tingkat nasional dan KPI secara berjenjang ada di tingkat nasional dan wilayah. Membangun keterhubungan dengan gerakan perempuan juga berarti adanya proses refleksi. Bisa bersifat internal masing-masing gerakan maupun refleksi bersama Gerakan ALB dan gerakan Perempuan.

Dia mengingatkan apa yang disampaikan Aktivis LLB, Firmansayah bahwa ALLB sebuah gerakan yang “beyond projects or programs” dukungan sponsor tetapi gerakan moral yang berangkat dari individu kemudian mengarah pada spektrum yan lebih luas dan tidak disempitkan hanya sebatas gerakan “donor driven”. “Ada donor tidak ada ‎donor nilai nilai baru ini harus terus disebarkan,” katanya.

Acara ini berlangsung dinamis dan gembira dihibur musisi NTT, Lory Parera dihadiri Aktivis Laki Laki Baru Elfrid Feisal, Anton Efi, Dani Manu, Hofni, Epen, Willi Fanggidae, Desri Lopo, Aktivis Perempuan Ansy Damaris Rihi Dara Dina Katjasungakana‎, Pemkot Kupang Ernest Ludji, mitra Cis Timor Kompak, masyarakat dampingan dan komunitas Laki Laki Baru. Sebelumnya Oxfam Indonesia, Juliana Ndolu, SH, M.Hum dan mewakili Direktur Cis Timor, Roswita Djaro menyampaikan sambutan. Pada kesempatan tersebut Kadis PPA NTT berkomitmen mendukung ALLB untuk Timor Adil dan Setara.(non)